Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

'zaman keemasan' dengan sattar

Abdus sattar dari partai nasional terpilih sebagai pejabat presiden bangladesh, menggantikan presiden ziaur rahman yang mati terbunuh. angkatan bersenjata mendesak agar peranannya dipakai.

28 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HANYA keindahan alamnya yang bisa dibanggakan oleh Bangladesh. Terutama bila matahari terbenam, sinarnya memerah di wajah Sungai Gangga. Negeri berpenduduk 88 juta itu memang terbentang di sekitar muara Gangga Brahmaputra. Dan walaupun hidup di bawah garis kemiskinan, penduduknya patut berbahagia pekan lalu dapat presiden baru Abdus Sattar, namanya. Abdus Sattar, bekas hakim berumur 75 tahun menjadi pejabat presiden setelah Ziaur Rahman terbunuh, 30 Mei. Dilihat dari umurnya, dia memang istimewa, lebih-lebih mengingat 46% rakyat Bangladesh berusia di bawah 15 tahun. Sementara umur rata-rata yang bisa diharapkan warga Bangladesh hanyalah 49 tahun. Tetapi, tentu saja bukan karena usianya yang lanjut Sattar mendapat 14,21 juta suara dan memenangkan pemilihan umum. Secara damai pula. Orang sipil yang terkenal kaku dan keras kepala ini sedang sakit tatkala Letnan Jenderal Zia, pendahulunya diberondong peluru di Chittagong. Karena itu cukup beralasan jika ia semula enggan berkampanye. Tetapi Kepala Staf Militer Letjen H.M. Ershad, 47 tahun, konon berhasil membujuknya. Dengan bantuan militer, kampanye lantas dilakukannya. Pemimpin Partai Nasional Bangladesh ini menyebarkan gambar Ziaur ahman. Dan segera tampak ia mempertahankan popularitas partainya. Sementara di pihak lain, muncul bekas Menteri Luar Negeri Kamal Hossain. Tokoh Partai Liga Awami ini, sebagai balasan terhadap Partai Nasional yang dianggap sekuler, menampilkan gambar Sheik Mujibur Rahman, presiden pertama republik berumur 10 tahun itu. Maka kedua gambar presiden yang mati terbunuh itu memenuhi Bangladesh selama kampanye. "Pemilihan umum ini seakan-akan menjadi arena perang tanding mistisisme Sheik Mujib melawan stabilitas Jenderal Zia," tulis Stuart Auerbach dari koran Washington Post. Rupanya masalah yang menonjol bukanlah keadaan calon masing-masing atau soal kenegaraan, melainkan arwah kedua tokoh itu. Partai Nasional menonjolkan Zia sebagai pahlawan yang berusaha mengangkat Bangladesh dari kemiskinan. Sedangkan Liga Awami mengagungkan Sheik Mujib sebagai Bapak Negara. "Mari kita balas kematiannya dengan memilih Kamal Hossain," seru Hasina Wazed, putri Sheik Mujib yang memimpin Liga ini. Seperti halnya Zia, Sheik Mujib juga gugur akibat pemberontakan militer. Sekarang pihak angkatan bersenjata berjanji mendukung pemerinthan yang konsi titusional. Tetapi Letjen H.M. Ershad juga mendesak agar angkatan bersenjata ikut menjalankan pemerintahan guna mencegah kemungkinan kudeta di masa mendatang. Mengingat hal itu, kampanye lantas berjalan lancar. Hanya lima korban jiwa sejauh ini. Banyak peninjau asing menilai Bangladesh masih menjalankan politik hukum alam. Selain Kampuchea, Bangladesh memang negara termiskin di dunia. meskipun demikian, rakyat yang berpenghasilan per kapita US$ 90 per tahun itu juga anggota Kelompok Persemakmuran. Maklum, wilayah negara itu dulu jadi Pakistan Timur, bekas bagian India, jajahan Inggris pula. Semakin Miskin Tragisnya, setelah merdeka Bangladesh justru semakin miskin. Jauh lebih miskin ketimbang semasih berada dalam jajahan. Dengan kepadatan penduduk mencapai 660 jiwa tiap kmÿFD, serta baru 22% di antara mereka melek huruf, Bangladesh memerlukan bantuan US$ 2,6 milyar dari luar untuk anggaran 1980/1981. Bantuan pangan sangat diperlukan. Ziaur Rahman yang disumpah sebagai presiden, 21 April 1977, menjanjikan 'zaman keemasan' (Sonar Bangla) bagi rakyat yang dikatakannya 100% Islam itu. Dalam pemilu dua tahun berikutnya, Partai Nasional yang dipimpinnya memenangkan 207 dari 300 kursi parlemen. Partai terkuat kedua (Liga Awami) mendapat tak sampai 40 kursi. Hasina, putri Sheik Mujib yang mendirikan partai itu pun menyingkir ke India. Kematian Zia membut Hasina kembali dan bertekad membangkitkan partainya Tetapi dalam pemilu 15 November, Liga Awami masih ketinggalan 8 juta suara dari lawannya. Hossain segera menuduh, hasil pemilu ini telah dimainkan. Anggota parlemen dari partai ini pun mencoba memboikot upacara pelantikan Abdus Sattar (20 November). Keesokan harinya, Liga Awami mengadakan rapat umum di Lapangan Baitul Mukarram, Dakka, meneguhkan tekadnya menentang pemerintahan baru. Hasina dan Hossain menuduh Partai Nasional telah melakukan intimidasi, gangguan dan tekanan terhadap para pemimpin Liga Awami di seluruh penjuru negara. Dalam suasana demikian, tentu angkatan bersenjata Bangladesh merasa tuntutannya beralasan, agar peranannya jangan diabaikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus