"TADINYA saya ini orang rasional. Tapi selama haji saya tak ada
kritik terhadap kekuasaan Tuhan," ujar Soebadio Sastrosatomo,
bekas Sek-Jen PSI, 59 tahun. Ia dan istrinya, Maria Ulfah SH,
berangkat haji 24 Oktober lalu dan kembali 10 November-bersama
Hariman Siregar dan lainnya.
Mengaku selama ini jarang sembahyang.lima waktu (meski "puasa
dan zakat selalu saya kerjakan"), Soebadio yang dibesarkan oleh
bapak yang taat beragama Islam dan ibu yang kejawen itu --
menyebut kepergiannya ke Mekkah itu "lebih banyak sebagai
peningkatan pribadi daripada secara formal menunaikan rukun
Islam kelima."
"Tetapi setelah haji ini, saya akan laksanakan rukun-rukun yang
lain, seperti sholat itu," sambungnya. Pengalamannya ketika
menunaikan ibadah tersebut dikatakannya "sangat nikmat".
Kemudian dia menunjuk peristiwa lain yang memberi kesan hampir
serupa. Zaman Jepang, ketika berusia 24 tahun, jiwanya
memberontak setiap kali melihat kawan-kawan seperjuangannya yang
'ditaklukkan' Jepang -- disuruh apel setia terhadap penjajah dan
menyembah Tenno Heika menghadap Timur. Gejolak jiwanya itu
"menimbulkan pengalaman mistik pada diri saya," katanya. Dia
menjadi tidak takut kepada siapapun, kecuali Tuhan.
"Tapi kepercayaan terhadap Tuhan saja tidak cukup untuk melawan
imperialisme. Saya kemudian banyak membaca buku." Dan di Madinah
itu, ketika rombongannya, termasuk istrinya, Ny. Saparinah Sadli
dan lain-lain menziarahi beberapa tempat, Soebadio hanya tinggal
di pengi napan sebab terserang demam yang dirasanya aneh.
"Entah demam benar, entah fantasi saya saja," katanya. Yang
jelas, waktu itu, sehabis sembahyang, tiba-tiba dia seperti
mendengar suara gaib. Dan, "saya merasa bahwa dosa saya
diampuni," ujarnya. "Benar-benar nikmat rasanya. Saya 'bertemu'
Tuhan dan dekat denganNya."
Dalam hidupnya, Soebadio pernah ditawan Jepang 3 bulan, ditahan
Sukarno 5 tahun, dan terakhir 2 tahun ketika dituduh ikut
menghasut mahasiswa dalam peristiwa 15 Januari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini