Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Banteng Meredam Loreng

Kegaduhan muncul setelah isu keretakan hubungan Andika Perkasa dengan Dudung Abdurachman mencuat. PDI Perjuangan berupaya memadamkan amarah Dudung.

25 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERDISKUSI bersama tiga kawannya pada Ahad malam, 11 September lalu, Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman menyinggung isu keretakan hubungannya dengan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Dudung mempersoalkan pernyataan anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, Effendi Simbolon, yang memantik isu itu dengan menyebut putranya tak lulus Akademi Militer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam persamuhan di rumah dinas Kepala Staf TNI Angkatan Darat di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, itu, Dudung membantah jika tinggi badan Mohamad Akbar Abdurachman, putranya, disebut kurang dari 160 sentimeter—syarat minimal calon taruna Akmil. “Pak Dudung bilang data itu kurang valid,” kata Raylis Sumitra, orang dekat Dudung yang hadir dalam pertemuan itu, kepada Tempo, Kamis, 22 September lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Raylis menunjukkan sebuah video di akun Facebook Dudung Abdurachman. Sosok Akbar di video itu terlihat jangkung. Menurut Raylis, Akbar bertinggi badan 174 sentimeter. “Fisiknya bagus. Dia lulusan Taruna Nusantara,” ucap penulis buku Dudung Abdurachman Membongkar Operasi Psikologi Gerakan Intoleransi itu.

Polemik tidak lulusnya putra Dudung diapungkan Effendi Simbolon dalam rapat Komisi Pertahanan DPR, Senin, 5 September lalu. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menyebut isu disharmoni merembet hingga pencoretan Akbar Abdurachman sebagai calon taruna. “Sampai ke urusan anak Jenderal Dudung yang katanya tidak lulus karena umur dan tinggi badan,” ujar Effendi kala itu.

Sehari seusai pertemuan di rumah dinasnya, atau pada Senin, 12 September lalu, Dudung menggelar rapat virtual dengan anak buahnya. Rangkuman rapat yang diperoleh Tempo menunjukkan ada tujuh poin yang disampaikan bekas Gubernur Akademi Militer itu. Salah satunya, membantah tinggi badan putranya kurang dari 160 sentimeter.

Namun mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat itu mengakui usia putranya belum memenuhi syarat. Merujuk pada situs resmi TNI, calon taruna mesti berusia minimal 17 tahun 9 bulan dan maksimal 22 tahun saat pembukaan pendidikan pertama 1 Agustus 2022. 

Dudung juga menginstruksikan anak buahnya agar tak takut mengecam pernyataan Effendi Simbolon yang menyebut TNI “seperti gerombolan”. Mantan Panglima Komando Militer Jayakarta itu memuji seorang kopral yang mengomentari pernyataan Effendi lewat unggahan video di media sosial. Belakangan, penggalan rekaman instruksi Dudung itu beredar ke publik.

Setelah Dudung bertitah, beredar berbagai video dari personel Angkatan Darat yang mengecam Effendi. Salah satunya datang dari Komandan Komando Distrik 0623 Cilegon, Banten, Letnan Kolonel Ari Widyo Prasetyo. Bergerombol bersama 12 orang, 6 di antaranya berseragam tentara, Ari menuding Effendi Simbolon mengadu domba pemimpinnya dan melukai prajurit TNI. “Kami tidak terima. Darah kami mendidih,” ujarnya. Ia mendesak Effendi meminta maaf.

Menurut dua narasumber di TNI, kubu Dudung mengaitkan kritik Effendi Simbolon itu dengan peristiwa beberapa waktu silam. Mereka bercerita, Effendi sempat meminta Dudung menyumbang untuk sebuah acara. Namun Dudung tak mengakomodasi proposal itu. Orang-orang dekat Dudung pun mengaitkan kritik Effendi dengan penolakan tersebut. Informasi ini juga dibenarkan seorang petinggi PDI Perjuangan.

Effendi tak menanggapi saat dimintai tanggapan ihwal proposal donasi tersebut. Ia hanya menjawab pertanyaan soal hubungannya dengan Dudung. “He-he… hubungan baik-baik saja,” kata Effendi lewat pesan pendek pada Sabtu, 24 September lalu.

Kegeraman Dudung membuat kalangan internal PDI Perjuangan ketar-ketir. Demi meredam konflik berkepanjangan, PDIP pun memerintahkan Effendi meminta maaf. Dua petinggi partai banteng mengatakan perintah itu datang dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, yang sedang melawat ke Korea Selatan. 

Keduanya menyebutkan bahwa Megawati, yang meresmikan patung mantan presiden Sukarno di Akademi Militer pada Februari 2020 atau saat Dudung menjabat Gubernur Akmil, marah kepada Effendi. Sempat ada rencana memindahkan Effendi dari Komisi Pertahanan DPR.

Baca: Beda Peluang Ganjar Pranowo dan Puan Maharani Menjadi Calon Presiden

Narasumber yang sama bercerita, ada kekhawatiran di kalangan internal PDIP bahwa perseteruan Effendi dengan Dudung bisa berdampak pada perolehan suara partai itu dalam Pemilihan Umum 2024. Didampingi Ketua Fraksi PDIP di DPR, Utut Adianto, Effendi Simbolon meminta maaf pada Rabu, 14 September lalu.

Adapun Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto hanya menjawab sebagian pertanyaan yang dilayangkan Tempo. “Pak Effendi meminta maaf, kemudian kan dilanjutkan pertemuan dengan Pak Dudung,” ujarnya.

Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri bersama Kasad Jenderal Dudung Abdurachman di Jakarta, Maret 2022. Dok. BPIP

Menanggapi permintaan maaf Effendi, Dudung mengatakan TNI memiliki kehormatan dan harga diri yang tak boleh diganggu. Kendati begitu, ia mengaku yakin pernyataan Effendi tak mewakili Komisi Pertahanan ataupun partai. “Setahu saya PDI Perjuangan sangat dekat dengan TNI Angkatan Darat,” ucap Dudung di Bengkalis, Riau, pada Rabu, 14 September lalu.

Keributan di Angkatan Darat membuat Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono bereaksi. Di grup WhatsApp pejabat struktural TNI AL, Yudo mengirim pesan agar jajarannya tak terprovokasi dan ikut-ikutan berkomentar. Seorang petinggi TNI AL bercerita, instruksi itu muncul lantaran ada anggota Marinir di suatu daerah yang tampil dalam sebuah video mengecam Effendi Simbolon.

“Tetap tenang agar situasi tidak semakin gaduh. Jaga soliditas sebagai prajurit Jalasena,” tulis Yudo dalam pesan yang dilihat Tempo. Jalasena istilah yang digunakan untuk menyebut korps baju putih, seragam khas Angkatan Laut.

Instruksi itu lantas tertuang dalam edaran Penerangan Pasukan yang dibuat Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut. Isinya, meminta prajurit tak terprovokasi dan sembarang berkomentar negatif di media sosial menyangkut isu politik yang dapat menimbulkan kegaduhan. Anggota TNI AL juga diminta tak terpancing dalam permasalahan dengan anggota matra lain ataupun masyarakat.

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama Yulius Widjojono membenarkan adanya instruksi itu. “Pak Yudo tidak menghendaki adanya anggota TNI AL yang makin membuat gaduh,” kata Yulius kepada Tempo pada Rabu, 21 September lalu. 

Berbeda dengan Jenderal Dudung Abdurachman, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa adem menanggapi ucapan Effendi Simbolon. Kepada wartawan seusai rapat di DPR, Andika mengatakan hanya menjalankan tugas sebagai Panglima TNI. Dia juga mengaku tak ada masalah dengan Jenderal Dudung Abdurachman. “Dari saya tidak ada (masalah),” ucap Andika.

HUSSEIN ABRI DONGORAN, SALSYABILLA, PRAMONO

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Stefanus Pramono

Stefanus Pramono

Bekerja di Tempo sejak November 2005, alumni IISIP Jakarta ini menjadi Redaktur Pelaksana Politik dan Hukum. Pernah meliput perang di Suriah dan terlibat dalam sejumlah investigasi lintas negara seperti perdagangan manusia dan Panama Papers. Meraih Kate Webb Prize 2013, penghargaan untuk jurnalis di daerah konflik, serta Adinegoro 2016 dan 2019.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus