PERLU tidaknya Indonesia ikut meramaikan kontes cewek ayu
sejagat, belakangan ini mirip teka-teki saja. Padahal 10 tahun
silam kontes semacam itu pernah meriah di negeri kita. Nama
Lydia Arlini Wahab, misalnya, mencuat dari gelanggang ini: dia
Miss Indonesia 1973. Ternyata gelar itu membawa berkah bagi
hidupnya. Kini dia sibuk selaku konsultan kecantikan di sebuah
perusahaan kosmetika di Jakarta. Ini antara lain berkat
pengalamannya mengikuti serangkaian kontes cewek ayu di manca
negara, termasuk pemilihan Miss Universe 1975 di El Salvador.
Hingga ia menyarankan, "Sebaiknya resmi saja pemerintah yang
mengatur seperti dulu itu," ujarnya. Sebab dia risau juga dengan
cara pengiriman yang mencuri-curi. "Kalau sampai yang dikirim
itu yang aduh . . .. kan malu, dia mewakili Indonesia," katanya.
Lydia tak sependapat dengan pandangan yang menuding urusan
kontes sebagai melulu menatap-natap paha. "Kecerdasan juga
dihitung," katanya bersemangat, "nah, sekarang kan banyak gadis
kita yang cantik dan juga pintar-pintar." Cuma ada satu
nasihatnya. "Untuk ikut kontes semacam itu, kita harus siap
mental, karena banyak godaannya." Akan halnya dirinya, "waktu
itu saya sudah punya pacar," tuturnya sambil memandang dua
anaknya, masing-masing 6 dan 4 tahun. Ayah anak-anaknya itulah
-- Kapten Rianzi -- yang dulu menjadi backing-nya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini