TAK ada tempat bagi pelacur di bumi Asahan. Begitu agaknya
semboyan upati Asahan, Haji Abdul Manan Simatupang Dan sejak 25
Agustus tahun silam, sang Bupati mengerahkan aparatnya dalam
Team Gurdak (berarti 'gerebek' dalam dialek Asahan), untuk
menumpas segala bentuk dan manifestasi wts. Dengan dipimpin
Misran Atmaja, Kepala Subdit Keteriban Umum, Kantor Bupati,
bersama Polisi, CPM, Dillas Sosial dan Hansip, pasukan Gurdak
itu menggerebek tempat-tempat yang diduga sebagai rumah pelacur.
Orang-orang yang dipergoki di situ tak peduli cuma mengobrol
atau baru tawar menawar -- yang lelaki dan germonya didepak ke
bagian Polisi, sedang si perempuan dilempar buat urusan Dinas
Sosial.
Tak jelas selanjutnya ke mana lelaki dan para germo itu diurus.
sedang para wanita P sebanyak 72 orang yang terjaring selama
hampir setahun itu, dimasukkan ke proyek Cinta Damai. Untuk
seterusnya selama 20 hari mereka diberi pelajaran agama,
pengetahuan sosial dan latihan ketrampilan. Biaya dari kocek
Pemda. Akibatnya Pemda tak bisa lama-lama menahan mereka.
"Pokoknya watunas itu tak lebih dari 20 hari dididk di
proyek",- tutur Misram. Tak peduli efektif atau tidak Pemda
mesti mengeluarkan mereka dari proyek. Selanjutnya mencarikan
mereka pekerjaan bagai babu, mengembalikan ke kampung orang tua
atau familinya. Atau kalau beruntung, ketemu jodoh. Bagaimana
nasib mereka selanjutnya -- seperti juga langkah serupa di
banyak kota -- bukan urusan Wisran Atmaja.
Warung Wak Katir
Lagipula urusan Misran malah bertambah. Karena selain beberapa
rumah pelacuran belum kena gerebek atau ditutup, wanita-wanita P
yang belum terciduk, tetap aktif beroperasi dengan cara lain .
Dan tampak lebih lihai. Yaitu memburu mangsanya lewat
mobil-mobil prah yang jalan di malam hari. Dua tunas misalnya
dari warung wak Katir di kampung Sentang, Kisaran, naik prah
yang datang dari Rantau Perapat menuju Medan. Tentu saja setelah
harga cucok. Pelaksanaan "jual beli" berlangsung tatkala prah
berjalan Sesampai di Tanjung Kasau atau Limapuluh, dan
"permainan" usai, si wania diturunkan di suatu warung. Kemudian
ia mencari pembeli di lain prah yang datang dari Medan menuju
Rantau Perapat. Setelah selesai, turun di warung wak Katir
Begitu seterusnya. Sulit disergap. Tapi Misran bertekad, "akan
terus mengintipnya". "Kalau beroperasi di tempat lain masa
bodoh". Dan tampaknya lumayan berhasil. Hingga jumlah wanita P
berkurang. Tapi tarifnya naik. Yang semula Rp 750 - 1000, jadi
rp 1500-3000. Agak aneh kalau Dinas Kesehatan setempat mencatat
448 penderita GO. Padahal masyarakat Asahan kesohor fanatik. Dan
anti lokalisasi P.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini