Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejarawan Bondan Kanumoyoso melacak kehidupan Abah Falak di Kota Bogor.
Ia mendapati Abah Falak adalah salah seorang guru Kiai Haji Hasyim Asy'ari.
Abah Falak semasa hidupnya disegani oleh umat dari berbagai agama.
BERBALUT kemeja batik bermotif sekar jagad dan berpeci hitam, Bondan Kanumoyoso duduk bersila dengan khusyuk. Mulutnya komat-kamit melafalkan doa di depan makam Kiai Haji Tubagus Muhammad Falak alias Abah Falak di kompleks Pondok Pesantren Al-Falak, Pagentongan, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat, 1 Oktober lalu. Kehadiran Bondan siang itu disambut cicit Abah Falak, kiai muda Achmad Ubaidillah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bondan, 48 tahun, datang untuk bersilaturahmi, berziarah, sekaligus melacak sejarah dan kiprah Abah Falak. Sejarawan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, ini ingin mengenal lebih jauh sosok Abah Falak setelah membaca kisahnya di edisi khusus Tempo, Mei 2020. “Di situ (Tempo) tertulis banyak ulama besar berguru pada Abah Falak saat di Mekah, salah satunya Kiai Haji Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama). Pasti gurunya juga sosok yang hebat,” kata Bondan kepada Tempo di sela-sela ziarah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Abah Falak adalah ulama penting dalam syiar Islam di Nusantara. Ia tokoh penggerak perlawanan petani terhadap pemerintah kolonial Belanda di tanah kelahirannya di Banten. Sepak terjangnya dikenal dengan peristiwa Geger Cilegon pada 1888. Ubaidillah bercerita, setelah kemerdekaan, para pejabat kerap menemui Abah Falak untuk meminta nasihat. Ketika sedang tinggal di Istana Bogor, kata dia, Sukarno juga beberapa kali menyambangi Abah Falak.
Wafat pada 19 Juli 1972 pada usia 130 tahun, Abah Falak tokoh yang sangat dihormati baik umat Islam maupun umat agama lain. Ubaidillah mengatakan, pada 1960-an, banyak umat Kristiani datang ke Pagentongan untuk meminta nasihat. “Abah Falak dahulu terkenal dengan julukan Syekh Al-Fatihah, karena apa pun permasalahan orang yang datang, Abah pasti meminta mereka untuk membaca Surat Al-Fatihah sebanyak 1.000 kali,” tutur Ubaidillah.
Mengamati kiprah ulama-ulama Nusantara sambil berziarah bukan hal baru bagi Bondan. Putra Bondan Gunawan, Menteri Sekretaris Negara era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, itu mulai mendalami perihal kaum nahdliyin sejak tahun pertama berkuliah di Program Studi Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada 1991. Ayahnya saat itu “menitipkan” Bondan kepada Gus Dur. Bondan telah berkali-kali diajak Gus Dur berziarah ke makam ulama di beberapa daerah.
Bondan menyerap wawasan tentang Islam yang rahmatan lil alamin dari Gus Dur, yang membuatnya berpandangan pluralis. Minatnya terhadap isu-isu seputar sejarah Indonesia dan pluralisme itulah yang membawanya ke Pagentongan untuk mengenal lebih jauh Abah Falak. “Melacak sejarah sambil ngalap berkah,” ujar doktor sejarah lulusan Universitas Leiden, Belanda, itu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo