KEMAJUAN teknologi perabot musik tak urung menggelisahkan
Idris Sardi, 44. "Karena teknologi sering membuat seniman
'tanggung' menjadi semakin malas dan manja," kata violis
terkenal itu. Pada zaman dulu, untuk mencari nada saja begitu
sulit. "Tapi sekarang, tinggal pencet," katanya. Keadaan itu
antara lain yang mendorongnya bersama Kris Biantoro dan Koes
Hendratmo mementaskan 'Pensi' alias perjalanan musik Indonesia
1940-1983 di Balai Sidang, Senayan, minggu depan.
Dengan mengerahkan sekitar 86 musisi - di antaranya 2 penyanyi
yang dipilihnya dengan kriteria "sebagai tonggak musik di
Indonesia", seperti Zaenal Arifin yang terkenal pada akhir 50-an
dengan band 'Teruna Ria' dan Koes Bersaudara - Idris ingin
generasi sekarang dapat memetik pelajaran dari situ. Selain itu,
cita-citanya yang bikin tidurnya tak nyenyak adalah: membuat
sebuah perkampungan musikus "Di perkampungan itu, nanti, para
musikus kita tidak hidup kere lagi. Tidak seperti sekarang,
seniman musik dipakai kalau sedang top, kalau tak laku dilihat
pun tidak," katanya berapi-api.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini