Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

'Busway' Bang Yos

Busway akan segera beroperasi di Jakarta. Ada sejumlah skeptisisme masyarakat yang selama ini tak dilibatkan. Sutiyoso berjanji akan diundur jika belum siap.

4 Januari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tahun baru ini, Sri Handayani, seorang karyawati perusahaan swasta di kawasan Sudirman, berdoa sayup: "Mudah-mudahan busway enggak jadi beroperasi." Doa yang aneh, tapi banyak diharap warga Ibu Kota yang kehidupan rutinnya bersentuhan dengan jalan-jalan di sepanjang poros Blok M-Kota. Sri, ibu muda berusia 37 tahun, itu diam-diam menyiapkan sebuah rencana seandainya bus khusus yang membelah Ibu Kota dari selatan ke utara itu jadi beroperasi. Ia akan mengambil cuti. Sri, Merri, Amran, Stefanus, Azhar, atau siapa saja yang tertekan menyaksikan program busway, mendapatkan gambaran agak menyeramkan tentang hari-hari pertama pemberlakuan program itu (15 Januari, kalau itu tidak ditunda lagi). "Repot!" ujar perempuan yang tinggal di daerah Pamulang ini. Busway sama saja dengan terputusnya rutinitas yang dijalani selama ini: suami mengantar dari Pamulang ke Ciputat, dan dari situ ia naik bus Bianglala jurusan Ciputat-Kota yang terus mengirimnya ke kantor di Jalan Sudirman. Gubernur Sutiyoso (dan tim pemda) telah bergerak dengan ide besarnya tentang lalu-lintas Jakarta yang tidak lagi dicekik kemacetan, dan angkutan umum yang nyaman. Yakni, suatu perjalanan sepanjang 12,9 kilometer Blok M-Kota di dalam bus ber-AC, bebas dari aroma tak sedap, dan—tentu saja—bebas macet. Tapi, apa boleh buat, rutinitas bergerak sebagian masyarakat selama ini telah terusik. Busway adalah angkutan yang ketat, menuntut disiplin: tak akan ada penumpang yang bisa menghentikan bus di luar 23 buah halte di sepanjang jalur itu, tak boleh ada penumpang yang memotong antrean penumpang lain. Selain itu, busway juga berarti sanksi lebih tegas terhadap pengendara yang berani main kucing-kucingan dengan petugas saat diberlakukan three-in-one. Kebiasaan lama dijamin tak akan berubah dalam sekejap. Tapi, seperti Sri yang cemas akan perjalanannya dari rumahnya di Pamulang ke Blok M, bukan itu saja masalahnya. Pusat kekhawatiran masyarakat tidak tertuju pada koridor panjang itu, tapi pada urusan bus pengumpan (feeder), jalur alternatif, atau ketentuan three-in-one yang diperpanjang, pagi-sore. Ya, akibat perubahan sekonyong-konyong itu, orang, misalnya, kemudian jadi bertanya-tanya kesanggupan jalur-jalur alternatif di luar koridor Blok M-Kota buat menampung limpahan kendaraan. Tanah Abang atau Roxi, yang terletak pada salah satu jalur alternatif, misalnya, merupakan titik yang tidak pernah sepi dari macet—bahkan jauh hari sebelum penerapan busway. Menurut ketua tim program busway, Irzal Djamal, saat ini prioritas utama Pemda DKI adalah mengalihkan pengguna bus reguler jurusan Blok M-Kota ke busway. "Mereka dapat dengan nyaman dan cepat bila menggunakan busway," ujarnya. Pemda terpaksa menomorduakan elemen-elemen penting seperti terminal kendaraan pengumpan (feeder) dan lahan parkir bagi pengguna busway yang memakai mobil. Pembangunan keduanya baru dimulai tahun ini, 2004. Prioritas jalur Blok M-Kota ini juga akan melahirkan korban. Ada 149 bus yang beroperasi di sepanjang Blok M-Kota. Mereka "orang lama" yang terpaksa menyingkir, mempersilakan si "pendatang baru" mengambil lahannya. Diharapkan, 11 ribu penumpang yang mereka tampung akan beralih ke 56 bus TransJakarta (busway), yang beroperasi dari pagi hingga malam (lihat, Mimpi Akan Jakarta yang Tertib). Dan orang-orang lama yang tersingkir itu tentu tak akan pergi untuk selamanya. Mereka akan menjadi angkutan feeder yang bakal beroperasi sampai terminal Kota atau Blok M. Tapi perkembangan ini diharapkan tak berhenti sampai di sini. Busway baru akan menjadi solusi kemacetan apabila 160 orang yang menggunakan 130 kendaraan pribadi banting setir alias memakai jasa busway. "160 penumpang dapat tertampung sekaligus dalam dua bus busway," kata Irzal. Kelas menengah yang memilih naik angkutan umum adalah pengalaman Bogota, kota yang lima tahun silam terkenal dengan kemacetannya tapi kini dinyatakan sebagai kota yang berhasil meletakkan busway sebagai solusi. Sekarang, para penumpang busway kaum berdasi lebih suka meninggalkan mobil pribadinya di garasi rumah. Pedro Antoñana Abalos, seorang eksekutif bank di kawasan Gonzale Jimenez, memuji ketepatan waktu yang ditawarkan busway. Jarak tempuh 20 menit dari rumah ke kantor adalah sesuatu yang dulu tak terbayangkan. Jakarta? Paling tidak, di kota ini ada eksekutif macam M.S. Sembiring, Direktur Perdagangan dan Keanggotaan Bursa Efek Jakarta, yang pendapatnya tak banyak beda dengan Pedro. "Kalau saya merasa nyaman, saya akan menggunakan busway. Dan bila kebutuhan saya nanti bisa terpenuhi oleh busway, saya akan bilang mendukungnya," kata Sembiring kepada Fitri Oktarini dari Tempo News Room. Penerapan busway di Jakarta memang menimbulkan banyak pertanyaan yang belum terjawab. Ada yang bernada menyidik: mengapa ada mesin bus-bus ini yang telah "dipesan" sebelum Sutiyoso berkunjung ke Bogota? Seperti diketahui, transportasi umum adalah lahan bisnis istimewa. Belum lagi kontroversi soal tender-tender proyek pembangunan infrastruktur dan bus untuk program ini. Kendaraan untuk busway yang ditenderkan pada perusahaan karoseri mobil PT New Armada dan PT Restu Ibu dilakukan dengan pemilihan langsung dengan dana pengadaan sebesar 50 miliar untuk 56 bus. Menurut Rustam Effendi, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, mereka terpilih, "Karena spesifikasi yang mereka tawarkan adalah yang paling baik." (Lihat, Madu dan Racun 'Busway'.) Pertanyaan bersifat teknis biasanya berkisar pada fasilitas pendukung. Tapi sejauh ini pemda mengakui kurangnya sosialisasi. Iklan busway baru nongol di televisi akhir tahun lalu, padahal masyarakat telah menyaksikan tanda-tanda pemberlakuannya sejak awal 2003, ketika pemda DKI mulai mengecat tulisan busway besar-besar pada aspal jalan. Selain itu, setumpuk rasa dongkol makin lama makin tinggi. Masyarakat juga cuma bisa menerima ketika satu jalur yang disediakan untuk busway sekonyong-konyong tertutup untuk publik. Tak ada penjelasan pemerintah, tapi mereka tidak punya pilihan kecuali menanggung akibatnya: macet yang tak kunjung usai di Jalan Sudirman-Thamrin. Menjelang tenggat, Sutiyoso memang ngebut membangun infrastruktur. Satu lajur bagian tengah jalur utama (trunk lines) dari Blok M-Kota sepanjang 12,9 km telah dipasangi pembatas jalan setinggi 10 sentimeter. Busway adalah sebuah pentas, sebuah pertandingan Sutiyoso melawan perkembangan lalu-lintas Jakarta yang semakin memprihatinkan. Setiap hari, sekitar 12 ribu kendaraan melintasi jalur Blok M-Kota, didominasi oleh angkutan umum dan mobil-mobil pribadi yang bergerak tidak terpadu. Menurut taksiran Sutiyoso, setiap hari warga Jakarta membeli 138 buah mobil. Jalan-jalan Jakarta sesak. "Jika ini dibiarkan, tahun 2014 warga Jakarta bahkan tidak bisa keluar dari garasi rumahnya, stagnan," ucap Sutiyoso kepada TEMPO. Hingga saat ini, Jakarta memang tidak punya transportasi umum yang terpadu, aman, dan nyaman. Busway dipilih karena pertimbangan praktis: biayanya murah, paling cepat dibangun. Sedangkan konsep subway yang dikatakan banyak kalangan sangat ideal untuk perkotaan, misalnya, mahal dan butuh waktu sekitar 10 tahun (lihat, Mimpi Besar Sutiyoso). Sepanjang 2003, total ada Rp 118 miliar dianggarkan untuk pembangunan busway. Program yang dicontek langsung dari pengalaman Bogota, Kolombia, ini memang arena adu cepat Bang Yos melawan kesemrawutan Jakarta. Tapi ketergesa-gesaan itu juga menimbulkan banyak pertanyaan. "Pemda DKI terkesan terburu-buru, malah bisa dikatakan tidak ada perencanaan yang matang," ujar pengamat transportasi, Dharmaningtyas. Semirip apa pun, Bogota yang bersuhu subtropis bukan Jakarta yang tropis. Ketua Tim Penasihat Arsitektur Kota (TPAK), Mohamad Danisworo, mulai mencium persoalan pada 23 halte. Warna metalik mencorong memang kelihatan bagus, tapi bahan aluminium dan kaca menimbulkan masalah. Sewaktu-waktu, di bawah terik matahari Jakarta, halte-halte jadi "oven pemanas". Mohamad mengaku baru dilibatkan empat bulan belakangan ini. Tapi, dalam suasana yang serba tergesa-gesa, sumbangan pikirannya jadi penting. Dialah yang usul agar pemda membatalkan pembangunan jembatan penyeberangan di Bundaran Hotel Indonesia. "Membangun jembatan penyeberangan yang demikian "gemuk" akan merusak arsitektur kawasan konservasi itu," ujar Mohamad. Busway tetap sebuah barang baru. Gubernur Sutiyoso sendiri baru melakukan studi banding ke Bogota beberapa bulan silam. Seorang sumber di Kedutaan Besar RI di Bogota melukiskan: waktu itu Sutiyoso belum begitu paham bagaimana sistem busway beroperasi. Bahkan, di sela-sela pertemuan dengan manajemen Transmilenio, operator busway Bogota, ia sempat bertanya ke mana macet dipindahkan. Seperti dikemukakan manajemen Transmilenio, busway bukanlah memindahkan macet. Ia mengubah kultur memakai kendaraan pribadi ke transportasi publik. Kepada TEMPO, Gubernur DKI yang terpilih dua kali ini mengaku: "Sutiyoso itu tentara, bisa apa sih? Maka, Sutiyoso menggunakan orang-orang pintar dari UI, UGM, dan ITB. Saya tantang mereka. Juga dari luar negeri." Karena itu, ia lekas memboyong beberapa pakar dari International Transportation Development Program (ITDP) asal Amerika Serikat dan Transmilenio dari Bogota. Pendapat mereka seragam: busway cocok di Jakarta, tapi semua sistem harus dibuat terpadu. "Terminal feeder, lahan parkir dan pedestrian, misalnya, harus dipikirkan," kata Dharmaningtyas, menjelaskan lebih jauh. Sutiyoso sosok yang telah berjalan jauh, dari satu kontroversi ke kontroversi lain. Tapi busway adalah salah satu puncaknya yang paling heboh. Dalam wawancaranya dengan majalah ini, ia berjanji tak akan memaksakan tenggat 15 Januari 2004 seandainya busway belum siap. Tapi, ia menandaskan busway hanya bagian dari sistem besar yang terintegrasi. Di samping Blok M-Kota, masih ada 13 koridor lain yang pembangunannya akan dirampungkan tahun 2010. Setelah Blok M-Kota ini, ia akan melanjutkan pembangunan koridor Pulogadung-Bundaran HI pada 2004. Lalu ada koridor untuk monorel sepanjang 20 kilometer lebih dari Bekasi ke Tangerang, yang pembangunannya akan dimulai akhir 2004 ini. Kemudian, jalur monorel lain, Casablanca hingga Roxi. Memang, menurut pakar transportasi Budhi Mulyaman Sujitno, sistem busway tidak akan berjalan optimal jika semua koridor itu tidak dilaksanakan. Persoalannya, Indonesia negeri yang terkenal dengan proyek-proyek besar yang putus sebelum mewujud. Pemimpin baru muncul dengan program baru. Bagaimana dengan Sutiyoso? Yang pasti, "Sampai masa jabatan saya berakhir, saya berjanji menyelesaikan 60 persen dari rencana itu," ujarnya, tegas. Endah W.S., Setiyardi, Purwani D. Prabandari
Mimpi Akan Jakarta yang Tertib Bogota memberi contoh, Jakarta mencoba menjiplak. Tidak bisa seratus persen, tentu, tapi alternatif di luar itu seakan tertutup sudah. Kita tahu, Jakarta kuburan beberapa rencana yang gagal sebelum mewujud: monorel, triple decker, subway, dan lainnya. Dan sekarang, setelah 30-an tahun Jakarta berkembang tanpa suatu terobosan lalu-lintas—anti-kemacetan— yang berarti, Gubernur Sutiyoso ngotot menyodorkan busway. Ia berani, tapi itu lebih merupakan sebuah traffic engineering ketimbang traffic management yang lebih komprehensif. Seperti apa, sih, busway itu? Bus dengan Budaya Baru Sopir:
  • Digaji Rp 2 juta sebulan, tak mengejar setoran.
  • Diambil dari sopir-sopir teladan lalu diseleksi dengan psikotes.
  • Bus hanya boleh berhenti di 23 buah halte. Angkutan Pengumpan: Waktu naik panggung sudah di ambang pintu: 15 Januari. Apa boleh buat, pemda sibuk bukan kepalang menyediakan angkutan pengumpan yang masih kosong. Untuk mengangkut penumpang ke koridor, pemda mengajak banyak operator bus buat melakoni peran feeder. Mereka Kopaja dan bus jenis lain yang trayeknya diambil busway. Korban busway akan berjatuhan.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus