Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah akademisi dan cendekiawan mengkritik ritual adat berupa pengisian tanah dan air ke wadah bernama Kendi Nusantara yang digelar pemerintah pusat di titik nol proyek Ibu Kota Negara (IKN). Ritual yang melibatkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ini dinilai tidak memiliki dasar dan cenderung bersifat mistis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya tak paham maksudnya, hanya saja ritual itu seolah membawa IKN ke masa magis dan mistis di masa silam," kata cendekiawan muslim Azyumardi Azra saat dihubungi, Ahad, 13 Maret 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ritual ini juga dinilai tidak membawa IKN ke metaverse atau masa depan yang dibayangkan. "Yang lebih relevan dan kontekstual untuk membawa negara-bangsa Indonesia ke alam kemajuan peradaban iptek (ilmu pengetahuan)," kata mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, ini.
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun mengatakan dirinya prihatin melihat praktik irasionalitas yang dilakukan pemerintah ini. "Untuk apa itu? Bawa hal-hal yang mistis di dalam politik, di dalam urusan negara," kata Ketua Asosiasi Program Studi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Indonesia (APPSANTI) periode 2020-2022 ini.
Ritual semacam ini, kata Ubedilah, menunjukkan Presiden Jokowi masih mempercayai hal-hal irasional dalam pekerjaan modern seperti pembangunan IKN. Sehingga, Ubedilah menilai kegiatan semacam ini sebagai sebuah kemunduran dalam peradaban politik Indonesia.
Sementara, sejarawan Bondan Kanumayoso, menilai ritual yang dilakukan pemerintah ini hal yang biasa saja dalam budaya di Tanah Air. Ini seperti budaya selamatan ketika pindah ke tempat baru.
Masyarakat juga terbiasa menggelar ritual dengan acara seperti berdoa atau mengundang orang berkumpul. Tujuannya untuk memperkenalkan tempat baru ke masyarakat sekitar. "Saya kira gak apa-apa, kebiasaan yang bagus-bagus saja," kata Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia (UI) ini.
Akan tetapi, Bondan meminta pemerintah tidak fokus hanya ada aspek ritual dan formalistik semacam ini saja. Di luar itu, ia meminta pemerintah untuk bisa menjamin bahwa proyek IKN ini memang bertujuan untuk kepentingan nasional, bukan kepentingan kelompok tertentu saja.
Jokowi Menuju Titik Nol
Jokowi, pada Ahad pukul 1 siang ini, 13 Maret, telah berangkat ke Kalimantan Timur. Esok hari, Senin, 14 Maret, Jokowi menuju kawasan titik nol IKN Nusantara di Kabupaten Penajam Paser Utara.
Lokasi inilah yang nanti akan menjadi area pembangunan Istana Negara. Mantan Wali Kota Solo ini tidak akan sendirian, karena sebanyak 33 gubernur dijadwalkan hadir ke lokasi berkemah tersebut.
Akan tetapi, hanya lima gubernur yang ikut menginap bersama Jokowi. Mereka adalah Gubernur Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara.
Pada Gubernur tidak datang dengan tangan kosong, melainkan membawa tanah dan air dari tempat mereka masing-masing. Para pemimpin daerah itu diminta memboyong
2 kilogram tanah dan 1 liter air.
Sesampainya di IKN, kedua material bumi itu akan dimasukkan ke dalam wadah besar yang terbuat dari tembaga, bernama Kendi Nusantara. Pemerintah mengklaim simbol tanah dan air yang akan dibawa para gubernur melambangkan kebersatuan.
“Dari Bengkulu, dari Papua Barat, dari Papua, dari Kalimantan, dari Sumatera Barat, Aceh, semua berkumpul di sana,” ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md lewat keterangan tertulis.
Oleh karena itu, Mahfud mengajak masyarakat untuk menjaga tanah air Indonesia karena terdapat keberagaman di dalamnya. “Inilah tanah, air kita. Indonesia, Tanah Air. Maka kita harus jaga Tanah Air kita. Simbolik apa yang muncul dari itu? Keberagaman,” kata Mahfud.
Selain itu, menurut Mahfud dalam 100 tahun mendatang pun hal ini akan menjadi cerita yang sangat menarik. “Tidak usah 100 tahun lah, mungkin 30 tahun itu menjadi cerita yang sangat menarik. Bagaimana kita berupacara melalui adat kenegaraan dan keagamaan, digabung di situ, untuk masuk ke ibu kota baru,” tuturnya.
Beda Gubernur Beda Cara
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menyebut tanah dan air yang dibawa ke IKN berasal dari tiga lokasi di Kota Bengkulu. Pertama, yakni tanah yang diambil di Balai Raya Semarak dan air yang diambil di Danau Dendam tak Sudah serta dari Rumah Pengasingan Bung Karno.
Menurut gubernur, pemilihan lokasi pengambilan tanah dan air tersebut atas pertimbangan ketiganya memiliki cerita dan sejarah mengenai Bengkulu. "Ini permintaan dari staf kepresidenan untuk membuat narasi dari sumber air yang diambil, kemudian proses, termasuk sumber tanah," ujar Rohidin.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa membawa tanah Kedaton dan air dari sumber mata air Banyu Panguripan di Desa Pakis, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Menurut dia, tanah dan air Bumi Majapahit, ini akan disatukan dengan 33 tanah dan air dari provinsi lain di lokasi IKN.
Kedaton, kata dia, dikenal sebagai Istana Tri Buana Tunggadewi dengan Mahapatih Gajah Mada yang pernah berikrar Sumpah Palapa. Dalam Buku Nagarakartagama karya Mpu Prapanca dikenal Nusantara (Nusa: pulau dan Antara: terluar).
"Maka Gajah Mada bersumpah akan berpuasa dan tidak berhenti sampai pulau-pulau dipersatukan," demikian kata Khofifah di akun resmi Instagramnya @khofifah.ip pada Sabtu, 12 Maret.
Beda Khofifah, beda pula Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Emil, sapaannya, membawa 27 jenis tanah dan 27 jenis air dari 27 kabupaten kota se Jawa Barat.
"Dicampurbaurkan dan disatukan di Gedung Sate, untuk dibawa ke Ibu Kota Negara, Nusantara di Kalimantan," kata dia di akun Instagram resmi @ridwankamil pada Minggu, 13 Maret.
Berikutnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang akan membawa tanah dari Kampung Aquarium di Jakarta Utara. Tanah ini dicangkul oleh ibu-ibu setempat.
"Tanah yang dicangkul oleh para Ibu ini diantarkan ke lahan yang kelak akan dibangun kota baru, yang kelas menjadi Ibu kota, yang diharapkan jadi kota yang menjerminkan cita-cita mendasar atas republik ini," kata dia di Instagram resmi @aniesbaswedan pada Minggu, 13 Maret.
Ritual Baru dan IKN yang Elitis
Azyumardi menilai ritual semacam ini juga tidak substantif bila dikaitkan dengan keberagaman. Ia mengatakan Nusantara (nama resmi IKN) dan ritualnya disebut banyak kalangan sebagai Majapahit atau Jawa-sentris. "Sama sekali tidak mencerminkan penghargaan pada keberagaman Indonesia," ujar Guru Besar Sejarah ini.
Dibandingkan ritual pengisian tanah dan air ke kendi, Ia lebih mendorong representasi masing-masing dari 34 provinsi dalam menyongsong masa depan maju. "Bukan representasi tunggal Majapahit yang tidak lagi relevan menjawab tantangan untuk memajukan Indonesia," kata dia.
Ubedilah juga mengatakan ritual ini adalah sebuah praktik baru yang mengada-ada. Sebab, tidak pernah juga ada riwayat dalam tradisi kerajaan Majapahit maupun Sriwijaya, di mana mereka membawa tanah dan air dari semua wilayah untuk membangun ibu kota.
Sementara dari sisi politik, ritual semacam ini juga dinilai bisa menandakan pemerintah pusat mulai dikritik oleh pemerintah daerah. Sehingga, pusat mengetes ketaatan kepala daerah, apakah ikut datang membawa tanah dan air, atau tidak.
Seharusnya, kata dia, ketaatan kepala daerah harus dilihat dari kinerjanya yang lebih berpihak kepada masyarakat. "Mungkin para gubernur juga bingung, udah ikutin ajalah, ya cuma kita ketawalah," kata Ubedilah.
Pada akhirnya, Ubedilah menilai ritual ini menunjukkan masih ada suatu kesadaran irasionalitas di pemerintahan saat itu. "Itu juga menunjukkan keaslian pikirannya irasional seorang presiden, kalau itu idenya presiden," kata dia.
Bondan juga menyebut ritual saat pindah ibu kota semacam ini merupakan hal yang baru. Indonesia sudah pernah pindah ibu kota ke Yogyakarta dan kembali ke Jakarta, tapi tak pernah ada ritual apapun. "Dulu kan situasinya masa revolusi, tentu gak ada ritual, karena untuk kebutuhan strategis akibat agresi militer Belanda kedua," kata dia.
Tapi di luar ritual ini, Bondan menyebut masih banyak aspek yang perlu dibicarakan agar proyek ini bisa berkesinambungan. "Jangan sampai setelah Pemilu berikutnya, nggak berlanjut karena Presiden baru punya agenda berbeda, ini kan jadi buang energi," kata dia.
Membangun IKN, kata dia, bukanlah pekerjaaan mudah. Pemerintah harus bisa menjamin kemaslahatannya bagi masyarakat, sumber pembiayaan, hingga grand design yang matang dan tidak terpotong-potong.
Bondan mengkritik diskusi proyek IKN ini yang dianggapnya masih terlalu elit. Proyek ini dilempar oleh pemerintah eksekutif dan direspons oleh pimpinan partai dan tokoh penting masyarakat.
Akan tetapi, masyarakat justru tidak didengar suaranya. Pemerintah, kata dia, tidak berupaya menjelaskan secara rinci ke masyarakat di bawah memperkenalkan IKN, menjelaskan alasan harus pindah, dan menerangkan kalau nanti sudah pindah akan menjadi seperti apa. "Itu nggak pernah dijelaskan," kata dia.
FAJAR PEBRIANTO