Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mengapa Prabowo Menunjuk Sugiono Menjadi Menteri Luar Negeri

Sugiono sudah lama mendampingi Prabowo Subianto sebelum menjadi Menteri Luar Negeri. Banyak kritik terhadap penunjukannya.

2 Februari 2025 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Luar Negeri Sugiono menghadiri upacara penyambutan di Bandara Kazan saat kedatangannya untuk berpartisipasi dalam KTT BRICS, Rusia, 22 Oktober 2024. Alexei Danichev via Reuters

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Menteri Luar Negeri Sugiono menjadi alumnus SMA Taruna Nusantara yang direkrut Prabowo Subianto.

  • Dia sudah lama mendampingi Prabowo dan turut mendirikan Partai Gerindra.

  • Namun, politik luar negeri kini lebih banyak dipegang Presiden daripada Menteri Luar Negeri.

PERMADANI untuk karier politik Sugiono tergelar sejak dia menjalani pendidikan di SMA Taruna Nusantara, Magelang, Jawa Tengah. Bersama Mayor Teddy Indra Wijaya, yang juga lulusan sekolah menengah semimiliter itu, dia kerap dijuluki “anak ideologis” Presiden Prabowo Subianto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selulus dari Taruna Nusantara, Sugiono sebenarnya berminat masuk ke Akademi Militer. Dia mengurungkan niatnya tatkala mendengar kabar bahwa Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Prabowo Subianto menawarkan beasiswa kepada alumnus Taruna Nusantara untuk melanjutkan pendidikan ke beberapa perguruan tinggi militer di Amerika Serikat. Pemuda yang lahir di Takengon, Aceh Tengah, 11 Februari 1979, itu pun mendaftar dan diterima di kampus militer Norwich University.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setamat kuliah, Sugiono tak langsung pulang ke Tanah Air. Ia bekerja di Negeri Abang Sam sebelum kembali untuk melanjutkan pendidikan sebagai calon perwira Tentara Nasional Indonesia. Ia lulus dari Akademi Militer dengan pangkat letnan dua korps infanteri.

Sugiono mulai mendampingi Prabowo saat membangun bisnis di Indonesia setelah lama menepi di Yordania. Prabowo, yang memang senang kepada lulusan Taruna Nusantara, mengumpulkan alumnus sekolah itu untuk membantunya. Mereka kemudian juga masuk ke jajaran pengurus Partai Gerakan Indonesia Raya yang ia dirikan.

Dua petinggi Koalisi Indonesia Maju (KIM)—gabungan partai pendukung pemerintahan Prabowo Subianto—menuturkan, selain Sugiono, lulusan Taruna Nusantara yang dekat dan kerap mendampingi Prabowo adalah Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono, dan Sekretaris Kabinet Mayor Teddy Indra Wijaya. “Sugi juga terlibat banyak membantu alumnus Taruna Nusantara agar bisa mendapatkan posisi bagus,” kata mereka.

Posisi Sugiono, yang kala itu menjadi sekretaris pribadi Prabowo, turut membantu para lulusan Taruna Nusantara mencari pekerjaan dan jabatan. “Posisi dia ini yang membuatnya dekat dengan orang-orang di lingkaran Prabowo,” ujar petinggi KIM yang lain.

Sugiono kemudian dekat dengan Angga Raka Prabowo, yang kini menjabat Wakil Menteri Komunikasi dan Digital; Sudaryono; juga Budisatrio Djiwandono, keponakan Prabowo yang kini menjadi Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat. “Mereka disebut Kelompok Anak Laki, yang sering berkumpul di Kertanegara,” ucap petinggi KIM itu.

Menteri Luar Negeri Sugiono (kiri), Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani, Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar, dan Menteri Luar Negeri Filipina Enrique Manalo bersiap untuk foto di pertemuan tingkat menteri luar negeri G7 di Fiuggi, Italia, 26 November 2024. Alessandra Tarantino via Reuters

Sugiono turut mendirikan Partai Gerindra pada 2008. Dia lantas menjadi anggota DPR periode 2019-2024 dan menjabat Wakil Ketua Komisi I DPR, yang makin memuluskan jalannya menjadi pembantu presiden.

Prabowo sering satu pesawat dengan adiknya, Hashim Djojohadikusumo; Sugiono; Teddy; dan para ajudan. “Itu sudah berlangsung sejak Prabowo masih menjabat Menteri Pertahanan,” kata petinggi KIM tersebut. Misalnya, saat Prabowo berkunjung ke Malaysia pada Senin, 27 Januari 2025, ada tiga pesawat yang berangkat. Pesawat Kepresidenan hanya diisi Prabowo, Sugiono, Teddy, Hashim, dan ajudan. Pesawat lain membawa para menteri dan kepala protokol negara.

Sugiono dan Teddy juga dilibatkan Prabowo dalam perumusan kandidat pembantu presiden. “Sugi dan kelompoknya dilibatkan dalam profiling calon-calon menteri,” ujar petinggi KIM itu. Prabowo lalu menunjuk Sugiono menjadi Menteri Luar Negeri.

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia Dewi Fortuna Anwar mengkritik penunjukan Sugiono. Menurut Dewi, alih-alih memilih diplomat ulung seperti Hassan Wirajuda atau Marty Natalegawa, atau mempertahankan jabatan Retno Marsudi, Prabowo menunjuk Sugiono untuk melapangkan jalannya tampil di panggung politik internasional.

Dewi berpandangan politik luar negeri kini lebih banyak dipegang presiden daripada Menteri Luar Negeri. “Apakah Kementerian Luar Negeri kemudian berperan sebagai tempat kebijakan luar negeri ‘digodok’ atau sekadar menjadi sekretariat ketika kebijakan sudah terbentuk?”

Dewi menuturkan, ada kesan Sugiono, yang bukan diplomat karier, ditunjuk karena Prabowo enggan memilih menteri dari kalangan orang yang berpengalaman. Tujuannya, “Dia ingin menteri yang betul-betul presidential aid, yang akan menyalurkan pesan presiden ke Kementerian.”

Pilihan Prabowo ini membuat Kementerian Luar Negeri kerepotan “memperbaiki” jika ada kesalahan yang dilakukan Presiden. Dewi mencontohkan, Kementerian harus membereskan masalah yang muncul akibat pernyataan bersama Prabowo dan Presiden Cina Xi Jinping di Beijing yang mengakui wilayah sengketa di Laut Cina Selatan. Padahal sejak awal Indonesia menolak klaim Cina atas sembilan garis putus-putus di perairan tersebut. “Ketika ada kesalahan, tidak ada yang berani (mengingatkan). Ini risiko ketika ada inisiatif-inisiatif yang sangat atas-bawah. Enggak ada yang berani mengatakan, ‘Pak, jangan, deh’,” tutur Dewi.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyoroti ketidakjelasan pembagian peran antara Prabowo dan Sugiono. Kondisi ini, dia menambahkan, berpotensi mengarah ke keputusan dari atas ke bawah dan bukan sebaliknya. “Ada adagium yang mengatakan, di Inggris, the king can do no wrong. Kalau di sini, president can do no wrong,” katanya dalam diskusi kelompok terarah dengan Tempo pada Rabu, 15 Januari 2025.

Seorang diplomat yang lama berkarier di Eropa menuturkan, situasi Kementerian sangat kacau akibat ketidakjelasan tugas pokok dan fungsi mereka. Sugiono, dalam melakukan koordinasi, enggan membuat rancangan tertulis. “Disposisi Sugiono ke bawahan diberikan secara lisan, enggak ada return-nya,” ucapnya. Sugiono langsung menyampaikan disposisi kepada sekretaris pribadinya tanpa komunikasi dengan jajaran di bawahnya hingga menimbulkan kebingungan di kalangan pejabat Kementerian.

Berdasarkan cerita diplomat di Amerika Serikat, Prabowo hanya mengajak Teddy dan Sugiono dalam pertemuan dengan Direktur Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA) William J. Burns di Washington, DC, pada 12 November 2024. Keduanya mendampingi Prabowo tanpa mencatat isi pembicaraan.

Kejadian serupa terulang saat Prabowo bertemu dengan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer di London pada 21 November 2024. Karena tak ada catatan yang dibuat Teddy dan Sugiono, diplomat Indonesia di Amerika Serikat dan Inggris tak punya pegangan untuk menindaklanjuti pertemuan itu.

Masalah administrasi itu diduga menimbulkan “kekisruhan” di Kementerian Luar Negeri. Juru bicara Kementerian, Rolliansyah alias Roy Soemirat, enggan menanggapi dugaan itu. “Kami sebagai sebuah sistem memiliki metode kerja yang jelas, yang tidak harus diterangkan kepada publik. Termasuk cara untuk engage dengan media,” kata Roy dalam pesan tertulis pada Ahad, 26 Januari 2025.

Teuku Rezasyah, dosen hubungan internasional di Universitas Padjadjaran, Sumedang, Jawa Barat, menilai usia Sugiono yang masih 45 tahun menjadi pertimbangan besar Prabowo saat menunjuknya sebagai Menteri Luar Negeri. “Dan juga yang dibutuhkan adalah akses langsung kepada Pak Prabowo,” tuturnya.

Anggota Komisi I DPR, Junico Bisuk Partahi Siahaan, menilai Sugiono sebagai sosok yang cerdas dan berpengalaman jika menyelisik latar belakangnya. Dia juga menyinggung pengalaman Sugiono yang pernah menjadi Wakil Ketua Komisi I DPR, yang antara lain membidangi luar negeri. Menurut dia, pengetahuan Sugiono tentang geopolitik pun tak kalah mumpuni.

Ketua Center for Indonesia-China Studies Rene L. Pattiradjawane mempertanyakan alasan Prabowo menunjuk Sugiono sebagai Menteri Luar Negeri. Menurut Rene, Sugiono tidak memiliki kebijakan khusus yang ditawarkan saat menghadiri Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri 2025. Ia pun menilai Sugiono tak memiliki gagasan orisinal mengenai kebijakan luar negeri dan hanya menerima program-program yang telah diperintahkan. “Kayaknya yang jadi Menlu itu Prabowo, bukan Sugiono,” ujarnya.  

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Penyalur Pesan Presiden

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus