Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Tangerang Selatan -Mailinda, salah satu korban kecelakaan bus yang terjadi di Tanjakan Emen, Subang, Jawa Barat terbaring lemah di ruang mawar nomor 3 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tangerang Selatan.
"Keadaan saya sadar saat terjadi kecelakaan, saya duduk persis dibelakang supir, jadi saya melihat saat terjadinya kecelakaan itu," kata Mailinda, 54 tahun, saat ditemui Tempo, Senin 12 Februari 2018 soal tragedi di Tanjakan Emen tersebut.
Menurut Mailinda, saat itu dia berserta rombongan satu bus telah melakukan RAT di rumah makan di daerah Lembang, Jawa Barat. Setelah melakukan rapat rombongan bus tersebut bergegas ke pemandian air panas Sari Ater. Sewaktu di perjalanan, ia melihat di bus yang ditumpanginya menabrak sepeda motor, kemudian bus oleng ke kiri dan menabrak tebing yang ada di kiri jalan.
Baca : Anak Korban Tanjakan Emen Histeris: Bunda.., Bunda...!
"Mungkin si supir menghindari bus jatuh ke jurang yang ada di sebelah kanan, jadi supir banting stir ke kiri dan menabrak dinding tebing serta mengakibatkan bus terguling," katanya.
Setelah bus terguling kata Mailinda kaca depan bus pecah dan dia menyadari bahwa posisinya sudah terpental berada di depan bus kemudian dia merasakan sakit di bagian perutnya. "Saya sudah sempoyongan dan lihat keadaan bua sudah terguling dan kaca pecah serta banyak korban yang berhamburan, bagian perut saya sakit," tutur Maillinda.
Detik-detik saat awal kecelkaan, kata Mailinda, supir bus tidak berkomentar atau berteriak, sopir hanya berusaha menghindari sepeda motor yang ada di depannya tetapi gagal.
Karmila (44), korban lainnya yang selamat mengatakan bahwa dirinya sangat bersyukur bisa selamat dalam kecelakaan tersebut, anggota Koperasi Simpan Pinjam Permata ini lolos dari kecelakaan yang menimpa bus yang ditumpanginya.
"Saat itu saya dalam keadaan sangat sadar saya lihat pertama bus tersebut menabrak motor matic dan oleng ke kiri menabrak dinding tebing," ujarnya saat di temui di rumahnya Jalan lurah Disah Rt 002 Rw 001, kelurahan Pisangan, kecamatan Ciputat Timur.
Karmila juga mengatakan bahwa sudah lima kali koperasi melakukan Rapat Anggota Tahunan, empat kali rapat di dalam kota dan yang terakhir di Lembang yang menjadi tragedi. "Setahun sekali biasanya kita rapat, tahun lalu kita rapat di Situ Gintung, tahun ini karena ingin jalan- jalan jadi rapat diluar kota, di Lembang, Jawa Barat," tutur Karmila.
Saat bus berangkat dari Tangerang Selatan, lanjut Karmila, laju bus sudah tidak enak, Karmila merasa laju bus tersebut pelan tidak seperti biasanya. "Sampai di Lembang kita makan di resto Bakmi Jawa sekalian rapat, setelah itu rombongan menuju tahu susu Lambang untuk membeli oleh- oleh, setelah itu rombongan hendak pergi ke pemandian air panas," kata Karmila lagi.
Simak pula : Tragedi Tanjalan Emen, Lokasi Wisata Perlu Ruang Istirahat Sopir
Saat di jalan menuju Ciater, kata Karmila, di jalan menurun bus menabrak motor dan oleng ke kiri, setelah oleng ke kiri, supir bus banting stir ke kanan dan ke kiri lagi sampai bus terguling.
"Di saat itu banyak orang yang di sebelah kiri terpental, dan terseret hingga terjepit badan bus, saya berpegangan di tiang untuk tirai penutup jendela sehingga setelah bus terguling saya masih sempat pegangan," katanya.
Dalam tragedi kecelakaan bus di Tanjakan Emen tersebut, Karmila juga mengatakan setelah bus terguling dan berhenti, dirinya merangkak keluar dari jendela depan yang pecah. Dia melihat tiga orang laki- laki keluar pertama dari dalam bus. "Yang keluar itu laki-laki kalau tidak salah, satu orang EO, kernet bus dan sopir bus. Saya merangkak keluar bus dan mendengar teman-teman merintih minta tolong," tutur Karmila menambahkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini