Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Di Atas Prah Pun Jadi

Pelacuran di asahan diberantas. pelacur yang tertangkap dididik ketrampilan, agama dan sosial di proyek cinta damai. Yang belum tertangkap terus berpraktek bahkan di atas kendaraan sedang berjalan.

14 Agustus 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK ada tempat bagi pelacur di bumi Asahan. Begitu agaknya semboyan upati Asahan, Haji Abdul Manan Simatupang Dan sejak 25 Agustus tahun silam, sang Bupati mengerahkan aparatnya dalam Team Gurdak (berarti 'gerebek' dalam dialek Asahan), untuk menumpas segala bentuk dan manifestasi wts. Dengan dipimpin Misran Atmaja, Kepala Subdit Keteriban Umum, Kantor Bupati, bersama Polisi, CPM, Dillas Sosial dan Hansip, pasukan Gurdak itu menggerebek tempat-tempat yang diduga sebagai rumah pelacur. Orang-orang yang dipergoki di situ tak peduli cuma mengobrol atau baru tawar menawar -- yang lelaki dan germonya didepak ke bagian Polisi, sedang si perempuan dilempar buat urusan Dinas Sosial. Tak jelas selanjutnya ke mana lelaki dan para germo itu diurus. sedang para wanita P sebanyak 72 orang yang terjaring selama hampir setahun itu, dimasukkan ke proyek Cinta Damai. Untuk seterusnya selama 20 hari mereka diberi pelajaran agama, pengetahuan sosial dan latihan ketrampilan. Biaya dari kocek Pemda. Akibatnya Pemda tak bisa lama-lama menahan mereka. "Pokoknya watunas itu tak lebih dari 20 hari dididk di proyek",- tutur Misram. Tak peduli efektif atau tidak Pemda mesti mengeluarkan mereka dari proyek. Selanjutnya mencarikan mereka pekerjaan bagai babu, mengembalikan ke kampung orang tua atau familinya. Atau kalau beruntung, ketemu jodoh. Bagaimana nasib mereka selanjutnya -- seperti juga langkah serupa di banyak kota -- bukan urusan Wisran Atmaja. Warung Wak Katir Lagipula urusan Misran malah bertambah. Karena selain beberapa rumah pelacuran belum kena gerebek atau ditutup, wanita-wanita P yang belum terciduk, tetap aktif beroperasi dengan cara lain . Dan tampak lebih lihai. Yaitu memburu mangsanya lewat mobil-mobil prah yang jalan di malam hari. Dua tunas misalnya dari warung wak Katir di kampung Sentang, Kisaran, naik prah yang datang dari Rantau Perapat menuju Medan. Tentu saja setelah harga cucok. Pelaksanaan "jual beli" berlangsung tatkala prah berjalan Sesampai di Tanjung Kasau atau Limapuluh, dan "permainan" usai, si wania diturunkan di suatu warung. Kemudian ia mencari pembeli di lain prah yang datang dari Medan menuju Rantau Perapat. Setelah selesai, turun di warung wak Katir Begitu seterusnya. Sulit disergap. Tapi Misran bertekad, "akan terus mengintipnya". "Kalau beroperasi di tempat lain masa bodoh". Dan tampaknya lumayan berhasil. Hingga jumlah wanita P berkurang. Tapi tarifnya naik. Yang semula Rp 750 - 1000, jadi rp 1500-3000. Agak aneh kalau Dinas Kesehatan setempat mencatat 448 penderita GO. Padahal masyarakat Asahan kesohor fanatik. Dan anti lokalisasi P.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus