Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETIKA Jusman Syafii Djamal menggantikan Hatta Rajasa sebagai Menteri Perhubungan, ia langsung memancang target ”Roadmap to Zero Accident”. Ketika itu, Mei 2007, masyarakat Indonesia sedang dirundung horor transportasi. Berita pesawat jatuh, kapal karam, kereta api anjlok, atawa bus terjun ke jurang memenuhi media massa. Tahun itu pula Eropa melarang pesawat Indonesia memasuki benua itu.
Jusman segera memprioritaskan aspek keselamatan transportasi. Hasilnya? Setelah dua setengah tahun, ada tendensi angka kecelakaan transportasi menurun. Tapi ancaman musibah tak kunjung berlalu. Belum lama, pesawat jenis MD-90 milik maskapai Lion Air terjerahap ketika mendarat di Bandar Udara Soekarno-Hatta.
Upaya men-”zero”-kan kecelakaan memang seperti menggapai cinta tak sampai. Apalagi ada ”gangguan” lain yang lumayan menyita waktu dan tenaga di tengah ikhtiar pembenahan itu. Departemen Perhubungan terseret dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Dua wakil rakyat tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kesempatan berbeda terkait proyek di Departemen Perhubungan.
Pada akhir Juni 2008, anggota Komisi Perhubungan dan Infrastruktur Dewan, Bulyan Royan, ditangkap petugas Komisi Pemberantasan Korupsi dengan bukti uang suap untuk proyek pengadaan kapal patroli Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Awal Maret lalu, Abdul Hadi Djamal, anggota komisi yang sama, dibekuk dengan tuduhan menerima suap terkait proyek infrastruktur perhubungan di kawasan Indonesia timur.
Di tengah jadwalnya yang padat, Kamis pekan lalu, Jusman meluangkan waktu menerima Nugroho Dewanto, Retno Sulistyowati, Harun Mahbub, Dian Yuliastuti, dan fotografer Nickmatulhuda dari Tempo. Dengan gaya bicara blakblakan, penggemar miniatur pesawat ini bertutur tentang kecelakaan transportasi, larangan terbang ke Eropa, dan korupsi di departemennya.
Apa upaya yang sudah dilakukan pemerintah untuk menangkal kecelakaan transportasi?
Pembenahan keselamatan dan keamanan transportasi harus bersifat sistemik, supaya langgeng. Intinya, kita harus membangun kultur. Sistem yang dikenal dengan manajemen keselamatan penerbangan, kereta api, dan lainnya, jadi safety management system. Di dalamnya sudah ada prosedur dan tata caranya, standar atau benchmark. Kami paham bahwa pilarnya rules and regulations. Itu yang harus dibenahi dulu. Kalau di dalamnya tidak ada kandungan, fondasi tentang keselamatan, kemudian bagaimana keselamatan menjadi mekanisme ke-seharian, dan bagaimana keselamatan itu diawasi, rules and regulations itu tidak bisa menjadi dasar bagi upaya menciptakan keselamatan.
Apa yang dilakukan untuk membenahi rules and regulations?
Kami benahi undang-undangnya. Undang-undang kereta api, penerbangan, dan pelayaran sudah dibenahi. Hampir 60 persen kandungan undang-undang itu menyangkut keselamatan. Semua sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat. Kata kunci dari safety management system adalah transparency accountability. Karena itu, kami benahi dulu masing-masing standar operasi prosedur. Saya kira semua keputusan menteri, keputusan direktur jenderal, untuk memutakhirkan seluruh tata cara dalam membangun keselamatan, terutama keselamatan penerbangan, sudah dilakukan.
Bagaimana dengan pembenahan infrastruktur?
Tidak mungkin keselamatan transportasi dapat dibenahi kalau prasarana, misalnya dalam bidang bandara, rel kereta api, dan pelabuhan, tidak memenuhi tata cara atau standar keselamatan. Karena itu, modernisasi sarana-prasarana menjadi penting. Maka saya usulkan kepada Presiden untuk meningkatkan anggaran perhubungan. Waktu saya masuk, anggarannya Rp 6 triliun. Sekarang sudah Rp 17 triliun, ditambah stimulus kurang-lebih menjadi Rp 19 triliun.
Apa upaya pembenahan jangka pendek di bidang infrastruktur?
Pembenahan manajemen operasional yang dilaksanakan oleh pelaku, baik maskapai, PT Kereta Api, maupun pelayaran, dan juga manajemen operasi pengawasan keselamatan dan keamanan transportasi yang dilakukan regulator. Selain itu, yang juga penting adalah proficiency, yakni profesionalisme sumber daya manusia. Yang harus dibenahi bukan semata keahlian atau keterampilan teknik, melainkan membangun budaya keteraturan, ketelitian, dan keinginan untuk selalu membaca checklist, disiplin.
Hasilnya?
Tingkat kecelakaan ada tendensi menurun. Bicara tentang ”Roadmap to Zero Accident”, sejak awal saya katakan, kalau saya bisa menurunkan 50 persen setiap tahun, tiga tahun hampir zero.
Untuk kasus pesawat Lion Air yang tergelincir, kenapa pemerintah hanya meng-grounded sementara pesawat MD-90, padahal Amerika sudah melarang terbang?
Amerika melarang, tapi kenapa memproduksi terus? Harusnya tarik dong dari seluruh dunia. Kalau dia tetap mengeluarkan dan atas nama reputasi Boeing, standar kelaikannya pasti dijamin Boeing. Artinya, pesawat itu bukan flying coffin, bukan peti mati terbang. Kalau ada pabrik telah memiliki sertifikat yang mengatakan pesawat terbang itu laik secara rancang bangun dan produksi, pesawat terbang itu boleh terbang di seluruh dunia, tinggal masalah pengawasan. Sebagai otoritas penerbangan sipil, kami tidak bisa meng-grounded dan membuat larangan terbang. Kami hanya bisa meng-grounded sementara, mengevaluasi apakah pesawat ini mempunyai failure yang bersifat ke-gagalan sistemik karena rancang bangun dan karena produksinya. Kalau itu ditemukan, akan kami katakan dia dilarang terbang di Indonesia. Tapi, kalau itu tidak ditemukan, tidak bisa kami melakukannya.
Kabarnya, pesawat MD-90 Lion itu hanya untuk cadangan?
Dalam bisnis pesawat terbang, mau cadangan atau bukan cadangan, fondasi safety-nya sama. Cadangan juga harus memiliki syarat kelaikan. Jadi tidak bisa pesawat cadangan cara perawatannya tidak baik.
Atau terkait dengan usia pesawat?
Kita membatasi 20 tahun. Tapi sebenarnya banyak pesawat tua yang bisa beroperasi. Hanya, kalau sudah 30 tahun, harus face out secara teknikal karena ada batas kelelahan airframe. Bila airframe-nya lebih dari 30 tahun, kalau mau dioperasikan, ada mekanisme untuk meremajakan struktur pesawat terbang yang sudah menua akibat kelelahan atau struktur rusak.
Semua masalah itu yang membuat pesawat kita dilarang terbang ke Eropa?
Sekarang hubungan dengan Eropa jauh lebih baik. Tim mereka datang ke sini 23 Februari lalu, selama lima hari. Mereka selalu bilang maskapai Indonesia tak bermasalah. Kelemahannya adalah surveillance, pengawasan pemerintah. Pertama, orang yang megawasi kurang. Kedua, kurang sering melakukan pengawasan. Ini yang menyebabkan mereka ragu-ragu terhadap semua jenis pesawat terbang kita. Kalau lemah dalam pengawasan, bagaimana jaminan pesawat yang take off dan landing akan baik?
Bagaimana cara mengatasi larangan terbang itu?
Maskapai yang mau terbang ke Eropa kan hanya Garuda Indonesia? Saya mengusulkan kerja sama dengan Belanda untuk mengawasi penerbangan Garuda. Mereka boleh megawasi di sini, tapi tanggung jawab tetap Indonesia.
Larangan itu masih lama dicabut?
Intinya, semua yang diminta sudah kita penuhi, sampai memperbaiki dan mempercepat proses undang-undang. Sekarang mereka ingin melihat implementasinya. Padahal undang-undang baru jadi sebulan yang lalu. Saya maunya dicabut segera. Awal persoalan ini di masa saya, akhirnya saya ingin di masa saya juga. Saya ingat sekali waktu itu yang menyampaikan larangan terbang ke Eropa adalah Duta Besar Belanda.
Apa reaksi Anda saat itu?
Waktu itu langsung saya sampaikan, selama 24 tahun di industri penerbangan, belum pernah saya melihat ada negara atau sekelompok negara yang menaruh perhatian terhadap keselamatan penerbangan negara lain dengan cara menghukum. Itu bukan behavior dari civilization aviation community yang dianjurkan Konvensi Chicago. Konvensi mengatakan, yang harus dilakukan adalah technical cooperation. Australia melakukan kerja sama itu dengan kita.
Larangan terbang ini tidak adil?
Bayangkan, pesawat terbang yang baru keluar dari pabrik Airbus, yang menurut mereka telah memenuhi standar keamanan dan keselamatan, hanya karena dalam satu detik dipasangi bendera Indonesia dan pilot Indonesia, langsung dianggap tak aman. Ketika saya katakan soal itu ke seluruh jajaran expert dunia, termasuk dari Eropa, mereka menertawai diri sendiri. Seluruh orang Eropa menertawai dirinya sendiri, kenapa bisa ada behavior begini dalam European Safety Unit, yang tidak berdasarkan sains dan teknologi.
Cuma terhadap Indonesia mereka berlaku seperti ini?
Satu-satunya negara yang dilarang seluruh cindil abang-nya hanya Indonesia. Seluruh maskapai, jenis pesawat, termasuk pesawat charter, padahal pesawat charter biasanya pesawat bagus, pilotnya juga high ranking. Bandingkan dengan Pakistan, yang pasti tak lebih baik, atau setidak-nya hampir mirip dengan kita. Hanya satu jenis pesawat yang dilarang terbang, yakni Boeing 747 tipe tertentu, karena ditemukan perawatannya tidak baik. Begitu juga Filipina, hanya satu maskapai yang dilarang, atau Libanon, Afganistan, dan negara Afrika yang sering berkonflik, sehingga tidak mungkin ada pengawasan. Mereka tidak dilarang seluruhnya.
Benarkah Eropa meminta badan sertifikasi dan kelaikan pesawat bersifat otonom, tidak di bawah Departemen Perhubungan?
Bukankah di Jerman dan Belanda badan itu juga di bawah Menteri Perhubungan? Mereka tidak bisa menjawab. Yang penting kan ada segregasi antara yang membuat rules, melaksanakan, dan mengawasi. Di sini, di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, ada bagian kelaikan udara yang melakukan sertifikasi, kemudian ada bagian navigasi, ada bagian security. Itu semua kaidah internasional melalui Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Jangan-jangan larangan terbang itu karena Indonesia lemah dalam diplomasi?
Sekarang kami minta bantuan Menteri Luar Negeri. Jadi, kalau ketemu pihak Eropa, selalu didampingi petugas dari Kementerian Luar Negeri. Mungkin orang Departemen Perhubungan atau saya kurang bisa berdiplomasi, ngomong seenaknya.
Belakangan ini Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat terkait dengan proyek di lingkungan Departemen Perhubungan….
Beruntung kita punya Komisi Pemberantasan Korupsi. Departemen Perhubungan mendukung pemberantasan korupsi. Kami ingin mengatakan kepada seluruh jajaran, ada pihak yang lebih memiliki keahlian untuk mendeteksi seluruh penyimpangan. Saya kira itu memberikan warning kepada seluruh jajaran Departemen Perhubungan untuk mudah-mudahan takut melakukan korupsi.
Apa sanksi terhadap karyawan yang terlibat?
Kalau ada yang ditemukan Komisi Pemberantasan Korupsi, langsung nonaktif, dan pekerjaannya diambil alih. Tapi ada satu prinsip penting juga. Kalau ada orang tertangkap dalam proses hukum, ada kewajiban kami sebagai atasan melanjutkan proses hukum, tapi di sisi lain memberikan ruang kepada yang bersangkutan untuk menyatakan perannya yang sebenarnya.
JUSMAN SYAFII DJAMAL
Tempat dan tanggal lahir Langsa, Aceh Timur, 28 Juli 1954
Karier
Professional
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo