"PERCAYALAH pada suami saya. Dia tidak pernah bermaksud akan
membunuh Presiden", demikian tulis nyonya Sunarti Nasution
kepada Ratna Sari Dewi, di bulan-bulan sesudah G-30-S PKI,1965.
Ini adalah komentar dari isteri Jenderal (pensiun) Nasution,
setelah seorang wartawan Mainichi Shimbun akhirnya berhasil
memuat otobiografi Dewi, yang kini dimuat secara bersambung di
majalah Bungei Shunyu, yang biasanya menulis berbagai artikel
juga karya-karya sastra. Harian Kompas berhasil menginterviu
wartawan itu, yang kabarnya teman lama Dewi. Di sana disebutkan
Dewi berkirim-kiriman surat dengan ny. Nasution, di saat gawat
setelah G-30-S meletus.
"Saya tahu Dewi, tapi saya baru pertama kali kenal setelah ada
kejadian G-30-S", ujar nyonya Nasution, 52 tahun."Pada
prinsipnya, saya ini menentang suami mempunyai isteri lebih
dari --satu. Tapi karena keadaan waktu itu,kami berkorespondensi
untuk pertukaran informasi. Tidak secara langsung tapi lewat
seorang perantara. Saya tidak ingat di mana surat Dewi saya
taruh. Juga tidak ada waktu untuk mencarinya kembali". Sementara
itu Dewi rupanya menyimpan surat-surat nyonya Nasution dengan
rapinya.
Ny. Nasution (kini aktif dalam kegiatan sosial di BPKKS dan
Dewan Nasional untuk Badan Kesejahteraan Sosial), mengatakan
bahwa ada beberapa hal yang tidak cocok dengan tulisan Dewi.
Katanya: "10 Oktober 1965, atas usaha Kostrad, pertemuan antara
Sukarno - Dewi dan keluarga kami, berlangsung di Istana, untuk
pernyataan bela sungkawa". Tapi tidaklah betul kalau Dewi
mengatakan bahwa hadir pula malam itu Chaerul Saleh (alm,),
Leimena dan Subandrio. Kata nyonya Nasution lagi. "Sebagai
pemikiran setelah suasana itu, suami saya kemudian mengajukan 5
pasal cara-cara penyelesaian G-30-S, dan baru beberapa hari
kemudian, para janda Pahlawan Revolusi kemudian diundang ke
istana. Kami sendiri, tidak hadir dalam pertemuau itu". Usul
jenderal Nasution waktu itu antara lain: mengangkat segera
MenPangad baru (satu-satunya calon adalah Mayor Jenderal
Suharto, kini Presiden), perombakan pimpinan AURI yang terlibat,
pembubaran partai politik atau ormas yang terlibat G-30-S dan
penertiban badan-badan intel yang jadi sumber fitnah.
Nenek dari 3 orang cucu ini sekali lagi berkata: "Adalah fitnah
belaka kalau suami saya mau membunuh Presiden. Dan hal ini sudah
dijelaskannya dalam Pelengkap Nawaksara, ketika dia masih duduk
sebagai Ketua MPRS yang melantik Suharto jadi Presiden". Juga
disangkalnya tulisan Dewi yang mengatakan bahwa 9 Nopember
1965, Dewi telah menyelenggarakan suatu makan malam di mana
hadir Leimena, Syarief Thayeb segala "Itu tidak betul. Menurut
ingatan saya, yang hadir hanyalah keluarga Suharto, Nasution,
Sukarno. Duta Besar Jepang Saito dan 2 orang wartawan Jepang
untuk membuat foto. Usaha Dewi ini adalah usaha lanjutan untuk
bagaimana sebaiknya mencari penyelesaian peristiwa G-30-S".
Dalam buku Cindy Adams My Friend the Dictator. Ada juga
disebutkan bagaimana Adam Malik menemui Dewi agar dia bisa
membujuk Sukarno ke luar negeri. Tapi Bung Karno menolak karena
"saya akan disangka melarikan diri.Dan Sukarno bukan orang yang
macam itu", tulis Cindy Adams.
Bungei Shunyu selanjutnya menulis pula tentang Hartini.
Menurut Dewi: "Hartini adalah orang kiri. Tapi dia akan melakukan
segala sesuatu untuk membuat senang laki-laki". Dewi percaya
bahwa Hartini bekerjasama dengan Subandrio, yang menurut Dewi
mempunyai ambisi jadi Presiden. Omar Dhani kepingin jadi
Panglima ABRI dan Hartini akan puas jadi Ibu Negara. Tulis Dewi
lagi: "Tahun 1963, berkat pimpinan nyonya Subandrio, Kowani
pernah mengusulkan (membuat resolusi) agar Hartini dijadikan Ibu
Negara". Biarpun bcberapa tahun yang lalu Kartika Sari telah
berlibur ke Jakarta dan menginap serta diurus oleh Hartini dan
Mas Agung, hal ini tidak memadamkan kebencian Dewi terhadap
Hartini. Maklum, sesama isteri dari satu laki-laki. Kata Dewi
lagi: "Saya pernah bertanya pada Bapak, mengapa dia menikahi
Hartini. Dijawab karena semua orang menentang Hartini. Diakui
oleh Sukarno, hal ini nyaris mengorbankan kursi
kepresidenannya". Dewi sendiri pernah mengaku pada Cindy Adams
mengapa dia mau kawin Dengan Bung Karno: "Karena di balik
kegemerlapan pakaian kebesarannya, dia adalah laki-laki yang
kesepian dan sering murung.
Berdasarkan buku harian Dewi Bungei Shunyu juga memuat tanggal
(21 Maret 1966) di mana Dewi main golf dengan (waktu itu) Pd.
Presiden Suharto. "Memang Dewi waktu-waktu itu berusaha keras
untuk membantu mencari jalan penyelesaian yang paling baik buat
suaminya", kata Sunarti Nasution. "Saya tidak kenal Dewi
sebelumnya. Sampai saat ini saya bertemu Dewi cuma 4 kali. Dua
kali bersama Sukarno ketiga kali ketika Bung Karno meninggal dan
sekali lagi ketika anak saya sakit dan saya bawa ke Tokyo.
Bertamu dengan Dewi di sana. menurut pendapat saya, dia cantik.
Itu sudah pasti. Juga dia pintar, Baik dalam berdiplomasi.lebih
dari itu saya tidak tahu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini