AIR yang bening di danau Maninjau, tiba-tiba nampak keriting.
Hujan lebat. Sesaat sebelumnya. serentetan letusan dinamit
memecah kesunyian. Batu gunung dibelah, hutanpun dirambah.
Inilah hari-hari pertama Maninjau menguak sejarah baru: tanda
akan berdirinya sebuah pusat listrik tenaga air di hulu Batang
Antokan Alat-alat besar janda proyek Batang Agam diboyong ke
sini. Mestinya proyek Maninjau ini memang bakal digarap dengan
alat serba baru, berdasarkan kredit dari Bank Pembangunan Asia.
Tapi itu baru akan muncul awal tahun depan. "Untuk tidak
membuang waktu, apa yang bisa dikerjakan kita kerjakan
sekarang", ujar Ismed Ramli -- jurubicara PLN Pembangunan II
Sumbar-Riau.
Mengenai adanya pusat listrik yang berlokasi di Maninjau ini.
kampung halaman Prof Hamka, tak urung beliau berkomentar: 'Satu
hal yang belum terbayangkan di zaman nenek moyang dulu". Dalam
kotbahnya bulan Juni lalu di TV-RI Jakarta. Buya menyinggung
perkara manusia sebagai pelaksana kebudayaan sebagai khalifah
Tuhan di bumi. Dan untuk sekedar contoh, antaranya Hamka
menunjuk orang yang mengerjakan proyek listrik sebagai berbuat
amal-saleh. "Saya dengan hormat menyebut namanya: Yanuar Muin.
Dengan keinsinyurannya dibukanya praktek, dibuatnya pembangkit
tenaga listrik Batang Agam. Berhasil. Sehingga Menteri PUTL
sendiri dengan terharu medukungnya" .
Yanuar Muin memang telah digendong oleh Menteri Sutami, ketika
peresmian PLTA Batang Agam akhir April lalu. Malahan pada hari
yang sama Menteri Sutami langsung bertolak ke Maninjau,
meresmikan awal pembangunan PLTA Maninjau.
Sutami Bernazar
Tentu ada cerita di balik berita itu. Begini. Proyek Batang Agam
itu tadinya hampir merupakan proyek putus asa, tatkala nyaris
dicoret dari agenda Pelita I. Maka selain upaya pejabat daerah,
tak kurang dari Menteri PUTL sendiri yang gigih untuk
mewujudkannya. Seperti diketahui akhirnya PLTA Batang Agam itu
digarap dengan alat-alat bekas Cikalong, Riam Kanan dan
Jatiluhur. Hampir tak masuk akal karena peralatannya serba
sederhana. (TEMPO 1 Oktober 1974). Tapi kondisi yang serba
terbatas itu justru mengandung hikmah. "Dari proyek Batang Agam
it, kita beroleh manfaat penting, yaitu adanya rasa percaya pada
diri sendiri" tutur Yanuar. Ia menjelaskan selain yang juga
dipetik dari pengalaman selama mengerjaknl PLTA Batang Agam:
"Kini telah lahir 145 tenaga terdidik di lapangan yang tadinya
bermula sebagai nol". Dan kenyataan itu pula ia menaruh harapan
bahwa dari proyek Maninjau ini kelak akan tercipta lebih banyak
lagi tenaga terdidik dan trampil. Sehingga bila proyek Asahan.
misalnya ingin bikin terowongan."kita sanggup mengerjakan kalau
diminta.
Kini dari proyek Maninjau inipun ada segi yang menarik. Yaitu:
pengkajian kemungkinannya (feasibility study) tulen buatan
tenaga Indonesia. Ini jelas merupakan prestasi yang masih
jarang di Republik ini. Meski sempat jadi bahan cemooh pada
mulanya, tapi fihak Bank Pembangunan Asia (ADB) akhirnya
mengakui akan mutu karya Yanuar dan kawan-kawan itu. Buktinya:
limpahan kredit Rp 9 milyar lebih, untuk merampungkan PLTA
Maninjau sampai tahun 1981, dengan kapasitas 4 x 17 MW (Batang
Agam hanya 2 x 5 MW). Hasilnya terutama diperuntukkan bagi
industri di kota Padang.
Selain itu biaya penyusunan mengkaji kemungkinan itupun -- yang
berupa buku, masing-masing nyaris setebal bantal bayi -- hanya
Rp 30 juta. Ini merupakan sukses tersendiri lagi. Sebab bila
diserahkan kepada konsultan asing (dengan jangka waktu yang
sama yaitu setahun) niscaya mencapai 600 ribu dollar. Atau
seperti diakui Menteri Sutami pula dalam hal menyusun buku itu
saja "Negara sudah dihemat Rp 200 juta lebih". Berkata begitu
Menteri PUTL sekaligus menyodorkan tantangan kepada ITB: bila
sanggup menyusun penjajagan kemungkinan seperti karya Yanuar cs
itu, ia bernazar pula akan menggendong Rektor ITB kelak. Bukan
main.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini