Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Puan Maharani, kembali ditetapkan sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Keputusan itu disepakati dalam sidang paripurna masa awal jabatan anggota DPR periode 2024-2029 pada Selasa, 1 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ini adalah periode kedua Puan menjadi ketua DPR RI. Sebelumnya ia menjabat ketua DPR RI periode 2019-2024. Sebagai pejabat publik, Puan tercatat beberapa kali menuai kontroversi. Berikut sederet kontroversi Puan saat jadi ketua DPR RI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Singgung Sumatra Barat agar dukung negara Pancasila
Puan menyinggung soal Pancasila dan Sumatera Barat saat mengumumkan calon kepala daerah dari PDIP untuk Pilkada 2020. Dalam rapat virtual itu, Ketua DPR ini awalnya mengumumkan pasangan calon yang direkomendasikan PDIP maju di Pilkada 2020 Sumatera Barat.
“Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung negara Pancasila,” kata Puan setelah mengumumkan rekomendasi itu pada Rabu, 2 September 2020.
Kalimat bernada harapan inilah yang memicu polemik setelahnya. Persatuan Pemuda Mahasiswa Minang (PPMM) kemudian melaporkan Puan ke polisi pada Jumat, 4 September 2020. Salah satu perwakilan PPMM, David, mengatakan pernyataan Puan telah menyinggung masyarakat Minangkabau.
“Substansi pernyataan Puan cuma memang ingin memperkeruh suasana di ranah Minang, yang mana kalau ditarik lagi, PDIP tidak pernah bisa menang. Jadi mungkin ada kekesalan sehingga timbul pernyataan tersebut,” ujar David kepada wartawan di Gedung Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 4 September 2020.
David menegaskan jika Indonesia bukan hanya untuk masyarakat yang memiliki hubungan darah atau keturunan Soekarno. “Jadi jangan sembarang Puan ngomong. Itu yang kami tekankan,” kata dia. Dalam laporannya, David menyertakan flashdisk rekaman suara Puan Maharani dan tangkapan layar beberapa pemberitaan.
2. Matikan mikrofon saat rapat paripurna
Kontroversi Puan yang paling mencolok adalah saat rapat paripurna pengesahan UU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020. Dia disorot lantaran diduga mematikan mikrofon saat politikus Partai Demokrat, Irwan atau Irwan Fecho, sedang interupsi. Aksi itu tertangkap kamera salah satu stasiun televisi dan menjadi viral.
Nama Puan pun menjadi trending topic di Twitter (kini X) bersamaan dengan #DPRPenghianat. Video tersebut menampilkan Puan dan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sempat berdiskusi singkat saat politikus Demokrat bicara. “Menghilangkan hak-hak rakyat kecil. Kalau mau dihargai tolong ha..” belum sempat Irwan menyelesaikan kalimatnya saat Puan mematikan mikrofon.
Saat itu, tangan Puan terlihat bergerak dan seakan menekan suatu tombol. Di saat bersamaan, suara Irwan hilang. Aksi Puan ini mendapat kritik dari petinggi Partai Demokrat, Andi Arief.
“Anggota Fraksi Demokrat sedang bicara, tiba-tiba mic dimatikan. Dulu kau menangis saja kami berikan tampungannya dalam wajan-wajan penghormatan. Puan Maharani,” cuitnya, Selasa, 6 Oktober 2020.
Dalam sidang paripurna tersebut, anggota Fraksi Partai Demokrat memang beberapa kali melontarkan interupsi. Mulai dari Benny Kabur Harman, Didi Irawadi Syamsuddin, hingga Irwan. Azis selaku pimpinan sidang pun memberikan kesempatan mereka bicara.
Interupsi Demokrat bermula saat Benny meminta agar pimpinan sidang mengizinkan fraksinya menyampaikan pandangan soal RUU Cipta Kerja. Sidang sempat memanas saat Benny dan Azis saling adu argumen. Puncaknya seluruh anggota fraksi Partai Demokrat melakukan aksi walk out.
“Pimpinan, kalau tidak dikasih kesempatan kami memilih walk out pimpinan,” kata Benny saat rapat paripurna.
Sebelumnya, Azis Syamsuddin yang memimpin sidang merasa sudah cukup memberikan kesempatan bicara kepada Demokrat. Azis beberapa kali mematikan mikrofon anggota Demokrat yang tengah berbicara. Ia juga mengancam akan meminta Benny dikeluarkan dari ruang sidang lantaran terus berbicara sambil berdiri dari kursinya.
Partai Demokrat tidak setuju jika RUU Cipta Kerja disahkan. Mereka satu sikap dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Namun keduanya tetap mengikuti proses pembahasan sejak awal di Badan Legislasi DPR RI.
3. Abaikan interupsi anggota dewan saat rapat
Puan kembali disorot saat rapat Paripurna ke-9 Masa Sidang Kedua Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin, 8 November 2021. Ia mengabaikan interupsi anggota saat menjelang penutupan sidang terkait laporan Komisi I DPR atas hasil uji kelayakan Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI baru.
Saat itu, Puan tengah membacakan ucapan penutupan sidang Paripurna DPR, seorang anggota yang hadir secara langsung di Gedung Nusantara 2, meminta interupsi. “Interupsi pimpinan, interupsi,” kata anggota dewan tersebut.
Namun Puan seakan tak mendengar perkataan anggota tersebut meski suaranya terdengar hingga tribun samping. Puan tetap melanjutkan salam penutupan sidang. Anggota itu tetap ngototmencoba menginterupsi.
Dia menyebut nomor anggotanya, yakni A432. Dari situs DPR, nomor anggota tersebut tercatat bernama Fahmi Alaydroes dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Ia pun mengatakan ingin meminta waktu untuk berbicara.
Puan tetap tak merespon dan melanjutkan ucapannya, hingga akhirnya mengetok palu tanda rapat paripurna ditutup. Anggota DPR Itu pun kemudian menyalak di akhir sidang. “Gimana mau jadi capres, hak konstitusi kita saja gak dikasih,” kata dia.
Ucapan anggota tersebut sempat membuat riuh rendah ruang sidang. Nampak Utut Adiyanto dari Fraksi PDIP menghampiri anggota tersebut dan menunjuk-nunjuk dia. Tak lama keduanya pun pergi dari ruangan sidang. Belum ada kejelasan apa yang akan dikatakan Fahmi.
4. Tolak interupsi
DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN) dalam rapat paripurna Selasa, 18 Januari 2022. Ketua DPR Puan Maharani kembali menuai sorotan lantaran menolak interupsi yang datang dari seorang anggota dewan. Interupsi itu muncul ketika Puan menanyakan apakah para anggota dewan setuju mengesahkan RUU IKN tersebut menjadi UU.
“Kami akan menanyakan kepada setiap fraksi apakah RUU tentang Ibu Kota Negara dapat disetujui?” tanya politisi PDI Perjuangan ini.
Pertanyaan itu dijawab setuju oleh para anggota dewan yang hadir secara fisik. Namun kemudian muncul salah satu anggota dewan terdengar menyampaikan interupsi. “Interupsi ibu ketua,” kata anggota dewan itu, namun Puan seketika mengetuk palu sidang.
“Ya, nanti interupsi setelah ini ya bapak-bapak. Karena dari 9 fraksi, 1 (fraksi) yang tidak setuju. Artinya bisa kita sepakati bahwa 8 fraksi setuju dan artinya bisa kita setujui, setuju ya,” tanya Puan lagi.
“Setuju,” jawab para anggota dewan lagi.
Setelah itu, Puan pun menanyakan sekali lagi terhadap para anggota dewan apakah RUU Ibu Kota Negara atau ibu kota baru dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang. Para anggota dewan pun kembali mengatakan setuju dan Puan langsung mengetuk kembali palu sidang.
ANDITA RAHMA | EGI ADYATAMA | AHMAD FAIZ IBNU SANI | NANDITO PUTRA | ARRIJAL RACHMAN