DUNIA seakan berhenti berputar bila Heidi Elizabeth Evelien Estelle Awuy mulai memetik dawai-dawai harpanya. Itulah kata orang yang pernah duduk terpaku menonton pertunjukannya. Yang jelas, si cantik dan harpanya menjelang Tahun Naga Emas kini berputar di kalangan elite Jakarta. Seminggu sekali ada saja yang mengundangnya dalam acara perkawinan atau acara lain. Cewek 26 tahun berkulit bersih sebening denting harpanya itu mulai dikenal setelah ia melentingkan lagu-lagu di Balai Sidang Senayan, Jakarta, sekitar lima tahun lalu. Ia lulusan sebuah institut musik di Swiss tapi baru belajar memeluk harpa di Bangkok, ketika Thobias Awuy, ayahnya, seorang diplomat Indonesia, ditugaskan diibu kota Muangthai. Penggemar musik di Indonesia makin mengenalnya setelah ia pun tampil di Orkes Telerama TVRI, suatu malam di tahun 1984. Lalu berapa Heidi dibayar? Sebagaimana orang Timur, ia cuma memberikan "ting" dari bibirnya, tersenyum. Tapi karena ia pun berdarah Kanada dari ibunya, lalu katanya, cukup untuk membeli persediaan dawai harpanya, agar ia selalu siap setiap saat. Bila harpa Heidi punya 47 dawai dan tiap dawai kira-kira harganya Rp 10.000, mestinya setidaknya ia mengantungi setengah juta rupiah sekali diundang. Benar? Heidi tak menjawab. Ia malah bercerita, guna menjaga keterampilan jari-jari dan kepekaan rasa, ia setiap hari harus berlatih hampir lima jam. "Anehnya, saya nggak pernah bosan," dentingnya. Bila Heidi bosan, jangan-jangan dunia benar-benar berhenti berputar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini