Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gagasan itu muncul pada akhir April lalu, sebelum Malaysia melangsungkan pilihan raya umum ke-13. Pemimpin oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim, mengunjungi Juasuf Kalla di Jakarta. Di kediaman mantan Wakil Presiden RI tersebut, Anwar membahas gagasannya untuk mengakhiri ketegangan politik pascapemilu Malaysia. Wakil perdana menteri era Mahathir Mohamad itu meminta Kalla menjadi mediator dengan Ketua Barisan Nasional—koalisi partai berkuasa—Dato' Sri Mohammad Najib bin Tun Abdul Razak. Kebetulan, Kalla dan Najib Razak dikenal akrab karena sama-sama berdarah Bugis.
Anwar hakulyakin ketika itu bahwa aliansi partai oposisi Pakatan Rakyat bakal memenangi pemilu. Dia pun menandatangani perjanjian menghormati hasil pilihan raya ke-13 dan rencana melakukan rekonsiliasi. Lewat Kalla, kesepakatan tersebut semula direncanakan diteken juga oleh Najib. Tapi, dengan dalih harus mendapat persetujuan pemimpin partai lain dalam Koalisi Barisan Nasional, Najib tak kunjung memaraf kesepakatan. "Tapi saya tetap berkomitmen," ujar Najib.
Kini sudah lebih dari sebulan pemilihan umum bersistem distrik tersebut rampung—dengan Barisan Nasional sebagai pemenang. Rencana rekonsiliasi politik di Malaysia agaknya hanya akan berakhir sebagai angan-angan. Anwar balik badan dari kesepakatan karena menuding partai inkumben berbuat curang. "Selesaikan dulu soal kecurangan pilihan raya," kata Anwar.
Najib membalas tak kalah tegasnya: "Akui dulu kemenangan kami sebelum bicara rekonsiliasi."
Pakatan Rakyat pada pemilu lalu memang unggul dalam jumlah pemilih, yakni 5,62 juta berbanding 5,24 juta suara. Namun aliansi partai oposisi itu akhirnya kalah dalam hal perolehan kursi di parlemen. Adapun Najib, yang diangkat lagi menjadi perdana menteri untuk lima tahun ke depan, tak sudi membicarakan rekonsiliasi selama partai oposisi tak mengakui kemenangannya.
Dua pekan lalu, wacana rekonsiliasi sempat mencuat kembali di Malaysia setelah beredar kabar bahwa Najib dan Anwar berada di Jakarta pada saat bersamaan. Lebih-lebih karena keduanya disebut-sebut bertemu dengan Jusuf Kalla. Kepada Tempo, Najib mengatakan lawatannya ke Indonesia kali ini lebih bersifat pribadi: jalan-jalan, rehat, main golf, dan bertemu dengan kawan-kawannya. "Selepas pilihan raya, baru kali ini saya bisa cuti," ujarnya kepada Tempo.
Sang Perdana Menteri mengisi lima hari pesiarnya di Indonesia dengan bermain golf, berolahraga di pusat kebugaran hotel, dan makan malam bersama sejumlah tokoh. Di tengah segala kesibukan itu, dia menerima wartawan Tempo Agoeng Wijaya, Sandy Indra Pratama, dan Riky Ferdianto serta fotografer Wisnu Agung Prasetyo di Presidential Suite Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Sabtu dua pekan lalu.
Najib melayani seluruh wawancara dalam bahasa Melayu dengan aksen Malaysia yang kental. Dua poin yang banyak dia tekankan selama perbincangan adalah soal politik dalam negeri Malaysia dan rencana kerja sama dengan Indonesia di masa mendatang.
Apakah kondisi politik di Malaysia begitu panas sehingga Anda perlu bermain golf di Jakarta?
Ya. Saya belum ada waktu untuk rehat selepas pemilu. Kebetulan, istri saya ada acara di sini. Jadi saya menemani istri, sekaligus bisa rehat untuk bermain golf, berjumpa dengan teman-teman, rileks, dan melihat berbagai perkembangan. Hubungan dengan Indonesia amat penting, dan kadang banyak hal bisa tercapai dengan cara informal.
Itu sebabnya Anda bertemu dengan Jusuf Kalla? Kami mendengar Anda berdua bertemu di lapangan golf Halim, Jakarta Timur.
Pada waktu saya wakil perdana menteri, Jusuf Kalla adalah wakil presiden. Jadi kami ini counterpart. Latar belakang kami banyak yang sama. Dia Bugis, saya Bugis. Istri kami sama-sama Minang. Dalam banyak kunjungan, meski tidak resmi, kami sering berhubungan. Kali ini kami bermain golf bersama.
Bukankah Jusuf Kalla menjadi mediator rencana rekonsiliasi antara Anda dan Anwar Ibrahim?
Anwar Ibrahim yang meminta Jusuf Kalla sebagai mediator.
Apa saja titik tolak rekonsiliasi ini?
Prinsip pertama: menerima keputusan pilihan raya umum ke-13. Anwar Ibrahim sudah menandatangani komitmen ini di depan Jusuf Kalla. Tapi sekarang ini secara formal Anwar Ibrahim belum menerima keputusan pilihan raya.
Kami mendengar semula Anda tidak mau menandatanganinya.
Sebagai Ketua Partai (United Malays National Organisation atau UMNO), saya harus mendapat izin pemimpin partai lain untuk menandatanganinya. Jadi prosesnya agak panjang. Tapi akhirnya saya tetap berkomitmen. Waktu itu Pak Jusuf Kalla berkata sebagai orang Bugis harus punya marwah. Our word is our bond. Itu prinsip orang Bugis.
Artinya, Anda masih ingin mewujudkan rekonsiliasi?
Mereka harus mengakui hasil pemilihan itu lebih dulu. Itu pokok, poin pertama kesepakatan, dan Anwar Ibrahim sendiri yang menandatanganinya. Kami akan melihat terus perkembangannya.
Anda puas dengan hasil pilihan raya kali ini?
Kali ini kami menghadapi tantangan hebat. Target dua pertiga jumlah kursi memang tak tercapai, tapi UMNO muncul sebagai partai terkuat: kami mendapat 88 kursi. Pada pilihan raya sebelumnya, kami hanya mendapat 79 kursi. Kombinasi tiga partai oposisi memperoleh 89 kursi. Jadi satu UMNO hampir sama kekuatannya dengan mereka.
Jumlah kursi Barisan Nasional terus merosot dan koalisi oposisi sebetulnya lebih banyak meraih suara pemilih pada pemilu lalu. Komentar Anda?
Masalahnya, pencapaian suara pada partai-partai komponen kami tidak seperti yang diharapkan. Kami harus mengkaji kelemahan-kelemahan itu, juga mengkaji perubahan yang perlu kami lakukan di masa mendatang.
Merosotnya suara untuk Koalisi Barisan Nasional selaras dengan meningkatnya gerakan perlawanan terhadap partai Anda.
Kami sudah memiliki Peaceful Assembly Act, aturan berhimpun dengan damai. Siapa pun yang ingin berkumpul harus patuh terhadap undang-undang ini. Kalau tidak, akan berlaku undang-undang rimba. Di negara mana pun, tidaklah realistis negara melarang orang berkumpul menyuarakan pendapat. Di Indonesia, kerap ada demonstrasi, bahkan sampai-sampai ada yang namanya democrazy. Bukan berarti gerakan itu tidak stabil.
Bukankah pemerintah Malaysia selama ini represif terhadap perkumpulan massa?
Janganlah melihat masa lalu. Sekarang ini, kalau ada orang berhimpun untuk menyuarakan pendapat, termasuk yang bertentangan dengan kami pun, tak ada masalah. Asalkan mereka melakukannya berlandaskan undang-undang. Itu prinsip!
Faktanya, banyak aktivis oposisi ditangkap….
Di Malaysia, ada undang-undang untuk melindungi agama dan ras atau menertibkan segala sesuatu yang menimbulkan ketidakstabilan negara. Rakyat Malaysia cinta keharmonisan. Jadi penangkapan yang kami lakukan bukan karena mereka pembangkang, melainkan karena mereka melanggar. Sekarang ada juga rencana untuk tak lagi memberlakukan Internal Security Act, yang bisa menangkap orang tanpa penjelasan apa pun.
Kebijakan apa saja yang Anda persiapkan untuk mengatasi perpecahan politik di Malaysia?
Di setiap negara demokrasi pasti ada perbedaan pendapat. Apalagi di negara-negara yang sedang mematangkan kehidupan demokrasinya. Yang penting adalah proses membuat keputusan. Bila keputusan sudah dicapai, semua pihak harus menerima hasil dari perdebatan—atas nama kepentingan negara. Itulah demokrasi yang sehat dan matang.
Jadi, tidak jadi masalah ada kelompok oposisi?
Oposisi boleh ada, tapi pendapatnya harus konstruktif dan menghormati undang-undang.
Dunia internasional menilai Malaysia bermasalah dalam kebebasan pers. Laporan terakhir menyebutkan pemerintah menutup beberapa media oposisi. Kenapa begitu?
Selama ini, dunia internasional melihat pemberitaan dari surat kabar utama. Coba saja mereka lihat media-media yang bukan surat kabar utama—dan yang terlalu berpolitik serta menyerang pemerintah habis-habisan. Mereka menyalahgunakan hak pendirian dan kebebasan. Peta media di Malaysia sebenarnya sudah berubah.
Berubah lebih politis?
Lebih beragam dari sebelumnya. Suara oposisi mendapat tempat melalui new media seperti situs berita dan surat kabar politik milik mereka.
Izinnya tak akan dicabut?
Asalkan mereka mengedarkan surat kabar dan tulisan mereka di lingkup internal partai politiknya. Amat disayangkan, selama ini mereka menjual surat kabar politik kepada pembaca umum.
Boleh tahu peran istri dan keluarga dalam kiprah politik Anda?
Peran istri saya lebih pada hubungan dan permasalahan sosial. Dia aktif dalam program agama, sosial, pendidikan, dan seni. Ini penting untuk membentuk jati diri bangsa.
Apakah dia banyak memberi saran pada kebijakan politik Anda?
Politik ada di mana saja dan tentu saja tak boleh diasingkan dari rumah. Tapi, yang terpenting, rumah dan keluarga bukan menjadi sumber utama bagi keputusan. Jadi tak ada sama sekali campur tangan keluarga.
Hal terpenting apa yang akan Anda segerakan dalam hubungan Malaysia-Indonesia di masa mendatang?
Secara umum, kami akan membicarakan perdagangan. Kami harus tetap mengembangkan momentum grade investment. Kerja sama perdagangan bilateral Indonesia-Malaysia sekarang sudah mencapai US$ 18 miliar (hampir Rp 180 triliun). Kami telah menetapkan peningkatannya hingga US$ 30 miliar menjelang 2015.
Wah, apa tidak terlalu ambisius? Kan, waktunya tinggal dua tahun?
Memang agak ambisius. Tapi kami harus memberi tumpuan untuk merealisasi target tersebut.
Caranya?
Kedua negara harus meningkatkan peran sektor swasta dalam investasi. Saya ingin melihat tidak hanya Malaysia yang menanamkan modal di Indonesia, tapi Indonesia juga berinvestasi di Malaysia. Kami berprinsip memperjuangkan mutual prosperity atau berkongsi demi kesejahteraan. Jadi tidak boleh Malaysia sejahtera, Indonesia tidak. Atau sebaliknya, Indonesia sejahtera, Malaysia tidak.
Apakah Anda menyadari meningkatnya sentimen Malaysia-Indonesia beberapa tahun terakhir?
Ada dua. Pertama, sentimen soal warisan kebudayaan Malaysia dan Indonesia. Kedua, sentimen yang lebih mengarah pada nasionalisme. Terutama di Indonesia, hal itu sedikit lebih kentara.
Apakah hal tersebut tak akan menjadi penghalang kerja sama dua negara?
Kedua negara harus melihat secara positif. Jangan sampai sentimen ini mengganggu stabilitas, yang bisa merugikan. Malaysia dan Indonesia adalah jiran yang harus menciptakan hubungan produktif. Kalau tidak, keduanya bisa merugi.
Dato' Sri Mohammad Najib Tun Abdul Razak
Tempat dan tanggal lahir l Kuala Lipis, Pahang, 23 Juli 1953 Pendidikan l Sarjana ekonomi industri Nottingham University, Inggris (1974) l Malvern Boy's College, Worcestershire, Inggris l Sekolah rendah dan menengah St. John's Institution, Kuala Lumpur Karier l Perdana Menteri ( terpilih kembali untuk 2013-2018) l Perdana Menteri (2009-2013) lDeputi Perdana Menteri (2004-2009) lMenteri Pertahanan (1999-2004) l Menteri Pendidikan (1995-1999) l Menteri Pertahanan (1990-1995) l Menteri Pemuda dan Olahraga (1988-1990) l Menteri Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (1986-1988) l Menteri Besar Pahang (1982-1986) l Wakil Menteri Keuangan (1981-1982) l Wakil Menteri Pendidikan (1980-1981) l Wakil Menteri Tenaga, Telekom, dan Pos (1978-1980) l Petronas (1974-1976) |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo