Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HAMPIR pukul 9 pagi pada Jumat, 13 Januari lalu, Silmy Karim masih duduk di ruang kerjanya. Baru sembilan hari Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) ini menjadi Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ia sedang mengebut mempelajari dan membenahi sistem keimigrasian yang menjadi tugas dan dunia barunya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam rapat di Istana Merdeka pada 9 September 2022, Presiden Joko Widodo mengatakan ia malu menerima banyak keluhan warga negara asing mengenai pengurusan visa on arrival dan kartu izin tinggal terbatas. Ia meminta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly memperbaikinya. “Ini yang harus diubah total. Harus.... Kalau perlu dirjennya ganti, bawahnya ganti semua, biar mengerti bahwa kita ingin berubah. Kalau kita ingin investasi datang, turis datang, Imigrasi harus diubah,” kata Jokowi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yasonna memenuhi permintaan Jokowi itu. Melalui proses perekrutan terbuka, Silmy terpilih sebagai Direktur Jenderal Imigrasi baru. Pria kelahiran Tegal, Jawa Tengah, 19 November 1974, ini malang-melintang mengurusi militer dan badan usaha milik negara, termasuk menjadi Direktur PT Pindad sebelum berlabuh ke PT Krakatau Steel.
Meski bukan orang baru di lingkungan pemerintahan, ini pertama kali Silmy menjadi birokrat tulen. “Kalau di BUMN, kan, semibirokrat” katanya kepada wartawan Tempo, Abdul Manan dan Iwan Kurniawan. Silmy akan mengembangkan pelayanan secara digital, terutama untuk menarik investor melalui golden visa.
Bagaimana ceritanya Anda menjadi Direktur Jenderal Imigrasi?
Proses open biding ini bikin menderita. Tesnya banyak. Dengan segala macam simulasi 3.000-an soal. Sebagai calon pemimpin madya eselon I, prosesnya melalui tim penilai akhir. Kenapa mau? Imigrasi bersentuhan dengan masyarakat. Ia merupakan wajah Indonesia. Orang mendarat langsung ketemunya imigrasi. Kita harus mempercantik muka Indonesia. Ada tiga hal yang saya sampaikan di beberapa tempat. Pertama, pelayanan. Kedua, pelayanan. Ketiga, pelayanan. Ini seiring dengan keinginan Presiden: pelayanan yang cepat dan bersih. Digitalisasi. Kemudian mengeluarkan visa untuk menarik talenta khusus, salah satunya masuk kategori golden visa. Kami sedang godok ini.
Anda ikuti semua prosesnya?
Pertama, karena kepercayaan langsung dari Presiden. Kedua, doa saya dikabulkan untuk berbuat banyak bagi orang banyak. Ketiga, saya merasakan menjadi birokrat tulen. Menjadi dirjen itu kan menjadi birokrat tulen. Waktu dulu di Kementerian Pertahanan atau institusi pemerintah lain, saya supporting. Kalau di sini saya adalah komando, punya kewenangan, tidak hanya supporting. Kalau sekarang ini, keputusannya dari saya. Tentu saya harus melihat ke atas, ada menteri, mendapat arahan dari beliau. Tapi saya punya kewenangan juga untuk bisa mengeksekusi melalui koordinasi dan macam-macam cara untuk bisa mewujudkan Imigrasi yang lebih baik.
Lebih padat mana jadwal Anda dibanding saat di Krakatau Steel?
Di sini. Saya ingin quick win-nya cepat selesai. Paling tidak dalam 100 hari bisa menghasilkan beberapa perbedaan.
Bukannya pegawai negeri biasanya pulang pukul 4 sore?
Mereka juga tidak bisa digeneralisasi atau distereotipekan seperti pegawai negeri pada umumnya. Saya melihat mereka sangat mendukung. Saya kaget ternyata enggak betul juga persepsi umum itu, karena mereka juga ingin berubah, ingin lebih memajukan institusi. Saya sampaikan juga keinginan saya untuk memperbaiki kesejahteraan mereka, tentu sesuai dengan koridor yang ada.
Bukankah Imigrasi dikenal sebagai “tempat basah”?
Itu kembali ke orangnya. Di setiap tempat pasti ada godaannya. Presiden ingin sistem imigrasi yang cepat dan bersih. Ya, masak, kemudian saya langgar bersihnya? Cepatnya bisa, bersihnya enggak.
Apa harapan Presiden kepada Anda?
Pertama, cepat dan bersih. Kedua, digitalisasi supaya menghindari atau mengurangi pertemuan antara pemohon dan petugas sehingga meminimalkan potensi apa pun itu yang di luar prosedur yang seharusnya. Beliau mengatakan, “Contoh itu Uni Emirat Arab soal layanan digitalnya dalam hal keimigrasian.” Ketiga, visa untuk menarik pelintas berkualitas.
Apa istilah Presiden ihwal visa khusus itu?
Golden visa. Yang bisa menarik orang pintar, investor. Saya paham, lah, maksud beliau apa. Kami terjemahkan itu dengan golden visa.
(Golden visa adalah program imigrasi yang memungkinkan orang kaya mendapatkan izin tinggal atau kewarganegaraan di negara lain dengan membeli rumah, berinvestasi, atau menyumbang dalam jumlah besar.)
Apa kegelisahan Presiden mengenai Imigrasi?
Lambat. Mungkin beliau mendengar hal-hal yang kurang pas dalam konteks ada biaya tambahan di luar yang ditetapkan.
Apa target Anda dalam 100 hari ini?
Tiga-tiganya. Pelayanan itu menyangkut juga hubungannya dengan digitalisasi. Dengan saya memudahkan orang masuk melalui visa elektronik dan perpanjangan izin tinggal visa secara elektronik, otomatis akan lebih cepat, lebih bersih. Digitalisasinya jalan. Saya jawab itu dengan layanan perpanjangan melalui elektronik. Digitalnya kena juga. Memang proses digital tak bisa instan.
Dirjen Imigrasi Silmy Karim (kanan) bersama Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej saat rapat kerja bersama Komite I DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 16 Januari 2023. ANTARA/Rivan Awal Lingga
Selama ini sudah jalan?
Perpanjangan belum. Visa elektronik baru jalan 20 persen. Kami perlu sosialisasi lebih jauh supaya itu bisa menjadi paling tidak separuh. Ini menjadi salah satu upaya untuk menjawabnya. Digitalnya ada, tapi penggunanya tidak banyak, itu bukan memecahkan persoalan, kan. Digitalisasi ada, tapi sosialisasi kurang, poin satunya (cepat dan bersih) tidak terpenuhi, kan?
Praktiknya apakah seperti itu?
Praktiknya sudah. Tapi kalau pesawat datangnya bareng? Misalnya ada badai kayak sewaktu di Bali pada akhir Desember 2022, yang kesannya waktu Natal itu penuh sekali. Itu karena lagi ada badai. Pesawat tak bisa mendarat, muter, muter, dan mendaratnya bersamaan. Enam pesawat berbadan besar kan berarti ada 2.000 orang masuk sekaligus. Ya, otomatis menjadi antre. Tapi itu tidak setiap hari. Saya lihat langsung sampai malam. Terurai. Selain layout Bandar Udara Internasional Ngurah Rai itu bagus, lebih bagus dari Terminal 3 Cengkareng (Bandara Soekarno-Hatta), salah satu faktor pentingnya adalah pengaturan lalu lintas orang masuk. Dan lobinya tinggi sehingga enggak terlalu terkungkung dalam satu ruangan. Itu kan kamuflase atau trik untuk tidak membuat orang merasa terkungkung. Bagi saya, Ngurah Rai tidak terlalu khawatir. Yang saya agak khawatir Cengkareng. Ngurah Rai pelintasnya 95 persen orang asing, internasional. Kalau di Cengkareng 60-70 persen lokal.
Lebih berat beban Ngurah Rai?
Ya. Tapi volume Cengkareng lebih banyak dibanding Ngurah Rai. Dari segi layout, Cengkareng juga ada keterbatasan. Itu kayak ada leher botol ketika masuk ke Imigrasi. Layout-nya langsung ke pembayaran visa on arrival, itu juga membuat antrean sehingga menjadi sangat padat. Saya berkoordinasi juga dengan Angkasa Pura. Mereka akan memindahkan loket itu.
Bagaimana dengan autogate, pintu perlintasan keimigrasian otomatis, yang mati?
Banyak yang tidak tahu bahwa autogate itu masih milik Angkasa Pura. Hari pertama kerja, malamnya saya langsung ke Bandara Soekarno-Hatta, bertemu Kepala Kantor Imigrasi Khusus. Saya sampaikan, “Orang tidak tahu ini punya siapa. Yang mereka tahu ini punya Imigrasi. Bagaimana caranya ini harus nyala. Sediakan petugas yang cukup.”
Sebagai institusi pemerintah, kami tidak bisa merawat aset yang bukan milik kami. Sementara itu, yang memiliki adalah Angkasa Pura. Perawatannya jadi dorong-dorongan. Terus, lama tidak nyala. Kami punya pengadaan sendiri di Terminal 2 dan akhir Januari nanti menyala. Sistem itu akan kami bawa ke Terminal 3. Mudah-mudahan pengurusan pengambilalihan aset tersebut (ke Imigrasi) selesai. Kemudian kami akan pakai juga itu di Bali sehingga urusan autogate ini kelar.
Bagaimana perbaikan pengurusan Kartu Izin Tinggal Terbatas dan paspor?
Secara sistem sudah ada, seperti aplikasi M-Paspor. Cuma, aplikasi M-Paspor sering lemot. Lambat. Orang susah masuk. Ini saya lagi cari penyebabnya. Apakah masalah bandwith kurang besar atau hal-hal lain yang saya rasa perlu dicek lebih lanjut. Ada informasi bahwa itu dibebani, diretas. Saya lagi cari buktinya. Dengan kondisi sekarang, orang tidak bisa masuk sehingga masih menggunakan cara-cara konvensional seperti biro jasa atau lainnya.
Sekarang zaman sudah canggih. Bisa menggunakan biometrik. Nah, harapan saya ini ada solusi juga untuk, misalnya, tidak banyak beban pelayanan ke kantor imigrasi. Pelayanan jadi lebih sederhana. Saya dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Abdullah Azwar Anas) sedang mengkaji proses persetujuan, bikin kanal imigrasi, supaya lebih sederhana.
Seperti apa rencananya?
Misalnya, perizinannya kan ada proses yang melewati beberapa tahap internal Imigrasi, di struktur birokrasi Imigrasi. Ini kami ingin sederhanakan. Toh, teknologi sudah canggih. Persetujuan itu (visa atau perpanjangan) tidak perlu sebanyak itu. Pakai digital, tak perlu pakai surat-menyurat. Cukup klik-klik selesai.
Berapa lama idealnya orang mengurus visa atau paspor?
Bukan masalah lama, tapi repot ke kantor imigrasinya. Orang inginnya datang, potret, langsung jadi. Jadi administrasinya sudah dipersiapkan sebelum datang. Umpan balik dari proses sekarang itu oke. Memang masih ada yang tidak oke. Salah satunya M-Paspor itu. Tapi proses yang dialami itu relatif oke, lah. Maksudnya, kami terus tingkatkan kecepatan pelayanan. Saya mengobrol dengan beberapa orang asing di Bali dan (mereka mengatakan) “Ya, oke. Positif”. Ya, ada, lah, catatan-catatan, tapi positif.
Soal golden visa, seperti apa konsepnya?
Pertama, mengenai talenta khusus, kemampuan seseorang di bidang tertentu. Apakah itu bidang finansial atau bidang teknologi informasi. Itu mesti dibuktikan bahwa dia memang jago. Kalau saya, sih, membuktikannya mudah, dengan cara, pertama, kita tinjau rekam jejaknya, sekolahnya, bekerja di mana, dan seterusnya. Kemudian kita juga lihat dari laporan rekeningnya. Kan, itu bisa terlihat kualitasnya. Dari sisi investasi bisa kita kategorikan. Yang menarik itu nanti dihubungkan dengan kepemilikan properti. Tapi jangan sampai juga mengambil suplai untuk lokal sehingga di sini perlu ada kesepakatan pada nilai berapa mereka bisa beli. Lalu, haknya apa. Di undang-undang ada itu. Cuma kan di sini dalam implementasinya kami harus proaktif dalam membuat suatu produk visa yang sesuai dengan hal-hal yang berhubungan dengan pengeluaran mereka, apakah beli rumah, berinvestasi, atau dananya mengendap di bank lokal.
Kalau second home visa selama ini seperti apa?
Dia tidak boleh kerja, tapi menaruh uang.
Bedanya dengan golden visa?
Dia bisa bekerja. Makanya kategorinya macam-macam. Kalau tidak bekerja, duitnya ditaruh berapa. Terus, kalau yang bekerja, nanti dilihat. Karena kita membutuhkan talenta-talenta untuk memperkuat kita dalam membangun keilmuan tertentu, riset tertentu. Itu harus memberikan mereka kemudahan juga. Jadi orang tertarik masuk ke Indonesia. Banyak negara sudah melakukan itu, seperti Amerika Serikat, Singapura, yang memberikan visa kepada orang yang memiliki talenta tertentu. Apakah itu finansial, teknologi informasi, startup, yang ahli-ahli itu. Kemudian juga ada visa untuk orang yang bekerja jarak jauh. Statusnya bekerja di Eropa, tapi karena dia bisa mengerjakan dari jauh, dia bekerja di Indonesia, misalnya di Bali. Dengan suasana perdesaan tapi dia memiliki sambungan Internet yang baik sehingga bisa bekerja dari jarak jauh. Kemudian dia kembali ke negaranya tiap tiga bulan sekali, misalnya. Ini kan harus diatur.
Model golden visa Indonesia meniru negara mana?
Ada beberapa. Yang saya lihat ada Amerika, Kanada, Singapura. Thailand sudah mulai juga. Kalau Thailand bukan talenta, tapi lebih kepada ekonomi, investasi.
Skema itu memang untuk memancing investasi masuk?
Termasuk itu. Sekarang seorang CEO perusahaan otomotif, misalnya. Masak, masih kita tanyakan lagi (saat minta visa)? Kita kasih saja lima atau sepuluh tahun. Ngapain harus daftar setahun lagi? Kan, dia sudah berkualitas. Dari surat keterangan perusahaannya, perusahaannya bonafide. Maka kita juga mempunyai kriteria, harus punya algoritma khusus, yang mungkin nanti untuk menilai. Di teknologi finansial kan memakai algoritma khusus untuk melihat apakah skor kreditnya tinggi atau rendah. Kalau memang nanti diperlukan, kita pakai kecerdasan buatan (AI). Kita lihat orangnya memang ngetop, sering di perusahaan bagus, bisa kelihatan dari situs web. AI-nya kan bisa ketahuan bahwa dia CEO dari perusahaan-perusahaan otomotif terkemuka, seperti BMW dan Mercedes-Benz. Atau CEO Tesla, apa masih perlu kita suruh ke kantor Imigrasi? Kasih saja visa sepuluh tahun.
Seberapa besar potensinya?
Minimal, dengan kita memberikan kemudahan buat mereka, citra mengenai Indonesia juga baik. Ini tecermin dari rasa percaya diri mereka dalam berinvestasi.
Bagaimana mengantisipasi agar sistem ini tidak diselewengkan, misalnya untuk menyembunyikan aset?
Setelah kita membuka diri, kita harus memperkuat direktorat intelijen dan direktorat pengawasan dan penindakan dengan teknologi informasi yang baik. Dengan begitu, ada basis data warga negara asing di Indonesia yang dipantau dan dicek secara berkala. Secara teknologi mereka juga harus kami kawal. Lagi kami siapkan.
Ada antisipasi khusus?
Kan, sudah ada para pihak, baik di luar negeri maupun dalam negeri, untuk mengantisipasi hal-hal yang sifatnya penyimpangan. Ruang lingkup kami dalam penegakan hukum keimigrasian. Kalau masuk ke wilayah kriminal, itu ada polisi, Komisi Pemberantasan Korupsi.
Buronan KPK, Harun Masiku, konon masih di luar negeri. Apa Imigrasi mendeteksinya?
Saya tidak bisa menjawab karena yang boleh bertanya adalah aparat penegak hukum dan kemudian harus bersurat soal perlintasan warga negara Indonesia. Siapa pun dia.
Apakah ada permintaan dari KPK ke Imigrasi untuk menanyakan keberadaan Harun Masiku?
Selama saya menjabat, belum ada.
Silmy Karim
Tempat dan tanggal lahir: Tegal, Jawa Tengah, 19 November 1974
Pendidikan
- S-1 Ekonomi Universitas Trisakti, Jakarta, 997
- S-2 Ekonomi Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, 2007
- Georgetown Leadership Seminar, Georgetown University, Amerika Serikat, 2010
- Program in Advance Security, George C. Marshall European Center for Security Studies, Jerman, 2012
- NATO School, Oberammergau, Jerman, 2012
- Harvard Kennedy School of Government, Amerika Serikat, 2012
- Manajemen Pertahanan, Naval Postgraduate School, Amerika Serikat, 2014
Karier
- Anggota Tim Supervisi Transformasi Bisnis Tentara Nasional Indonesia, 2007-2008
- Anggota Tim Nasional Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI, 2008-2009
- Tenaga Ahli Tim Pengendali Aktivitas Bisnis, 2009-2011
- Anggota staf khusus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2010-2011
- Anggota Komite Investasi BKPM, 2011-2012
- Anggota Tim Pakar Manajemen Pertahanan Kementerian Pertahanan, 2010-2014
- Analis Strategis di Badan Intelijen Negara, 2015
- Tim Asistensi Bidang Kerja Sama dan Public Relation Komite Kebijakan Industri Pertahanan, 2010-2015
- Staf Ahli Bidang Kerja Sama Komite Kebijakan Industri Pertahanan, 2013-2016
- Komisaris PT PAL Indonesia (Persero), 2011-2014
- Direktur Utama PT Pindad (Persero), 2014
- Direktur Utama PT Barata Indonesia (Persero), 2016-2018
- Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero), 2018-2023
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo