Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Tangerang - Riza Nasser, 35 tahun, tak pernah membayangkan rumitnya proses karantina gratis bagi pelaku perjalanan internasional di Bandara Soekarno-Hatta. Dia harus menunggu selama 9 jam untuk bisa masuk tempat karantina di Rumah Susun (Rusun) Pasar Rumput, Jakarta Selatan, pada 9 Desember 2021.
Waktu antrean itu terhitung cepat bila dibandingkan dengan rombongan lain yang belasan jam mengantre sejak Jumat lalu karena Rusun Pasar Rumput penuh.
Riza bercerita dia tiba di Bandara Soekarno Hatta dengan menumpang Jetstar dari Malaysia, pada Rabu 8 Desember 2021 pukul 20.30 WIB.
"Saya tiba di Soekarno-Hatta setelah transit di Singapura jelang tengah malam. Turun dari pesawat, saya memasuki pintu kedatangan internasional lalu diarahkan menuju tempat pemeriksaan dokumen perjalanan untuk penentuan tempat karantina," kata Riza dihubungi Tempo, Senin 20 Desember 2021.
Petugas yang mengenakan seragam berlogo Kementerian Kesehatan bertanya beberapa hal alasan perjalanan Riza ke luar negeri. Petugas itu memeriksa dokumen perjalanan dan merekomendasikan untuk karantina di hotel selama 10 hari, sesuai keputusan terbaru pemerintah.
Selanjutnya biaya karantina di hotel yang disodorkan Rp 8,2 juta selama sepuluh hari...
Biaya karantina di hotel yang disodorkan adalah Rp 8,2 juta selama sepuluh hari. Biaya itu belum termasuk makan yang harus dibeli sendiri. Tidak ada pilihan hotel yang lebih murah. Hanya ada hotel bintang empat dan lima.
"Saya menolak dan mengaku tak punya duit sebanyak itu. Uang sebesar itu bisa menyewa apartemen tipe studio selama dua bulan," kata Riza.
Berubahnya ketentuan masa karantina dari tujuh menjadi 10 hari menurut pria Aceh itu menjadi hal sulit bagi warga biasa seperti dirinya. "Saya mengunjungi anak dan istri di Malayasia, bukan berlibur. Tentu saja dengan jadwal ketat cuti tahunan dari kantor dan minimnya cuan untuk persiapan karantina yang tak mencapai delapan juta rupiah," kata Riza.
Dengan diskresi anggota TNI yang bertugas di bandara saat itu, Riza akhirnya bisa dikarantina di Rusun Pasar Rumput, Jakarta Selatan. Pada malam itu, bersama Riza terdapat 60 orang yang baru pulang dari perjalanan internasional.
Riza menuliskan pengalamannya mendapatkan karantina gratisan itu di media sosial Facebook. "Saya berusaha mendekati seorang tentara yang bertugas, dan mengaku tidak punya uang untuk membiayai karantina di hotel. Petugas itu meminta saya menunggu sebentar," tulisnya.
Menurut Riza, saat itu dia mengamati tentara tersebut sibuk menelpon untuk mencarikan hotel bagi seorang warga negara asing. Beberapa petugas kesehatan di tempat itu juga sibuk menghubungi hotel-hotel jaringan mereka. "Petugas itu berperan layaknya calo di terminal," tulis Riza.
Selanjutnya Riza mendekati seorang anggota TNI...
Sembari mengamati proses transaksi dan negosiasi antara para anggota satgas kesehatan dengan para penumpang yang bersedia dikarantina di hotel, Riza kembali mendekati anggota TNI.
"Tentara itu kemudian menyuruh saya bergabung dengan sekelompok orang terduduk lesu di kursi-kursi tunggu, tak jauh dari tempat kami berdiri. Orang-orang itu ternyata senasib dengan saya. Mereka pun tak punya duit untuk dikarantina di hotel dengan harga yang dipatok oleh para anggota satgas di bandara," kata Riza.
Menjelang tengah malam, petugas datang mendata satu per satu penumpang untuk dikarantina. Setelah pendataan selesai, petugas mengarahkan mereka melewati proses imigrasi, kemudian dipersilahkan mengambil bagasi.
Namun Riza masih harus menunggu. Waktu sudah menunjukkan pukul 00.30 WIB. Penerbangan pesawat terakhir dari Jepang mendarat di Bandara Soekarno-Hatta.
Satu setengah jam kemudian, pada pukul 02.00 dini hari, Riza dan 60 orang lain diangkut ke karantina Rusun Pasar Rumput dengan Bus Damri.
Atas perintah satgas, sopir bus yang akan mengantarkan rombongan warga yang akan dikarantina, meminta seluruh penumpang menyerahkan paspor. Mengutip alasan petugas, Riza menyebutkan paspor itu dibutuhkan untuk pendaftaran di tempat karantina.
Menembus hujan lebat, bus Damri melaju pelahan menuju Rusun Pasar Rumput. "Saya berusaha memejamkan mata dan berharap segera sampai lokasi tujuan dan bisa mendapatkan kamar untuk beristirahat,"kata Riza.
Selanjutnya hingga siang, bus Damri belum juga masuk rusun...
Tapi bus Damri belum juga memasuki pekarangan parkir, padahal matahari mulai terang tanah.
"Beberapa penumpang termasuk saya sudah mulai gelisah. Air Conditioner begitu dingin menusuk tulang. Ditambah cuaca di luar yang masih hujan membuat kami tak nyaman. Beberapa orang tua batuk-batuk," kata Riza.
Setibanya di Rusun Pasar Rumput pun mereka harus tetap menunggu di dalam bus. Riza mengatakan para penumpang pun mulai lapar. Tapi mereka harus bergiliran turun bus untuk keperluan ibadah, buang air besar dan kecil atau membeli makanan.
"Kami tetap 'dikurung' dalam bus. Tak ada makanan atau minuman pelepas dahaga. Saya baru bisa makan mie instan seduh pada jam delapan pagi. Harganya pun lima kali dari harga warung eceran," kata Riza.
Antrean bus yang mengular di halaman Rusun Pasar Rumput membuat proses karantina memakan waktu berjam-jam. Terhitung 9 jam Riza dan rombongan pelaku perjalanan lain baru bisa menjejakkan kaki di kamar karantina pada Kamis menjelang petang, pukul 16.30 WIB. Riza mendapat satu kamar dengan tiga orang penghuni. Mereka kemudian menjalani karantina selama delapan hari, dari ketentuan 10 hari karantina.
"Penghuni baru terus berdatangan ke Rusun Pasar Rumput, kami tes PCR kedua dan diizinkan pulang setelah delapan hari karantina," kata Riza.
Selanjutnya pemandangan penumpukan penumpang menunggu karantina terjadi...
Selang dua hari seusai Riza mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, pemandangan penumpang menumpuk di Terminal Kedatangan Internasional dari perjalanan luar negeri terlihat pada Sabtu 11 Desember 2021. Video yang direkam seorang wanita itu belakangan viral di media sosial.
Video berdurasi 2 menit 30 detik itu memperlihatkan puluhan penumpang memenuhi area kedatangan di Terminal 3 Kedatangan Internasional. Video itu menunjukkan antrean penumpang di Bandara Soekarno-Hatta yang menunggu hingga subuh untuk karantina.
Dalam video itu terdengar suara wanita yang diduga merekam suasana penumpukan penumpang waktu sekitar pukul 04.00 WIB.
"Assalamualaikum, ini pagi jam 4 kita di Bandara Soekarno-Hatta ngantri untuk karantina di Wisma Atlet. Ngantri dari habis maghrib sampai subuh ya," ujarnya.
Dia menceritakan, kondisi para penumpang pesawat yang baru tiba itu harus tiduran, berdiri atau bersandar di tembok untuk menunggu giliran pelayanan petugas karantina Covid-19.
Wanita itu juga menyebutkan dia dan para penumpang lain yang sempat diajak mengobrol mengaku ditawari layanan hotel karantina.
Menanggapi video viral itu, Komandan Satgas Covid-19 Bandara Soekarno-Hatta Kolonel Agus Listiyono membenarkan adanya penumpukan penumpang itu. Peristiwa itu, kata Agus, terjadi sepekan yang lalu. Tepatnya penumpang berdatangan secara bergelombang sejak Jumat tengah malam pada 10 Desember 2021.
Selanjutnya penumpang itu dikarantina di Rusun Nagrak...
Kini para penumpang yang ada dalam video tersebut sudah pulang dari karantina di Rusun Nagrak, Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.
"Penumpukan itu terjadi karena ada beberapa faktor. Di antaranya adalah Wisma Nagrak pada Sabtu pagi belum siap menerima penumpang yang harus masuk karantina," kata Agus saat dihubungi, Senin, 20 Desember 2021.
Menurut Agus, saat itu Rusun Nagrak belum siap dari sisi logistik. Akibatnya para penumpang yang harusnya masuk ke karantina di Rusun Nagrak itu akhirnya tertunda.
Para penumpang itu tak bisa diarahkan untuk karantina di Wisma Atlet lantaran di lokasi itu kini tengah di-lockdown karena ada pasien Omicron.
Agus menyebut penumpang itu masuk Bandara Soekarno-Hatta pada Jumat, 10 Desember 2021 tengah malam. Penumpukan terjadi lantaran ada penumpang lagi yang tiba pada Sabtu dini hari, 11 Desember 2021.
"Mereka baru beranjak dari bandara menuju tempat karantina pada Sabtu siang," kata Agus.
Agus mengakui bahwa penumpukan penumpang itu menimbulkan ketidaknyamanan. Tetapi Satgas Covid-19 tidak bisa berbuat banyak, seperti menyediakan makan dan minum.
Selanjutnya Satgas Covid-19 tidak mungkin berjualan makanan dan minuman...
"Kan tidak mungkin Satgas berjualan, dan ketika mereka membeli makanan pun atas izin kami karena rasa kemanusiaan, ada anak-anak juga," kata Agus.
Menurut Agus, wanita dalam video itu seharusnya karantina di hotel. "Dia bukan kriteria ditanggung pemerintah," kata Agus.
Mestinya, kata Agus ke depan, regulasi masyarakat yang hendak ke luar negeri sudah deposit hotel. Sehingga tidak ada lagi wisatawan pulang dari luar negeri ogah membayar hotel untuk karantina.
Soal kewajiban karantina hotel untuk kategori orang yang tak ditanggung pemerintah, Riza Nasser berharap agar pemerintah mengubah regulasi karantina kesehatan demi keadilan dan perbaikan metode karantina di Indonesia.
"Saya masih bersyukur digratiskan karantina di Rusun, cerita kawan yang karantina di hotel begitu masuk kamar dkunci tak bisa menghirup udara pagi dan berjemur. Sedang kami di Rusun Pasar Rumput bisa olahraga dan berjemur," kata Riza.
Pemerintah, kata Riza, mestinya tak malu meniru metode karantina di luar negeri. Pengalaman selama di negara asal istrinya di Malaysia, Riza menjalani karantina mandiri di rumah.
"Jadi saya begitu sampai Malaysia menjalani karantina mandiri di rumah. Memakai gelang khusus yang sulit dilepas. Tidak keluar rumah jika tak ingin didenda, melaporkan progress kesehatan
secara online melalui aplikasi yang tersedia," kata Riza.
Mestinya di Indonesia juga menerapkan karantina murah model karantina mandiri di rumah. Pengawasnya kata Riza bisa melibatkan rukun tetangga sebagian satgas.
"Mereka mengawasi tetangganya yang datang dari bepergian luar negeri. Itu prinsip keadilan sosial sesuai sila kelima Pancasila. Sehingga orang yang tak memiliki uang lebih bisa berhemat ketimbang karantina di hotel dengan biaya tinggi," kata Riza.
AYU CIPTA
Baca juga: Satgas Covid-19 Bandara: Penumpukan Penumpang Mau Karantina Imbas Wisma Atlet Lockdown
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini