SEORANG suster menaiki tangga Masjid Ash-Shamad di Kelurahan Postoh, Larantuka. Ia membagi-bagikan pakaian bekas dan bahan makanan. Panorama sekitar masjid itu mengenaskan. Lebih dari 110 rumah hancur. Di situlah tragedi banjir Larantuka kemarin paling banyak menelan korban. Tiga orang laki-laki dan dua wanita tewas, semuanya muslim. Saat itu, "Pada dini hari, batu-batu menggelinding dari atas, kami semua sekitar 500 orang lari ke tingkat atas masjid," tutur M. Sahril Gunawan, pengurus Partai Persatuan Pembangunan Larantuka.
Lumpur menerjang, tapi masjid itu tak ikut terbenam. Kerugian warga tak bisa dihindari. "Mobil Feroza saya sampai terlempar ke laut," kata anak imam Masjid Ash-Shamad itu. Begitu fajar menyingsing, menurut Sahril, yang pertama-tama membantunya adalah warga Katolik. "Para Mudika (Muda-mudi Katolik) langsung datang ikut membersihkan lumpur yang masuk di masjid," katanya.
Betapapun suasana duka masih membekap warga Postoh, toh mereka tetap turut mengawal prosesi Paskah. Setiap prosesi selalu ada deretan pemuda bersongkok hitam, berkemeja putih, mengamankan jalan penziarah. Mereka adalah remaja masjid Kelurahan Postoh dan Eka Sapta di Larantuka yang mayoritas muslim.
Paskah lalu, di Kapel Santa Meninu, para remaja masjid menjaga mulai dari laut sampai ke pintu kapel. "Bapa yang baik, berkahilah saudara-saudara muslim kami, yang telah membantu upacara ini," demikian bunyi salah satu doa yang diucapkan pastor.
Kehangatan berbalas. Setiap diadakan salat Idul Fitri atau Idul Adha di halaman Kantor Pemerintah Daerah Flores Timur, para pemuda Katolik giliran turut menjaga jamaah. "Bahkan, kalau ada rombongan haji dari warga kami yang baru datang dari Mekah, para muda-mudi Katolik juga turut menyambut," kata Sahril Gunawan.
Dan sampai kini, kemesraan semacam itu belum sirna di Larantuka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini