Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kita kerap mendengar ujaran saat melahirkan, ibu mempertaruhkan nyawa. Ujaran lain menyebut rasa sakit saat bersalin adalah kombinasi semua jenis kesakitan yang ada di dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karenanya, selama kehamilan ada banyak hal yang mesti diindahkan calon ibu dan ayah. Pertama, memperhatikan perkembangan fisik ibu selama hamil. Kegemukan atau terlalu kurus sama berbahayanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Terlalu gemuk tidak baik. Terlalu kurus juga tidak baik. Ibu hamil yang sangat kurus bisa saja merasa kuat tapi secara fisik ia sebenarnya rapuh, apalagi persalinan butuh tenaga ekstra. Kurus saat hamil punya banyak arti. Selain bayi tidak mendapat nutrisi yang cukup, kurus juga berarti si ibu kurang mendapat nutrisi untuk diri sendiri. Karenanya, perkembangan berat badan mesti dipantau,” papar Dr. Ardian Ganda Sefri Ardianto.
Idealnya, kenaikan berat badan selama hamil adalah 11 sampai 16 kilogram dengan penambahan 0,5 hingga 2 kg pada trimester pertama. Kemudian, naik 0,5 kg pada minggu berikutnya. Hal lain yang patut dicamkan para ibu adalah kebiasaan malas bergerak menjelang persalinan.
“Ingat Bu, mengurangi gerak menurunkan massa dan kekuatan otot. Massa dan kekuatan otot yang berkurang melemahkan kemampuan untuk mendorong saat bersalin. Tidak ada salahnya tetap rajin berolahraga meski hanya jalan kaki beberapa menit, tiga atau empat kali seminggu,” Ardian mengingatkan.
Ia menambahkan, umur saat hamil juga patut dicermati. Ibu yang terlalu muda (kurang dari 15 tahun) dapat mengalami kesulitan saat bersalin mengingat, tubuh yang terlalu muda tidak cukup kuat untuk mengatasi perubahan fisik maupun hormon yang terjadi selama hamil. Ketidaksiapan itu meningkatkan risiko anemia, hipertensi, hingga bayi lahir prematur. Ibu yang hamil di usia tua juga punya risiko.
“Hamil saat usia melewati 35 tahun juga berisiko. Ibu bisa mendapat serangan hipertensi, plasenta terlepas (placental abruption), plasenta letak rendah (placenta previa), dan risiko lainnya. Kesulitan ini bisa membuat persalinan lebih sulit dan lama. Pola makan, olahraga teratur, memantau perkembangan bobot ibu dan janin, serta dukungan suami sangat penting,” jelas Ardian.