REVOLUSI sosial meletus di Sumatera Timur, 3 Maret 1946. Penggeraknya orang kiri yang "anti-feodal". Sasaran mereka adalah kaum bangsawan sekeluarga. Yang terparah mengalaminya keluarga Sultan Langkat. Istananya sampai dibakar. Bahkan mereka membunuh penyair Amir Hamzah, meski ia jelas wakil Republik untuk daerah Langkat. Ia memang "berdarah biru" dan menantu Sultan Langkat Tengku Mahmud Abdul Jalil ibn Tengku Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmatsyah. Inilah sultan ke-3 dan terakhir di Kerajaan Langkat. Pada 20 -Maret 1946, Tengku Amir Hamzah gelar Pangeran Indra Putra dipancung. Algojonya, Mandor Yang Wijaya. Orang kesayangan Amir ini diperalat para pengacau itu. Berdasarkan pengakuan Mandor Yang di Pengadilan Negeri Binjai diketahuilah tempat Amir dibunuh dan dikuburkan, yakni di Kuala Begumit, Langkat, Sumatera Utara. Tiga tahun kemudian, November 1949, kerangka almarhum dibongkar dan dimakamkan secara layak di pekuburan keluarga Sultan di Masjid Azizi Tanjungpura, Langkat. Mandor Yang meninggal di penjara Binjai, 15 Juni 1951, sebelum habis menjalani hukuman 20 tahun. Rekaman tentang tragedi itu ada dalam memoar Tengku Kamaliah, istri Amir Hamzah. Ia menulis: "Suatu pagi di bulan Maret 1946. Serombongan Barisan Pemuda berbaris sambil bernyanyi-nyanyi lewat di depan Istana Langkat. Sor-e, beberapa orang datang ke Istana mengambil Amir dengan alasan 'dipinjam' sebentar. Nanti akan dibawa kembali . . .". Namun, Amir tidak pernah dikembalikan. Belakangan, mereka menyebar tuduhan bahwa Amir "pengkhianat". Ternyata mereka membunuhnya. Dalam catatan Tengku Kamaliah -- yang sangat mencintai Raja Penyair Pujangga Baru itu -- ada 12 orang yang menghabisi suaminya itu. Beberapa kini masih hidup. Tengku Kamaliah meninggal tahun 1961. Memoar itu saya baca pada 7 Januari 1975, seizin Tengku Tahura Alautiah -- anak satu-satunya Amir Hamzah dan Tengku Kamaliah. Resminya Amir menamai putrinya Serinda Unai. Sehari-hari sampai sekarang akrab dipanggil Koyong. Ketika musibah menimpa keluarganya, umur Koyong 7 tahun. "Saya ingat waktu itu Ibu sangat takut. Sehingga semua dokumen dibakarnya," katanya mengenang. Ada beberapa yang luput. Salah satunya beslit pengangkatan ayahnya sebagai Asisten Residen Bangkat. Adalah Mr. Teuku Mohd. Hasan, Gubernur Sumatera, berkedudukan di Bukittinggi, mengangkat Tengku Amir Hamzah menjadi Asisten Residen Langkat, dengan status Kepala Perwakilan Pemerintah RT di Kota Binjai. Beslitnya nomor 5, tanggal 29 Oktober 1945. Petikannya dibuat Mas Tahir, Sekretaris Gubernur. Waktu itu Amir menetap di Pangkalanbrandan, Langkat. Amir dipercayai, menurut Mr. Hasan, karena memang berjuang untuk Indonesia. "Secara pribadi saya mengenal Amir tak pernah memuja Belanda. Saya berteman sejak di Sekolah Hakim Tinggi, di Jakarta," kata Mr. Hasan kepada saya. Pengangkatan Amir merupakan strategi Mr. Hasan untuk daerah Kerajaan Langkat. "Amir diharapkan bisa berdiplomasi dengan mertuanya, Sultan Langkat, agar mendukung Republik. Saya tahu pendiriannya, sehingga Amir Hamzah ditetapkan menjadi wakil republik di daerah Langkat," tutur Mr. Hasan. Saat bujukan itu berjalan, "revolusi gila" itu memangsa Amir. Sebagai penyair, Amir Hamzah dikenal luas. Dan salah satu bukti jiwanya adalah Republikein, mari kita simak sajaknya: Ke bawah Paduka Indonesia Raya, Ke bawah lebu Ibu Ratu, Ke bawah kaki Sendiri Dewi. Meski hanya tiga baris, sajak itu dikerjakan sejak tahun 1928 hingga 1935. Pengendapan yang panjang itu berlangsung ketika ia di Batavia, Solo, dan kembali di Jakarta dulu Batavia). Konon, penyair ini juga terlibat dalam proses melahirkan Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Pada 10 November 1975 pemerintah RI mengangkat Amir Hamzah menjadi Pahlawan Nasional. Zmp
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini