Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Serah terima jabatan

Letjen polisi, awaluddin djamin, 51, eks direktur lembaga administrasi negara dan duta besar ri untuk republik federasi jerman diangkat menjadi kapolri menggantikan jenderal polisi widodo budidarmo.(pt)

14 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"LAPOR! . . . Awaludin Djamin, Letnan Jenderal Polisi, telah menerima tanggung jawab . . . maaf . . . tugas dan tanggung jawab Kepala Kepolisian Republik Indonesia" laporan Awaludin di depan Menteri Hankam M. Jusuf, 26 September lalu. Sudah hampir 8 tahun Awaludin tidak atau jarang sekali mengenakan pakaian militernya -- sejak diangkat jadi Direktur Lembaga Administrasi Negara, Desember 1970. Upacara militer pun tidak pernah ditemuinya tahun-tahun terakhir ini, lebih-lebih ketika Awaludin diangkat jadi Duta Besar RI untuk Repuhlik Federasi Jerman sejak September 1976. Karena itulah, langkah Awaludin masih tampak santai saja ketika harus berjalan bersama dengan bekas Kapolri yang dulu, Jenderal (Pol) Widodo Budidarmo. Tali, tongkat komando dan tanda jabatan Kapolri seakan-akan merupakan hadiah ulang tahunnya yang ke-51 -- sehari sesudah upacara. April yang lalu -- ketika para duta besar RI dari negara-negara IGGI berada di Jakarta -- kabarnya Awaludin mendapat tawaran jabatan Kapolri ini. Tapi baru tanggal 21 September Awaludin tahu pasti bahwa dia mendapat tugas baru. Seminggu sebelumnya dia mendapat panggilan pulang dari Menteri Luar Ncgeri. Karena rumah pribadinya masih dikontrakkan, Awaludin dan isteri terpaksa menginap di Hotel Hilton - sementara ketiga puterinya masih berada di Bonn. Semuanya berjalan cepat. Jum'at 22 September Awaludin menghadap Presiden, dan keesokan harinya sehari penuh latihan baris-berbaris di Mabak. Senin 25 September, beberapa saat sebelum dilantik Presiden, Menhankam M. Jusuf bertanya: "Bagaimana, sudah pintar berbaris?" Lulus PTIK tahun 1955, orang Padang ini pernah duduk sebagai anggota DPRGR, Menteri Tenaga Kerja (1966) dan Deputy Pangak Khusus merangkap penasehat Menteri Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara) di tahun 1968. Ia menantu pertama ir. Haji Djuanda dan salah seorang pendiri Imada (Ikatan Mahasiswa Jakarta). Waktu itu, awal 1950an, ia mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kepada pers Awaludin hanya berkata "Belum berani bicara apa-apa." Ketika pers mendesak lagi tentang rencana kerjanya, dia berkata: "Masih memerlukan waktu untuk mempelajari." Ketika didesak bagaimana cara mengatasi kekalutan tubuh Polri, dia menjawab: "Sebagai bekas orang Lembaga Administrasi Negara, saya baru akan bekerja setelah mempelajari."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus