Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Doa Tikam kepada Santo Antonius

Di Larantuka dan sekitarnya, terdapat ratusan patung kuno santo dan santa Katolik. Warisan Portugis berabad lampau ini tersimpan dalam kapel pribadi dan rumah-rumah penduduk.

25 April 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GREGORIUS Sinyo Monterio mencium kening patung Santo Antonius dari Padua. Lalu dia berkata, "Ini patung, banyak umat doa tikam di depannya." Tegak di atas sebuah altar, Santo Antonius berukuran mini itu berjubah hijau penuh bordiran bunga. Tangannya memeluk kanak-kanak Yesus. Di rumah Gregorius, 75 tahun, yang terletak di pinggir jalan masuk Kapel Tuan Ma, patung tersebut mendapat sebuah kamar berukuran 3 x 4 meter persegi. Ini kapel pribadi keluarga Monterio, tapi siapa saja boleh mampir untuk berdoa. "Kapel ini saya buka setiap saat. Jam tiga pagi pun silakan mengetuk bila anak ingin berdoa," ujar Gregorius kepada TEMPO. Orang yang mau berziarah ke Tuan Ma biasanya mampir dulu ke situ untuk berdoa, mengaji kecil. Santo Antonius dari Padua (1195-1231) amat populer di wilayah Larantuka dan sekitarnya. Di Desa Waibalun—5 kilometer dari Larantuka—kapel Santo Antonius dari Padua adalah tempat warga mengadukan segala kesusahan—terutama mereka yang kehilangan barang. Di dalam sejarah orang-orang kudus, Santo ini dikenal sebagai pelindung barang-barang yang hilang. Sekali waktu buku mazmur miliknya dicuri seorang novis—calon biarawan. Santo Antonius yang sedih berdoa agar buku mazmurnya dikembalikan. Novis itu merasa tak tenang jiwanya dan akhirnya mengembalikan buku tersebut. Itu sebabnya banyak orang—sekalipun hanya kehilangan dompet—pergi ke kapel-kapel Santo Antonius. Mereka yang dituduh mencuri, misalnya—dan ternyata benar mencuri—langsung giris bila mesti mengikuti "tes kebohongan" di depan patung Santo Antonius. Di Waibalun, pernah giwang emas seorang mama dikutil anak lelakinya. Tanpa banyak cakap, mama itu menghardik si bocah, "Pilih mengaku atau mama bawa menghadap Santo Antonius?" Terbirit-birit ketakutan, bocah itu mengembalikan giwang ke tangan ibunya. Di Larantuka dan desa-desa sekitarnya, ada banyak patung peninggalan Portugis yang disimpan di tori atau kapel kecil milik adat. Tapi, yang menakjubkan, banyak penduduk secara pribadi memiliki patung Portugis lama. Biasanya patung itu ditempatkan di atas altar-altar keluarga seperti di rumah Opa Gregorius. Seperti Tuan Ma dan Tuan Ana, patung-patung ini dipercaya mampu memberikan mukjizat. "Seorang ibu asal Surabaya pernah hendak dioperasi kanker rahim di Taiwan. Tapi ia terbang ke sini dahulu untuk bernovena di depan patung Santo Antonius. Operasinya berjalan mulus," ujar Gregorius. Penganut Katolik memang mempercayai peran orang-orang kudus sebagai perantara kepada Tuhan. "Orang tua kami mengajarkan doa tikam, doa yang betul-betul keluar dari hati sendiri," kata Gregorius. Menurut Gregorius, doa tikam dilakukan dalam kesunyian dengan posisi tidur tengkurap dengan tangan telentang—bedepa dalam istilah Larantuka. "Di situ kita pasrah, berhadapan muka dengan muka dengan Tuhan, kita menikam Tuhan Allah punya hati, bergumul dengan Tuhan, menantang, Tuhan pasti dengar doa kita!" katanya. Kapel keluarga ini bisa ditemukan pada banyak keluarga. Umpamanya keluarga Nara Kean di San Juan. Di situ terdapat patung perunggu sebesar peluru yang berongga. Dalam rongga itu ada patung Maria superkecil. "Kakek keluarga Kean membawa jimat ini dari Oekusi, Timor, pada tahun 1769, saat mengantar serdadu Portugis menemukan Kota Dili," kata Mama Theresia Kese, 84 tahun, yang menjaga kapel itu. Keluarga Fernandez Oikoli di jantung Larantuka punya patung Yesus terbelenggu rantai—dalam bahasa setempat: Tuan Trewa. Patung itu diletakkan di dalam kotak kaca di satu ruangan kecil. Replikanya yang lebih besar ditaruh di depan rumah. Menurut Fernandez, patung itu dibawa pada 1614 dari Malaka oleh kapal Portugis yang dipimpin Kapitan Jentera bernama Fransiskus Fernandez. "Kami semua adalah keturunan Kapitan Jentera ini," kata Fernandez Oikoli. Biasanya orang yang bersembahyang di sini adalah mereka yang tengah mendapat kesulitan dahsyat. Hidupnya seperti telur di ujung tanduk, tak ada harapan lagi, misalnya diancam orang. Berdoa di situ dipercaya akan membuat selamat diri—seperti Yesus yang dapat membebaskan rantai yang membelenggunya. Patung Yesus terbelenggu yang lain bisa dilihat di Wure, Pulau Adonara. Di dalam sebuah kapel terdapat patung Yesus terbelenggu setinggi hampir dua setengah meter. Selama Pekan Paskah ini patung itu diberi kostum jubah merah hingga menutupi kakinya. Jemaat yang datang akan menyingkapkan jubah, lalu bersujud mencium jempol kaki Yesus. Adapun patung Yesus kanak-kanak bukan hanya bersemayam di Kapel San Meninu di San Juan (lihat Ziarah Laut Tuan Meninu). "Di Pulau Konga, di rumah mama saya, kami rawat patung Yesus kecil yang sosoknya agak mirip dengan yang ada di San Meninu secara turun-temurun," tutur Stefanus Dominggo da Silva, penduduk San Juan. Menurut Don Martinus D.V.G., salah satu keturunan raja, segala patung itu dititipkan kepada semua suku di Larantuka untuk dirawat di rumah adat masing-masing. "Itu cara raja supaya mereka tak perlu berdoa ke pusat kota," kata Don Martinus. Keluarga D.V.G. sendiri masih punya harta kerajaan berupa peti-peti yang belum dibuka karena kuncinya tak ada. Diperkirakan, isinya adalah kekayaan kerajaan dari Portugal berupa mahkota besar emas, tongkat perak, dan piala perak. Memang menarik membayangkan betapa di berbagai pulau itu, bahkan mungkin di dasar laut Larantuka, banyak terdapat patung dari kapal-kapal Portugis. "Sejauh ini, belum ada usaha untuk mendata berapa jumlah patung itu. Sejarah asal-usulnya juga belum banyak diteliti," kata Uskup Larantuka, Fransiskus Kopong Kung, Pr. Lepas dari benar-tidaknya mukjizat patung-patung ini, bila semuanya dapat dilacak, patung-patung ini akan menjadi harta karun besar dari sudut seni rupa Kristiani. Pastor Agus Cremers S.V.D., pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, mengatakan bahwa Maria adalah ikonografi Kristen yang paling menonjol sejak tahun 431. Gambar dan patung Maria dalam aneka ukuran dan bentuk menjadi buah karya para seniman Eropa. Ada Maria sebagai Notre-Dame yang manusiawi, Maria Pieta—yang menangis memangku Yesus yang sekarat—Maria Ratu Surga, dan lain-lain. Para misionaris dan pelaut Portugis dulu membawa patung para santo dan santa ini sebagai pelindung mereka dalam perjalanan laut yang ganas untuk menemukan terra incognita, daerah tak bertuan. Saat mereka masuk ke Larantuka dan sekitarnya, boleh jadi patung-patung ini mereka bagikan kepada penduduk Flores Timur, khususnya Larantuka dan sekitarnya. Dan bukan tidak mungkin patung-patung itu, beragam ikonografi, adalah contoh karya elok pada zamannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus