Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Belum lama viral permukiman di Jakarta di kolong jalan tol di kawasan Jelambar, Grogol, Jakarta Barat. Dikenal sebagai kolong tol Angke, keberadaan permukiman di sana memantik perbincangan soal pengawasan dan asal usul fasilitas yang ada hingga kawasan ilegal dan tak layak sebagai hunian itu bisa berkembang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi, faktanya, permukiman kolong jalan tol di Jakarta bukan hanya di Jelambar. Puluhan keluarga juga memilih tinggal di bawah atap beton jalan tol di Penjaringan, Jakarta Utara. Mereka ada yang berasal dari kampung sekitar, seperti Kampung Kubur Koja, ada pula warga pendatang dari luar Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satu di antara warga penghuni di sini adalah Slamet alias Bewok yang mengaku telah tinggal selama 20 tahun, dan melalui dua kali penggusuran. Pria berusia 71 tahun yang sehari-hari mengumpulkan barang bekas itu awalnya warga korban kebakaran di sebuah gang permukiman tak jauh dari lokasi sekarang tinggal.
“Karena enggak ada tempat lagi, yang penting bisa tidur,” ujarnya menjelaskan alasannya tinggal di kolong tol saat ditemui, Jumat, 23 Juni 2023.
Husni Mubarok, warga RT13/RW16 Kelurahan Penjaringan, membenarkan banyak warga kampungnya yang butuh lahan tempat tinggal bahkan lahan usaha menyeberang ke kolong jalan tol. Namun dia bersama orang tuanya mengaku tidak berani ikut-ikutan.
“Lahan kosong siapa yang berani? Masuk aja bikin matok-matok,” ujar Husni saat ditemui terpisah, Jumat.
Hanya, pria usia 40 tahun itu menerangkan pernah menjadi Ketua Pengurus Taman Pendidikan Al-Quran At-Taubah yang bertempat di kolong Jalan Tol Pelabuhan tersebut. “TPA itu tadinya tempat sampah, nggak ada yang mengelola,” katanya.
Menurut Husni, TPA itu dibangun ketika pembangunan tol sudah rampung sekitar 20 tahun lalu. Warga setempat berinisiatif membangun ruang publik untuk berkumpul dan menjadi tempat sarana keagamaan, sekaligus pendidikan bagi anak-anak.
Ketua Pengurus TPA AT-Taubah Husni Mubarok saat ditemui di kolong Jalan Tol Pelabuhan di wilayah Kelurahan Pencaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat, 23 Juni 2023. Tempo/M. Faiz Zaki
Bangunan semi permanen ini sangat sederhana, fondasi menumpang pilar beton penyangga jalan tol. Bata kapur putih lalu disusun menjadi tembok pembatas dengan ketinggian sekitar satu meter. Sisanya disambung pakai kayu dan besi yang mengelilingi TPA At-Taubah.
TPA, kata Husni, vakum sejak Juni 2022 karena karena kekurangan pengajar. Bangunan yang ada kini diaku digunakan untuk pertemuan warga ataupun pengajian.
Berawal dari Titip Kandang Ayam, Tanda Larangan Pun Diabaikan
Dia bercerita, pendirian TPA mengiringi tumbuhnya permukiman di kolong tol itu. Mulanya dimanfaatkan untuk titip kandang ayam, tempat sampah, tempat parkir, tempat bermain anak-anak, dan tempat berkumpul. Tapi kemudian satu per satu warga memberanikan diri membuat gubuk semi permanen.
Ada tanda larangan pemanfaatan atau memasuki lahan itu dari Direktorat Jenderal Bina Marga, tapi tidak digubris. “Ada plangnya gitu, dilarang menggunakan fasilitas di bawah jalan,” ujar Husni.
Ati, bibi Husni, adalah satu di antara yang pemilik usaha di sini. Dia membuka lapak warung di kolong tol. Perempuan itu sudah membuka usaha sekaligus tinggal di sana selama sepuluh tahun.
Ibu dari dua anak tersebut mengaku membuat bangunan di kolong tol dengan biaya sekitar Rp 10 juta. Fasilitasnya tentu serba terbatas, terutama ruang gerak dan kenyamanan. "Mau bagaimana lagi, faktor ekonomi," katanya.
Ati menuturkan, ada sekitar 50 rumah semi permanen berdiri bersamanya di kolong jalan tol ini. Mereka, kata Ati, kerap menjadi target aliran bantuan. “Kadang kalau orang kuliahan ngasih sembako, ngasih ke anak kecil,” ucapnya.