Presiden Prabowo Subianto membawa komitmen dukungan dari sejumlah negara buat program makan bergizi gratis. Salah satunya datang dari pemerintah Cina yang menjanjikan pendanaan yang dilabeli dengan Food Supplementation and School Feeding Programme in Indonesia. Nota kesepahaman antara kedua negara jadi landasan kerja sama tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bantuan ini muncul lantaran Cina sudah menggelar program serupa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain dari Cina, Prabowo juga mengantongi dukungan dari pemerintah negara lain seperti Inggris, Amerika Serikat, Prancis, hingga Brazil. Dalam pernyataan bersama Inggris dan Indonesia yang dilansir di halaman gov.uk, pemerintah Inggris menyatakan dukungan muncul lantaran mereka memahami pentingnya nutrisi yang baik untuk mendukung edukasi serta membentuk pola pikir anak. Kedua negara masih akan berdiskusi membahas bentuk kerjasama ke depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda berharap pemerintah tak asal menerima tawaran bantuan, apalagi berbentuk pendanaan lewat pinjaman. Celios dalam kajiannya yang bertajuk "Makan Bergizi Gratis: Dampak Ekonomi dan Konsekuensi Defisit APBN” menyatakan program bergizi gratis bisa memberi nilai tambah sebesar Rp 61,68 triliun untuk pelaku usaha yang terlibat. Salah satunya, tenaga kerja di industri jasa makanan dan minuman bisa mengantongi nilai tambah hingga Rp 23,66 triliun. Angka ini muncul dengan asumsi pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp 71 triliun pada 2025 yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Keuntungan ini berpotensi berkurang jika pemerintah mengandalkan utang buat mendanai program makan bergizi gratis.
Selain itu, Huda menyatakan program ini bisa jadi disusupi oleh produk asal China yang diimpor dengan nilai yang fantastis. Proyek Rp 1,2 Triliun perharinya ini sangat menggiurkan buat investor.
Pengajar Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Peni Hanggarini, mengatakan risiko menyambut bantuan berkedok pinjaman. Pemerintah bukan cuma harus mempertimbangkan dampaknya ke ekonomi tapi juga dari sisi politik. Dia berujar, utang dapat menjadi instumen politik sebuah negara untuk mempengaruhi negara lain.
Video: Sekretariat Presiden, Sekretariat Wakil Presiden
Editor: Ridian Eka Saputra