Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Ws rendra membaca sajak

Pembacaan sajak-sajak di taman ismail marzuki, dalam acara penutupan temu sastra 1982, antara lain: ws rendra, sutardji calzoum bachri, taufik ismail, putu wijaya. (pt)

18 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKITAR 600 pengunjung yang memenuhi Teater Arena Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis malam pekan lalu sebentar-sebentar keplok. Suasana di dalam teater yang banyak dikunjungi anak muda itu memang riuh dan panas. Ada apa? Rupanya Hendra sedang membawakan beberapa syairnya yang baru, setelah lebih empat tahun menghilang dari pentas TIM. Tetap gagah, nampak muda, Rendra, 47 tahun, yang menyemir hitam rambutnya itu paling mempesona, dan memikat hati penonton, dalam acara penutupan Temu Sastra '82. Ia mengundang keplok melalui puisi-puisinya yang mengkritik ketimpangan sosial. Tapi sekali ini, Rendra tak hanya mengkritik, dan memberontak. Ia juga bisa mengucapkan terima kasih ketika mendeklamasikan sebuah sajak untuk Ken Zuraida, istri ketiganya: Kalau aku belikan rumah untukmu/ engkau akan tersenyum/ Tetapi kalau aku bacakan sajak/ engkau akan melonjak gembira. Lalu Rendra memberi salam kecup kepada Ken yang berada di tengah penonton. Dan berkata: "Bersamamu, Ma, aku melalui sampah-sampah dan sekarang bersajak lagi." Malam itu ia membawa anaknya yang dari Ken, Isaias Sadewa, yang akhirnya tergeletak tidur di lantai. Rendra, pencetus dan pemimpin Bengkel Teater Yogya, diluar dugaan, menghadiahi dua puisi sanjungan buat Hariman Siregar, tokoh mahasiswa yang lama di penjara gara-gara peristiwa 15 Januari. "Hariman, aku penyair. Tetapi engkau lebih tahu tentang sastra daripadaku. Bacaanmu banyak, koleksi lukisanmu banyak dan mengikuti zaman . . . ' Adalah Hariman yang memberikan Rendra novel terakhir Oriana Fallaci, berjudul A Man, tentang wawancara panjang wartawati itu dengan Aleikos, penyair Yunani pemberani yang harus menderita dalam penjara. Maka Rendra yang kini kabarnya bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta, tak lupa mengkritik ke kanan dan ke kiri: " . . . kini mahasiswa, wartawan dan cendekiawan tidak berdaya." Tentu akan terasa lebih lengkap kalau Rendra juga menyebut "seniman". Tapi itulah Rendra, si burung merak, yang banyak diserbu para juru potret, sebelum Sutardji Cakoum Bachri mengakhiri jeritan-jeritan sajaknya yang urakan . Tardji, 41 tahun, yang belum lama menikah, tak nampak berubah. Ia, seperti biasa, mengundang tawa penonton, dengan gayanya yang khas, ketika membacakan sajak Shanghai. Sesekali dipeluknya mimbar itu, sesekali dinaikkannya salah satu kakinya ke mimbar, bak gerak orang bersanggama. Tapi penonton, yang rupanya lebih terpesona pada Rendra, berkomentar: "Tardji masih kalah sama Rendra." Si penyair bir pun menjawab lantang: "Penyair tidak bersaing melawan penyair, tapi bersaing melawan dirinya sendiri. Tahu." Yang tak banyak tingkah tapi masih menarik adalah Taufik Ismail. Ada 10 puisi dibacanya. Lucu-lucu dan kadang terasa menyindir halus. Selain empat penyair favorit, malam itu diramaikan pula oleh Putu Wijaya. Ia membacakan prosa, dari salah satu bukunya berjudul Merdeka nama seorang anak buahnya. Apa kata Darmanto Jt.? Penyair berambut kribo asal Yogya, yang kini menjadi dosen di Undip, Semarang, mungkin karena gemasnya, membawakan sajak yang mungkin baru terlontar malam itu. Judulnya: Hai, Sapi - Ini seminar atau pasar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus