Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Daerah penghasil sawit meminta penerbitan regulasi DBH sebagai turunan UU Nomor 1 Tahun 2022.
Usulan dana bagi hasil sawit sudah santer disampaikan sejak lebih dari sedekade lalu.
Kemenkeu berjanji mempublikasikan ketentuan tersebut jika sudah rampung.
JAKARTA – Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI) merekomendasikan soal dana bagi hasil (DBH) industri kelapa sawit saat bertemu dengan perwakilan pemerintah pusat, kemarin. Dalam rapat koordinasi ihwal tata kelola hulu dan hilir sawit nasional untuk lima tahun ke depan itu, Ketua AKPSI, Yulhaidir, meminta penerbitan regulasi DBH sebagai turunan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
“Berisi pembagian dana hasil kelapa sawit kepada masing-masing kebun di kabupaten penghasil sawit,” ucap Yulhaidir saat membacakan rekomendasi forumnya di Hotel Grand Sahid, Jakarta.
Usulan DBH sawit sudah santer disampaikan sejumlah regulator daerah sejak lebih dari sedekade lalu, baik dalam forum kepala daerah maupun rapat koordinasi provinsi penghasil sawit. Dengan DBH, regulator daerah berharap bisa mendongkrak kapasitas fiskal untuk pembangunan industri sawit di wilayah masing-masing.
Skema DBH merupakan dana kas negara yang dialokasikan berdasarkan persentase dan parameter tertentu. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sudah mengatur sejumlah DBH, termasuk pajak serta minyak dan gas bumi. Namun belum ada DBH sawit.
Mewakili AKPSI yang dianggotai 160 bupati, Yulhaidir mengatakan undang-undang tersebut semestinya dirincikan ke level teknis, baik berupa peraturan pemerintah maupun peraturan Menteri Keuangan. “Harapan kami, tahun ini sudah keluar dan tahun depan (DBH) sudah masuk ke kas daerah kabupaten penghasil sawit,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan pada acara Penyerahan Data Perkebunan Sawit Kabupaten dalam rangka Audit Perkebunan Sawit Seluruh Indonesia, 7 Juli 2022. Dok maritim.go.id
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asosiasi pun menuntut perizinan bagi kabupaten agar dapat menarik pungutan Rp 25 dari produksi per kilogram tandan buah segar (TBS). Regulasi pungutan hasil panen petani itu dianggap bisa mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) serta menormalkan harga TBS. Yulhaidir mengklaim pemerintah daerah kian terimpit oleh keluhan para petani akibat harga TBS yang dipatok sangat rendah, bahkan tak sampai Rp 1.000 per kilogram.
Dalam jumpa pers yang sama, Bupati Banyuasin, Askolani Jasi, mengatakan pembagian DBH perkebunan sawit menjadi wewenang pemerintah pusat. “Sekarang kami minta khusus (ada DBH) untuk sawit, seperti di migas,” ucapnya.
Di sektor minyak bumi, pemerintah pusat kini mendapat 85 persen, sedangkan sisanya dibagi ke daerah penghasil. Nilainya berbeda dengan DBH gas.
Pada awal Januari 2020, pemimpin 18 provinsi penghasil sawit di Indonesia sempat berkumpul di Pekanbaru, Riau, untuk membahas usulan DBH. Saat itu para gubernur mengusulkan porsi pembagian DBH sawit sebesar 70 persen untuk pusat dan 30 persen untuk daerah. Namun usulan itu hanyut setelah disampaikan kepada regulator pusat.
Aksi Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia terkait kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah di Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta, 17 Mei 2022. Tempo/Magang/Cristian Hansen
Kemenkeu Rumuskan Regulasi DBH Sawit
Saat dimintai konfirmasi soal penyusunan regulasi DBH Sawit, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti, berjanji mempublikasikan ketentuan tersebut ketika sudah rampung dibahas. “Saat ini sedang tahap perumusan kebijakan. Kalau sudah final, kami share,” tuturnya. Primanto memastikan lembaganya menerima masukan semua pihak, termasuk pemerintah daerah.
Saat menyampaikan laporan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat paripurna di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, kemarin, Wakil Ketua Banggar DPR, Muhidin Mohamad Said, mengatakan DBH perkebunan sawit masuk dalam arah kebijakan umum Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) 2023. Pengalokasian DBH sawit dianggap memperkuat kemampuan pemerintah daerah dalam penanganan dampak lingkungan. Alokasinya pun untuk perbaikan jalan dan pembangunan infrastruktur.
“Penambahan jenis DBH lainnya adalah DBH perkebunan sawit untuk dukungan infrastruktur di daerah dan industri sawit,” ujarnya.
Dalam rapat koordinasi nasional di Kementerian Dalam Negeri pada 16 Juni lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan selama ini DBH terbatas pada cukai hasil tembakau. Rincian DBH sawit akan disusun dalam peraturan menteri yang masih digodok lembaganya. “Kalau harga CPO (minyak mentah) naik, pasti Bapak-Ibu (kepala daerah) sekalian akan mendapat sebagian dari hasil itu," ucap Sri.
Deputi Direktur Sawit Watch, Achmad Surambo, memperkirakan terjadinya dilema bagi pemerintah pusat dalam penetapan DBH sawit. Jika pengaturannya kurang tepat, DBH anyar itu bisa menimbulkan kecemburuan sosial di antara kepala daerah pengelola komoditas penting. “Kalau sektor sawit dapat, pasti bermunculan lagi tuntutan dari pengelola komoditas lain.”
CAESAR AKBAR | YOHANES PASKALIS | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo