Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAMA Andhika Widi naik ke panggung, tapi tak memetik harpa. Untuk pertama kalinya, harpis 34 tahun itu tampil dalam teater musikal Belakang Panggung, yang berkisah tentang kekerasan seksual, di Auditorium Institut Prancis di Indonesia, Jakarta, 6-8 Maret lalu. “Saya juga korban pelecehan seksual,” kata Widi, Jumat, 13 Maret lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Widi berkisah, ia pernah disergap beberapa kawan sekelasnya saat sekolah menengah pertama di Rawamangun, Jakarta Timur. Mereka menyeretnya ke depan kelas, lalu menelanjanginya. Ia sangat ketakutan, tapi tak kuasa lari. “Mereka menganggap ini permainan. Setiap anak pasti kena jatah,” ujarnya tentang peristiwa yang sempat membuatnya merasa trauma itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Widi mengungkapkan, seorang kawan perempuan sempat bercerita bahwa pahanya pernah diraba laki-laki yang ditemuinya untuk urusan pekerjaan. Mendengar cerita itu, Widi kebingungan. Ia ingin membantu, tapi tak merasa mampu karena pelakunya berkuasa. Sang kawan pun tak leluasa bercerita kepada orang lain karena trauma dan khawatir mendapat stigma dari masyarakat yang biasanya justru menghakimi korban perundungan seksual.
Dengan membagikan kisahnya lewat pentas teater, Widi mengkampanyekan pesan bahwa korban kekerasan seksual membutuhkan ruang yang aman untuk berbicara. Ia berharap makin banyak korban perundungan berani bersuara sehingga masyarakat makin sadar bahwa kekerasan seksual sebenarnya kerap terjadi dan harus dihentikan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo