Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font size=2 color=#FF3300>Yos Rauke:</font><br />Kami Kena Sialnya

30 Mei 2011 | 00.00 WIB

<font size=2 color=#FF3300>Yos Rauke:</font><br />Kami Kena Sialnya
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TAK pernah terlintas di benak Yos Rauke, kedatangannya ke Kejaksaan Agung bakal berbuntut penahanan. Bersama Bendahara Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, Fadil Kurniawan, semula dia hendak melaporkan raibnya dana Rp 80 miliar milik instansinya di Bank Mega Cabang Jababeka, Cikarang, Bekasi. Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Aset Keuangan Daerah Kabupaten Batu Bara ini oleh kejaksaan dinyatakan meraup untung atas penempatan dana tersebut.

Rabu pekan lalu, ayah dua anak itu genap 20 hari mendekam di rumah tahanan Kejaksaan Agung. Tapi selama itu pula ia mengaku belum pernah diperiksa penyidik ”Kami ini korban,” katanya kepada Anton Aprianto dari Tempo.

Bagaimana awal mula penempatan uang pemda Batu Bara di Bank Mega Jababeka?

Pertengahan Agustus tahun lalu, Fadil datang ke ruangan saya. Ia mengusulkan sisa lebih penggunaan anggaran sebaiknya diinvestasikan. Total dana di Bank Sumut Kabupaten Batu Bara sekitar Rp 120 miliar.

Anda langsung setuju?

Tidak. Fadil lalu datang lagi. Ia bercerita punya teman yang memahami investasi. Namanya Ilham M. Harahap. Fadil bilang Ilham itu teman kuliahnya di Medan. Saya setuju, tapi pada produk yang diizinkan, seperti deposito.

Setelah itu?

Akhir Desember 2010, saya ke Jakarta bersama Fadil untuk urusan dinas. Saat itu Fadil mengajak saya bertemu dengan Ilham di Hotel Twin, Jakarta Barat. Ilham menawarkan deposito. Ia bilang, sayang kalau dana sisa anggaran tidak diinvestasikan, bunganya bisa masuk ke kas daerah.

Saat itu Ilham mengaku pegawai Bank Mega?

Saya hanya tahu Ilham itu teman Fadil. Pekerjaannya apa, saya tidak tahu.

Lalu kenapa uang bisa masuk ke Bank Mega?

Seminggu setelah di Hotel Twin, saya dan Fadil ke Jakarta lagi. Kami berdua dijemput Ilham untuk bertemu dengan Kepala Cabang Jababeka Itman Harry Basuki. Pertemuan di sebuah kafe di Plaza Bintaro, Tangerang. Itman menawarkan, kalau ada dana kas nganggur bisa disimpan di kantornya. Bunganya sekitar 7 persen.

Dan Anda tergiur?

Waktu itu saya belum memutuskan apa-apa. Saya cari profil Itman ke Bank Mega Kisaran, Sumatera Utara. Supaya mereka lebih terbuka, saya buka rekening di sana dengan simpanan awal Rp 50 juta. Setelah dicek, Itman memang bekerja di Bank Mega.

Setelah itu, Anda setuju mendepositokannya di Bank Mega?

Saya sepakat dengan Fadil untuk mendepositokan Rp 20 miliar. Saat itu di kas ada Rp 48 miliar. Yang lain sudah didepositokan ke bank lain.

Anda sendiri mengisi dokumen penempatan itu?

Pada September 2010, saya bertemu dengan lagi Ilham dan Itman. Dia memberikan aplikasi penempatan. Kami isi dan yang meneken Fadil. Lalu Fadil membuka rekening di Bank Mega Jababeka.

Untuk semua ini, Anda minta izin ke bupati dan DPRD?

Penempatan deposito itu diatur Peraturan Menteri Dalam Negeri. Penempatan tak perlu izin bupati atau DPRD, karena kewenangannya melekat pada saya. Begitu juga untuk Fadil.

Kapan kemudian mendapat bunga?

Setelah ditempatkan, beberapa bulan kemudian ada bunga masuk di rekening asal Bank Sumut. Lalu kami depositokan lagi sejumlah uang. Bunganya juga masuk. Saya lupa nilainya. Bunga ini tercatat di kas daerah. Tapi penempatan kedua dan kelima tidak memakai aplikasi.

Anda tidak curiga?

Saya sudah menanyakannya ke Fadil, dia bilang enggak perlu. Pas penempatan keempat, saya sedang naik haji.

Kapan Anda tahu duit itu dibobol?

Setelah ada kasus Elnusa. Saya lihat Itman pelakunya juga. Saya minta Fadil mengecek, Itman tidak pernah mengangkat telepon. Kami juga mengecek duit itu di Bank Mega Medan, tapi tidak bisa dibuka.

Anda langsung melapor ke kejaksaan?

Niatnya begitu. Saya diskusi dulu dengan Kepala Kejaksaan Negeri Kisaran Didi Suhardi. Belakangan ada perintah saya diminta ke Kejaksaan Agung.

Benarkah Anda membawa aparat Kejaksaan Agung mendatangi Bank Mega Jababeka?

Saya ajak mereka ke sana. Tapi di sana hanya berhadapan dengan staf legal Bank Mega. Mereka bilang uangnya sudah hilang.

Anda tahu apa kesalahan Anda?

Saya tidak tahu. Belakangan, saya tahu pada aplikasi kedua sampai kelima, tanda tangan saya dipalsukan. Fadil juga mengaku begitu. Kami kena sialnya. Saya tak habis pikir, uang bisa hilang.

Kami mendapat informasi, Anda mendapat jatah bunga atas penempatan dana itu.

Semua bunga masuk ke kas pemda. Ada catatannya. Kami ini hanya korban.

Sumber kami menyebut, dana yang dimasukkan ke Bank Mega itu antara lain hasil korupsi.

Itu ngawur. Itu sisa anggaran dari pajak, retribusi, dana alokasi umum, dan sebagainya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus