Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Empatbelas Abad Pelaksanaan Cetak..

Sosiolog e. gellner mengatakan bahwa islam lebih menyerupai suatu cetak biru sosial daripada lainnya. revolusi iran puncaknya gejala spektakuler kebangkitan kembali islam pada abad ke-14 hijriyah.

1 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG Muslim di mana saja mengatakan bahwa agamanya adalah yang paling lengkap dan sempurna. Iman ini sering mendapatkan dukungan dari hasil pengamatan pihak yang lebih netral. Sosiolog E. Gellner misalnya mengatakan bahwa Islam lebih menyerupai suatu cetak biru sosial (dari Tuhan) dari pada lainnya. Sifatnya yang menyeluruh sebagai gerakan sosial secara amat penting membedakan Islam dari agama-agama lain. Karena itu, kata Cellner, adalah sangat menarik memperhatikan keberhasilan dan kegagalan implementasi cetak biru itu untuk menguji teori-teori tentang hubungan antara kepercayaan dan kenyataan sosial. Sebagai cetak biru sosial, apakah Islam berhasil? Seorang yang beriman pasti menjawab dengan positif. Bukti keberhasilannya ialah sejarah Nabi Muhammad sendiri dan para khalifah sesudahnya. Sebagai pembangun agama, Nabi Muhammad adalah yang paling sukses dibanding dengan pembangun agama lain manapun juga. Cerita sukses Rasulullah dan para khalifahnya itu meninggalkan bekas yang mendalam dalam cara berpikir kaum Muslimin. Para failasuf Islam seperti Ibn Sina, al-Farabi, Ibl Rushd dan lain-lain menetapkan doktrin bahwa ajaran yang benar harus sukses dalam implementasinya. Sebab mereka dalam berfilsafat selalu membayangkan ketokohan Nabi Muhammad sebagai lambang kesuksesan dan contoh ideal atau uswah. Menurut Prof. Fazlur Rahman tekanan kepada faktor sukses itu merupakan ciri utama filsafat Islam dan membedakannya dari filsafat Yunani yang berkembang saat itu. Tetapi berpegang kepada doktrin sukses mungkin lebih mudah bagi kaum muslimin abad-abad pertama itu daripada abad-abad terakhir ini. Jika masa permulaan itu Islam ditandai oleh kemenang demi kemenangan, saat-saat terakhir ini justru menunjkan gejala sebaliknya: bangsa-bangsa Muslim dikalahkan dan dijajah oleh bangsa-bangsa non-Muslim. Maka timbul pertanyaan ya? sangat mengusik hati: Mengapa Tuhan membiarkan para pendukung cetak birunya kalah? Atau apakah cetak biru sendiri sudah kehabisan masa-berlakunya? Pertanyaan itu secara pasti dijawab ummat Islam dengan negatif. Tuhan tidak membiarkan recanaNya terbengkalai. Dan rencana Ilahi itu tetap mempuyai validitas. Tidak ada sesuatu yang salah pada Tuhan dan agamaNya. Yang salah ialah ummat Islam, yaitu komunitas dari orang-orang yang mengaku memeluk agama itu. Dan lagi, "Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada suatu bangsa sehingga mereka itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri," (Q. III, 11). Berdasarkan itu maka disimpulkan dengan pasti bahwa ummat Islam telah mengalami perubahan dan penyimpangan dari jalan yang benar. Karena komunitas yang disebut ummat Islam itu terbentuk oleh adanya konfigurasi kultural dan institusi sosial yang tumbuh bersama tradisi, dan karena berbagai unsur radisi itu terbentuk oleh berbagai penafsiran dan pemahaman orang-orang Islam sendiri tentang agamanya, maka yang diperlukan ialah mengkaji dan menilai kembali penafsiran dan pemahaman masyarakat itu. Inilah yang dilakukan oleh mereka yang disebut para mujaddid atau pembaharu. Paling terkenal di antaranya ialah Ibn Taimiyya (wafat 728H/1328M) dari Suriah, yang kemudian berpengaruh kepada dan diteruskan oleh Muhammad ibn Abdul Wahhab (wafat 1206H/1791M) dari Jazirah Arabia. Mereka ini mewakili gerakan pembaharuan yang lahir dari dalam dinamika masyarakat Islam sendiri, tanpa sesuatu stimulan dari luar. Tapi ide mereka juga berpengaruh besar kepada para mujaddid lainnya yang bergerak sebagian karena distimulir oleh adanya kontak antara Islam dengan Barat dalam satu dan lain bentuk. Termasuk para pembaharu kelompok kedua ini ialah Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rashid Ridla, Sayid Ahmad Khan, Zia Gokalp, Agus Salim, dan lin-lain. Pikiran merekalah yang sebegitu jauh banyak memberi perkembangan masyarakat Islam di zaman modern, sejak dari Marokko sampai Indonesia. Kemudian pada penghujung abad keempat belas Hijriyah ini, seperti kita ketahui, muncul berbagai gejala spektakuler kebangkitan kembali Islam, dengan Revolusi Iran sebagai puncaknya: Banyak ahli yang mencoba menerangkan hakikat Revolusi Iran itu, tetapi agaknya banyak pula yang tidak dapat menerangkannya sama sekali, dan menolak berbagai keterangan yang ada. Salah satu yang menarik tentang Revolusiitu ialah bahwa ia didukung dan dipelopori para mahasiswa dan kaum intelektual modern. Peranan Khumaini memang sangat penting. Tetapi daA satu pandangan teori sosial, ia sebenarnya tidak lebih dari tokoh simbul dan penyederhana persoalan masyarakat yang terjadi. Tokoh serupa itu, menurut Karl Deutsch, memang selalu diperlukan dan muncul dalam situasi kritis dan perubahan sosial yang besar. Maka yang sesungguhnya teramat penting dalam gejala Islam modern ialah berkembangnya pengaruh kaum intelektual Muslim hasil pendidikan Barat modern, khususnya dalam dekade terakhir ini. Seperti tercermin dalam dukungan kaum intelektual Iran kepada Revolusinya, perkembangan kaum intelektual Muslim itu tidak hanya terbentuk di dalam negeri-negeri Muslim sendiri, tapi juga di luarnya, khususnya Eropah dan Amerika. Pendidikan dan ilmu pengetahuan modern itu menjadi bahan bagi adanya keyakinan baru pada kaum Muslimin, dan meneguhkan kesadaran identitas mereka. Maka seringkali timbul fenomen bahwa kelompok intelektual Muslim itu membentuk gerakan-gerakan yang militan. Kalangan non-Muslim senantiasa mempunyai kesan bahwa ummat Islam cenderung untuk militan dan fanatik. Banyak keterangan diberikan untuk gejala ini. Antara lain dikatakan bahwa hal itu terjadi karena orang-orang Muslim umumnya mempunyai perasaan lebih terhadap ummat lain. Ini pun bukannya tanpa alasan. Islam termasuk satu rumpun dengan Yahudi dan Kristen. Tetapi, menurut Max Weber, monotheisme yang keras merupakan sifat utama Yahudi dan Islam. Sedangkan dalam Kristen terdapat doktrin-doktrin yang menghalanginya dari monotheisme yang murni (strict). Kristen dan Islam memiliki segi persamaan dalam hal universalismenya, sedangkan Yahudi adalah agama yang nasionalistik. Maka Islam adalah yang memiliki sekaligus monotheisme murni dan universalisme. Kedua prinsip itu merupakan sumber energi Islam yang sangat kuat. Satu lagi sumber kekuatan Islam, yaitu keyakinan tak tergoyahkan kaum Muslimin tentang keotentikan kitab suci mereka. Seorang orientalis mengatakan bahwa sebagai agama termuda, Islam "beruntung" muncul ketika peradaban tulis menulis telah mencapai tingkat yang mantap, dandi masa perkembangan bahasa Arab mencapai taraf yang sangat tinggi. Kesemuanya itu memungkinkan pendokumentasian al-Qur'an secara rapi dan otentik sejak masa hidup Rasulullah sendiri. Dengan latar belakang itu semua, Islam berkembang terus dengan penuh vitalitas. Dan saat ini perkembangan itu nampak sedang mencapai titik yang tak lagi bisa dikembalikan. Sudah tentu ini adalah sesuatu yang sangat memberi harapan kepada Dunia Islam. Walaupun begitu, masih saja terdapat celah untuk mempertanyakan keabsahan dan ketepatan berbagai segi implementasi kongkrit yang dipilih oleh para proponen politiknya. Misalnya, nampak bahwa kebanyakan mereka itu belum mampu memandang ke seberang halhal yang sesungguhnya kurang strategis dan bukan essensi utama Islam -- seperti hukum-hukum potong tangan, rajam dan cambuk, persoalan-persoalan bunga bank, cadar dan pakaian wanita, serta lagu-lagu dan musik Barat. Nampak pula kebanyakan mereka masih juga mengalami kesulitan menangkap dan meresapi prinsip-prinsip Islam yang lebih utama, khususnya Keadilan Sosial, Demokrasi, dan Kemanusiaan. Padahal prinsip-prinsip itu berulang kali diekspresikan dalam al-Qur'an dengan bahasa yang keras dan tegas, khususnya dalam Surat-surat pendek terakhir (Juz 'Amma) tapi juga dalam banyak Surat-Surat yang lain. Agaknya masih diperlukan tingkat sofistikasi berpikir yang lebih tinggi lagi untuk dapat menangkap prinsip-prinsip itu dan merumuskan kembali kerangka intelektualnya secara up to date. Kemampuan kaum Muslimin dalarn hal tersebut itu akan merupakan sumbangan amat berharga kepada dunia dan ummat manusia saat ini. Sebab, seperti dinyatakan oleh banyak pemikir, ummat manusia sekarang sedang menghadapi krisis yang bisa sangat dahsyat impaknya kepada peradaban. Sebagai blue print sosial pemberian Tuhan, Islam pasti mempunyai jawab dan mampu memberi penyelesaian atas persoalan ummat manusia sejagad ini. Tetapi, bukankah wahana dan perwujudan nyata Islam itu di muka bumi ini ialah ummat Islam sendiri? Ini berarti bahwa pertanyaan tentang kemampuan menjawab tantangan zaman itu tidak seharusnya ditujukan kepada Islam qua Islam, melainkan kepada ummat Islam, yaitu manusia nyata para pemeluk agama Allah itu. Untuk memperoleh penyelesaian atas persoalan itu semua di hadapan kaum Muslimin tersedia lembaran-lembaran Mushaf. Tetapi agar dapat menggali khazanah yang terkandung dalam Kitab Suci itu orang-orang Muslim nampaknya masih memerlukan peralatan yang agaknya sampai saat ini masih belum sepenuhnya dimiliki, yaitu ilmu-pengetahuan. Setelah iman, ilmu-pengetahuan adalah kunci pokok bagi adanya sukses dan kejayaan. "Allah mengangkat mereka yang beriman di antara kamu dan mereka yang berilmu-pengetahuan ke tingkat yang setinggi-tingginya " (Q. XLVIII, 11). Dan berkenaan dengan doktrin sukses dalam filsafat Islam tersebut di atas tadi, baik sekali direnungkan kembali sebuah tamsil-ibarat dalam al-Qur'an: "Adapun buih, maka akan sirna tanpa arti dan adapun yang bermanfaat untuk manusia maka akan tetap berada di bumi" (Q. XIII, 17). Dalam konteks firman Ilahy itu, buih adalah tamsil kepalsuan yang pasti gagal (zahuq), dan hanya Kebenaran yang akan bermanfaat untuk manusia dan pasti sukses (zhahir). Chicago, 10 November 1979

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus