Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Atlet panjat tebing Nurul Iqamah mengalami fobia ketinggian saat masih kecil.
Ia melawan rasa takut atas ketinggian dibantu kakak perempuannya.
Nurul sukses meraih prestasi dalam berbagai kejuaraan panjat tebing.
ATLET panjat tebing nasional Nurul Iqamah sempat tak menyukai olahraga yang membesarkan namanya. “Alasannya sederhana: saya takut ketinggian,” ujar Nurul, 26 tahun, kepada Tempo, Senin, 4 Oktober lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nurul takut berada di tempat yang tinggi atau akrofobia sejak masih bocah. Tak mudah baginya menyingkirkan rasa takut itu. Berkat kakaknya, Fitrah Rahma, yang gigih memupuk keberaniannya, Nurul perlahan-lahan mulai berani berada di ketinggian dan bahkan menekuni panjat tebing. Fitrah, yang sudah lama menggeluti sport climbing, selalu mendorong dan menyemangati adiknya untuk mencoba. “Saya tetap lanjut memanjat di wall. Tidak boleh menoleh ke bawah. Jadi harus bener-bener melihat ke atas terus,” kata Nurul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama satu pekan pertama Nurul berfokus mengasah keberanian memanjat papan. Makin tinggi poin pada papan panjat yang dipijaknya, makin dia tidak boleh menoleh ke bawah agar rasa takutnya tidak muncul. Tak jarang Fitrah mengiming-imingi adiknya makanan jika berhasil memanjat dari papan empat ke papan tujuh. "Pulangnya diberi nasi goreng atau jajan," ucap Nurul.
Pelan tapi pasti, rasa takut itu sirna. Awalnya hanya main-main, Nurul telaten menekuni panjat tebing sejak berusia 10 tahun. Perempuan kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat, ini mengawali kariernya sebagai atlet dalam kejuaraan nasional di Bali pada 2006. Ia terpilih masuk tim karena kontingen NTB kekurangan atlet. Nurul belum meraih gelar juara ketika itu. Dia baru meraih medali pertamanya tujuh tahun kemudian.
Sejak itu, Nurul terus mendulang prestasi. Pada Pekan Olahraga Nasional (PON) 2016 di Jawa Barat, ia merebut medali perunggu kategori boulder perorangan. Satu tahun kemudian, ia meraih medali emas kategori lead dalam kejuaraan nasional Federasi Panjat Tebing Indonesia di Yogyakarta. Ia bahkan melebarkan sayapnya dengan mengikuti kejuaraan dunia.
Mengawali karier panjat tebing di nomor lead dan boulder, Nurul sempat kesulitan ketika beralih ke nomor speed pada 2018. Tingkat kecepatan yang bertolak belakang dengan dua nomor sebelumnya membuat dia kewalahan. “Dulu saya manjat pelan, sekarang harus cepat,” tuturnya.
Beruntung Nurul dikelilingi rekan dan pelatih di pemusatan latihan nasional yang selalu mendukung sehingga dia bisa memacu bakat terpendamnya. Kini ia justru menyenangi nomor baru tersebut. “Pertama kali mencoba speed world record, catatan waktu saya 12 detik. Sekarang tembus 7 detik,” ujar peraih medali emas nomor speed, combine, dan speed relay dalam Kejuaraan Asia Panjat Tebing 2019 itu.
Tahun ini Nurul tampil di PON Papua mewakili NTB. Ia ikut menyumbangkan medali emas di nomor boulder beregu putri. “Ini kebanggaan tersendiri bagi kami sejak NTB mengikuti PON karena ini emas pertama,” kata Nurul. Dari takut ketinggian menjadi penakluk ketinggian.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo