Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

wawancara

Irwansyah: Di Lapangan Pikiran Harus Positif dan Rileks

Pelatih tunggal putra PBSI, Irwansyah, bercerita soal prestasi sektor tunggal putra bulu tangkis dalam All England 2024.

21 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERFORMA pemain bulu tangkis Indonesia di nomor tunggal putra sedang moncer. Di Utilita Arena, Birmingham, Inggris, pertengahan Maret 2024, Jonatan Christie berhadapan dengan koleganya, Anthony Sinisuka Ginting, dalam partai final kejuaraan All England 2024. Jojo—panggilan Jonatan—menang dua set langsung atas Anthony Ginting. Terakhir kali pertandingan final sesama pebulu tangkis Indonesia di arena All England terjadi 30 tahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebulan berselang, Jojo, yang kini bertengger di peringkat ke-20 versi Federasi Badminton Dunia (BWF), memenangi Kejuaraan Asia 2024 yang digelar di Ningbo, Cina. Dia menumbangkan wakil tuan rumah, Li Shi Feng, juga dengan straight set. Performa para pemain tunggal putra itu tak terlepas dari gemblengan pelatih kepala tunggal putra Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI), Irwansyah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Irwansyah, 49 tahun, menyebutkan peningkatan prestasi pemain tunggal putra merupakan hasil kombinasi taktik, latihan fisik, dan sports science. Dia mengakui metode latihan dengan mengandalkan sains dan analisis membantu pemain mencapai performa terbaik. "Sekarang kami berlatih tak asal berkeringat dan ngos-ngosan," ujarnya.

Meski prestasi pemain tunggal putra belakangan cemerlang, Irwansyah enggan jemawa. Dia sadar kinerja anak asuhannya di lapangan masih belum stabil. Irwansyah mencoba membereskan persoalan itu sebelum pemainnya berangkat ke Chengdu, Cina, untuk mengikuti kejuaraan beregu putra Piala Thomas pada 27 April-5 Mei 2024. "Persiapan sudah solid dan kami siap menghadapi negara mana pun," katanya.

Irwansyah menerima wartawan Tempo, Sunudyantoro dan Randy Fauzi Febriansyah, seusai sesi latihan di pemusatan latihan nasional (pelatnas) PBSI, Cipayung, Jakarta Timur, pada Senin, 1 April 2024. Dia juga menceritakan target untuk pemain tunggal putra dalam Olimpiade Paris 2024 yang akan berlangsung pada Juli-Agustus mendatang.

Selamat atas prestasi di sektor tunggal putra dalam beberapa kompetisi. Apakah Anda puas terhadap capaian anak asuhan Anda?

Dari segi performa, saya melihat kualitas mereka sudah bagus. Namun saya enggak berani langsung mengatakan anak-anak sudah pasti jadi juara karena sangat bergantung pada situasi di lapangan. Dalam All England, Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting sudah bertemu dengan lawan yang bagus sejak babak pertama. Penampilan mereka sudah mantap banget sejak pertandingan pertama.

Anda terlihat yakin sekali salah satu pebulu tangkis Indonesia akan jadi juara belakangan ini....

Saya yakin karena melihat performa mereka. Di sinilah kelas bermain yang semestinya dari pemain tunggal putra Indonesia, seperti Jonatan dan Anthony Ginting. Saya mengubah cara berpikir mereka.

Apa yang salah dari cara berpikir pemain Indonesia?

Pikiran mereka selama di lapangan menjadi beban ketika bertanding. Akibatnya, prestasi pemain tunggal putra masih naik-turun. Padahal pikiran selama bermain di lapangan itu harus positif dan rileks. Saya selalu bilang kepada pemain bahwa jangan memikirkan hal-hal yang tak enak atau kurang mantap sebelum berangkat. Tinggalkan pikiran itu karena ketika di lapangan mereka hanya berfokus mengejar kok.

Sejauh apa mentalitas itu mempengaruhi permainan?

Bisa membuat tak stabil. Tapi insyaallah mereka akan menjadi pemain yang luar biasa dan mudah-mudahan menjadi konsisten.

Ketidakstabilan itu tecermin dari capaian pemain tunggal dalam beberapa turnamen sebelum All England. Apa persoalannya?

Sebelumnya mereka ikut Indonesia Master. Anak-anak kalah di babak semifinal. Main di negara sendiri enggak dapat gelar juara. Saya kecewa, mereka juga kecewa. Setelah itu, saya genjot mereka. Saya kasih porsi latihan dan mereka bagus latihannya. Bekerja sama dengan bagian sports science dan tim yang menganalisis performa. Saya menyiapkan latihan itu khusus untuk menghadapi All England. Tapi kami harus mengikuti Prancis Terbuka sebagai bagian dari turnamen menuju Olimpiade Paris 2024. Kami kalah di babak awal Prancis Terbuka. Jonatan dan Anthony Ginting kecewa. Tapi kami pergi ke sana bukan tak mau jadi juara, melainkan menjadikan turnamen itu ajang uji coba.

Bagaimana Anda memompa semangat pemain dalam situasi terpuruk itu?

Saya bilang bahwa kekalahan tak jadi masalah karena inilah proses. Siapa yang tidak mau jadi juara? Karena itu, saya tak mau melatih mereka dalam kondisi sedih. Situasi itu akan membuat mereka lemah. Jangan sampai motivasi mereka turun. Saya sampaikan bahwa permainan sudah bagus, tapi ada kesalahan yang perlu ditambal. Sejak saat itu, saya yakin ada salah satu pemain tunggal putra kita yang menjadi juara.

Perubahan apa yang Anda lakukan dari segi taktik permainan?

Saya minta mereka mengubah tempo bermain, harus cepat. Saya ubah juga power-nya agar lebih kuat. Pola bermain individual mereka berbeda. Setiap pemain punya karakter. Jonatan tak seperti Anthony Ginting, begitu juga sebaliknya.

Tampaknya Anda bangga betul terhadap performa pemain tunggal putra belakangan ini?

Saya bangga karena kedua pemain saya masuk babak final. Saya terharu bercampur bahagia. Saya bilang, yang paling penting, tunjukkan sportivitas kalian di lapangan. Pasti kalian semua mau menang, mengangkat nama kamu sendiri, keluarga, dan Indonesia pastinya. Tunjukkan bahwa kalian berdua memang pemain hebat.

Apakah berlebihan menyebut prestasi pemain tunggal putra sedang bangkit lagi setelah era Taufik Hidayat?

Tak segampang yang dikatakan orang karena membutuhkan waktu. Saya berbicara dengan pemain yang saya latih saja bahwa mereka bisa jadi juara. Saya mencoba membangkitkan kepercayaan diri para pemain karena mereka terkadang kurang yakin pada kemampuan sendiri.

Pelatih tunggal putra, Irwansyah (tengah), bersama anak-anak didiknya, Anthony Sinisuka Ginting (kiri) dan Jonatan Christie, seusai pertandingan final All England Open 2024 di Utilita Arena, Birmingham, Inggris, 17 Maret 2024/Antara/HO-PBSI

Memangnya sulit mencari pemain ikonik seperti Taufik, Alan Budikusuma, Liem Swie King, dan Rudy Hartono?

Ada seleksi nasional. Tapi ada juga pemain yang direkrut lewat pemantauan atau pencarian bakat. Pemain ini barangkali tak menjuarai turnamen, tapi mainnya luar biasa. Kontribusi klub badminton juga ada karena mereka digembleng di sana. Kompetisi rutin dan berjenjang pun penting. Juara di setiap level itulah yang akan masuk pemusatan latihan di Cipayung.

Ada pemain hebat karena berbakat, tapi ada juga berkat hasil latihan. Anda pilih menangani pemain yang mana?

Jika punya talenta tapi tak dilatih keras, ya, tak akan muncul prestasi. Di daerah, banyak pemain berbakat, kemudian masuk klub untuk berlatih. Mereka sukses menjadi juara dan sekarang masuk pelatnas di Cipayung. Itu yang penting.

Bagaimana gambaran talenta tunggal putra setelah era Jonatan dan Anthony Ginting?

Saya pasti menyiapkan regenerasi. Sudah ada Chico Aura Dwi Wardoyo, Christian Adinata, dan Alwi Farhan yang pernah menjadi juara dunia di level junior. Belum ada pemain Indonesia seperti Alwi yang pernah menjuarai turnamen kelas dunia. Nama lain, seperti Yohanes Saut Marcellyno dan Jason Christ Alexander, juga sudah disiapkan.

Anda memperkirakan sampai kapan performa Jonatan dan Anthony Ginting bisa tetap optimal?

Sangat bergantung pada kondisi pemain. Saya kira mereka masih bisa mengikuti kompetisi sampai Olimpiade Los Angeles 2028.

Bagaimana Anda melihat peta kekuatan bulu tangkis dunia, khususnya sektor tunggal putra?

Ada pemain bagus dari Prancis dan negara lain yang selama ini tak dikenal memiliki tradisi berprestasi dalam olahraga bulu tangkis. Singapura punya juara dunia. Saya kira kekuatan badminton sekarang menyebar relatif merata.

Bulu tangkis Indonesia mengalami stagnasi dan negara-negara itu maju dengan pesat. Anda setuju?

Negara seperti India dan Taiwan dulu sekali berlatih di Indonesia. Banyak pelatih asal Indonesia juga melatih di luar negeri. Saya pernah melatih di Wales. Para pelatih ini melatih di luar negeri karena mencari kerja saja, bukan menduakan negara. Teknologi olahraga juga diterapkan dengan baik. Indonesia juga sudah punya teknologi hebat. Kita belajar dari Eropa dan Amerika Serikat soal penggunaan sports science.

Seberapa penting sports science mempengaruhi performa atlet kita?

Penting sekali dan kita tak boleh menganggap enteng. Disiplin ini membuat tim pelatih dan pemain tidak asal-asalan dalam merancang program. Semua dihitung memakai data. India, karena ingin maju badmintonnya, memakai pendekatan sports science. Prancis dan Irlandia sudah menggunakannya.

Apa contohnya?

Ada tim yang menganalisis permainan calon lawan bertanding anak-anak asuhannya. Ada juga analisis cara kerja otot saat pebulu tangkis bermain. Dari situ nanti terlihat berapa game yang bisa dimainkan agar otot pemain tetap bagus. Pelatih juga memakai data itu untuk membuat menu latihan, kapan harus dikencangkan dan kapan tensinya turun. Pelatih fisik kami berkomunikasi dengan tim analisis performa sehingga tahu berapa tempo angkat beban.

Anda punya resep khusus dalam melatih?

Saya mau mengikuti zaman. Ada perkembangan teknologi, kami ikuti, kami manfaatkan. Sekarang enggak seperti dulu. Pemain dulu pasti muntah kalau berlatih sampai capek. Sekarang latihannya juga keras, tapi ada indikator yang jelas. Ini bukan soal panjang-pendek durasi latihan, melainkan kualitas. Bisa saja berlatih enam jam, tapi seperti main-main saja, pelan gerakannya. Saya memperkuat fondasi permainan. Kalau fondasinya kuat, mau digoyang-goyang seperti gempa, ia tetap bertahan.

Apa bedanya dengan latihan ketika Anda masih menjadi pemain?

Latihan sekarang tak seperti dulu. Kami dulu tak tahu bagaimana kondisi pemain. Latihan fisik, ya, latihan saja dan yang penting capek. Sekarang kami berlatih tak asal berkeringat dan ngos-ngosan. Kami atur speed dan ritmenya karena pola itu dipraktikkan saat bertanding di lapangan.


Irwansyah

Tempat dan tanggal lahir: 

  • Medan, Sumatera Utara, 10 Juni 1974

Karier kepelatihan:

  • Pelatih kepala tunggal putra Indonesia (2021-sekarang)
  • Pelatih tim Irlandia (2013-2016)
  • Pelatih tim Siprus (2011-2013)

Prestasi kepelatihan:

  • Medali emas Asian Games 2018 (Jonatan Christie)
  • Medali perunggu Olimpiade Tokyo 2020 (Anthony Sinisuka Ginting)
  • Juara All England 2024 (Jonatan Christie)


Kejuaraan beregu Thomas Cup segera tiba. Bagaimana persiapannya?

Indonesia pernah mendominasi Thomas Cup, lalu sekitar 19 tahun berhenti mendapat gelar juara. Pada 2020-2021, barulah Indonesia berhasil jadi juara lagi. Pemain saya sudah mati-matian berlatih dan bertanding untuk menyiapkan diri. Mereka sampai tidak ada kehidupan di luar pemusatan latihan, tak bisa nongkrong. Itu pengorbanan yang luar biasa.

Apa contohnya?

Mereka berlatih dari Senin sampai Sabtu. Jonatan Christie yang sudah menikah tinggal sendirian di lokasi pelatnas PBSI di Cipayung. Dia berkomitmen begitu dan baru pulang ke rumah keluarga pada Sabtu dan Minggu. Senin sudah masuk dan berlatih lagi.

Apakah keseriusan para pemain itu berkaitan dengan ambisi dalam Olimpiade Paris 2024?

Jonatan dan Anthony Ginting sudah bisa masuk sebagai atlet yang dapat berlaga di Paris. Satu negara maksimal mengirim dua wakil di setiap nomor. Itu aturannya.

Anda yakin keduanya akan menorehkan prestasi dan mempertahankan tradisi emas bulu tangkis dalam Olimpiade?

He-he-he.... Satu-satu dulu saja agar pemain tak terbebani. Jika pemain tak terbebani, permainan mereka insyaallah bagus. Saya sebagai pelatih bertugas menetralkan beban karena pasti ada harapan untuk berprestasi di Paris nanti. Saya berharap masyarakat mendoakan saja, jangan menguber-uber.

Menyimak performa Anda sebagai pelatih, apakah tak ada tawaran melatih dari negara asing?

Sejujurnya ada tawaran seperti itu. Tapi saya masih bertanggung jawab melatih di pelatnas. Saya masih ingin membantu sektor tunggal putra berkembang seoptimal mungkin. Saya ingin pemain kita berlaga dengan konsisten. Ini bukan berarti para pemain kita dulu tak konsisten, tapi saya ingin mereka lebih konsisten.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus