Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengizinkan ekspor pasir laut.
Kementerian Kelautan dan Perikanan mengatakan ekspor bisa dilakukan hanya jika kebutuhan domestik sudah terpenuhi.
Politikus beramai-ramai menolak ekspor pasir laut.
TAK seperti biasanya, jaring yang ditebar Kukuh di sekitar perairan Pulau Asam, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, pada Kamis, 5 September 2024, susah ditarik. Rupanya, jaring nelayan tenggiri ini tersangkut jangkar kapal isap pasir laut. Kala itu, kapal isap tersebut sedang mengambil sampel hasil sedimentasi laut atas perintah Kementerian Kelautan dan Perikanan. Padahal kawasan tersebut adalah tempat para nelayan jaring tenggiri mencari nafkah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kukuh langsung mendekati kapal tersebut dan berusaha menarik jaring yang tersangkut. Namun setengah jaring itu tidak bisa diselamatkan lagi lantaran terbawa jangkar ke dasar laut. “Akhirnya saya potong, ini yang tersisa,” kata Kukuh, yang ketika ditemui Tempo pada Senin, 16 September 2024, sedang menjahit jaringnya yang robek. Separuh jaring sepanjang 1.000 meter miliknya tak terselamatkan. Dia pun berang dan tak tinggal diam. Dia menaiki kapal penyedot pasir tersebut untuk menyampaikan protes. Ternyata kapal isap pasir itu dioperasikan warga negara asing. Beruntung, setelah memprotes, Kukuh mendapat ganti rugi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kapal sedot pasir juga membuat nelayan di Kecamatan Meral Barat, Kabupaten Karimun, marah. Mereka kaget ketika kapal sedot pasir tiba-tiba beroperasi di perairan Pulau Asam pada Rabu, 28 Agustus 2024. “Tiba-tiba masuk tanpa memberi tahu nelayan,” ucap Jakar, Ketua Kelompok Nelayan Usaha Bersama Teluk Setimbul Karimun. Pria 51 tahun ini berharap pemerintah membicarakan rencana pengambilan sampel pasir dulu agar tak mengganggu.
Meskipun menuai protes, pengambilan sampel hasil sedimentasi laut yang terdiri atas lumpur dan pasir laut tetap berlangsung selama sepuluh hari di perairan Pulau Asam. Kepala Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau di Kabupaten Karimun, Faizal, mengatakan kantornya juga tidak mendapat pemberitahuan tentang pengambilan sampel itu. Surat pemberitahuan baru muncul setelah nelayan mengajukan protes. "Ada izin, tapi tidak ada sosialisasi," tuturnya pada Selasa, 24 September 2024.
Menurut Faizal, pengambilan sampel pertama di perairan Pulau Asam dihadiri pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan. Setelah itu, pengambilan sampel kedua dilakukan di perairan Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun. Faizal mengatakan pengambilan sampel di perairan Moro juga diprotes nelayan. Pengambilan sampel rampung dalam 20 hari.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim. FOTO/kemendag.go.id
Menanggapi masalah ini, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Gustaaf Manoppo mengakui kurangnya sosialisasi. Dia memastikan kapal isap saat ini beroperasi hanya untuk mengambil sampel. “Karena datang naik kapal, dikira mau ambil pasir, padahal hanya sampel,” ucapnya pada Senin, 23 September 2024.
Pengambilan sampel, menurut Victor, bertujuan mengecek kandungan sedimen laut. Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, material yang boleh dimanfaatkan antara lain tidak mengandung mineral berharga, mineral logam, dan mineral bukan logam yang memiliki nilai keekonomian. Hasil uji sampel akan dipaparkan kepada tim kajian. “Enggak ada yang ditutupi. Kalau enggak memenuhi syarat, ya, jangan,” ujar Victor.
Hasil pengambilan sampel itu kemudian dibahas dalam sebuah rapat yang digelar Kementerian Perdagangan pada 24 September 2024. Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim, rapat tersebut membahas prosedur teknis dan hasil pengambilan sampel yang telah dilakukan bersama.
•••
RAMAI-RAMAI pengambilan sampel ini berhubungan dengan pembukaan keran ekspor hasil sedimentasi laut. Pada akhir Agustus 2024, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan meneken dua regulasi, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2024 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2024, yang intinya memperkenankan ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir alam. “Ini konsekuensi karena semua (aturan) sudah keluar,” kata Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu saat berbincang dengan Tempo pada Senin, 23 September 2024.
Aturan yang dimaksud Zulkifli antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 mengenai pengelolaan sedimen laut yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 15 Mei 2023. Peraturan itu, dalam Pasal 9 ayat 2, menyatakan pasir laut dapat diekspor sepanjang kebutuhan di dalam negeri terpenuhi. Klausul itu juga termaktub dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2023 yang diteken Menteri Sakti Wahyu Trenggono pada 16 Oktober 2023.
Sampel sedimentasi laut yang berhasil diambil di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. FOTO/Dok.Nelayan Karimun
Trenggono kemudian menerbitkan beberapa aturan, di antaranya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 6 Tahun 2024 tentang Harga Patokan Pasir Laut dalam Perhitungan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak. Aturan lain adalah Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2024 tentang Dokumen Perencanaan Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang memuat daftar tujuh wilayah yang menjadi lokasi pembersihan sedimen laut. Ihwal ekspor, Trenggono meneken Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47 Tahun 2024 tentang Spesifikasi Pasir Hasil Sedimentasi di Laut untuk ekspor pada 10 Juli 2024.
Persoalannya, Peraturan Pemerintah Nomor 26/2023 menyebut pemanfaatan sedimentasi laut untuk ekspor wajib mendapatkan izin dari menteri perdagangan. Di sisi lain, kode pos tarif atau Harmonized System (HS) Code untuk pasir alam, silika, dan kuarsa yaitu ex 2505.90.00 dan ex 2505.10.00, termasuk dalam daftar barang yang tidak boleh diekspor, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22/2023. Karena itu, perlu revisi aturan untuk untuk membuka keran ekspor pasir laut.
Aturan ekspor ini terbit menjelang akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Menanggapi pandangan bahwa penerbitan aturan ini terburu-buru, Zulkifli mengatakan aturan ekspor keluar setelah melewati berbagai rapat koordinasi yang dipimpin Kementerian Koordinator Perekonomian. “Peraturan pemerintah sudah ada, aturan Menteri Kelautan dan Perikanan juga sudah, tinggal saya yang belum, mana bisa saya bilang tidak (untuk keluarkan aturan)?” tuturnya.
Nelayan tradisional di Meral Barat, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau menyampaikan penolakan atas PP 26 Sedimentasi Laut, Senin 16 September 2024. TEMPO/Yogi Eka Sahputra
Kendati demikian, pada kenyataannya masih banyak lubang dalam aturan tentang sedimen laut. Hal yang belum diatur antara lain standar pengambilan dan pengujian sampel sedimen. Selain itu, belum ada aturan nilai bea keluar dan satuan untuk mengkuantifikasi sedimen. Hal ini menjadi pertanyaan pelaku usaha dalam acara sosialisasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2024 di Bandung pada Jumat, 20 September 2024.
Kepada Tempo, Nardi, pengusaha tambang pasir laut di Kabupaten Karimun, mengatakan banyak penambang pasir di daerahnya yang masih mempertanyakan nasib usaha mereka. Musababnya, mereka tidak bisa menambang pasir laut meski sudah empat tahun mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) pasir laut. Alasannya, mereka tidak mendapat persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Menurut Nardi, sebagian besar penambang pasir laut tidak mengajukan permohonan izin pengelolaan sedimen lantaran merasa syaratnya cukup berat.
Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad mengatakan belum ada pembahasan tentang Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 meskipun rencana ini sudah disampaikan pemerintah pusat tahun lalu. “Sampai saat ini belum ada kejelasan,” kata Ansar pada Senin, 16 September 2024.
Kisah Nardi dan teman-temannya itu berbeda dengan 66 perusahaan yang sedang mengajukan permohonan izin pengelolaan hasil sedimentasi di laut. Dua pengusaha yang memohon izin pengelolaan sedimen mengatakan sedang menunggu verifikasi proposal oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Saat memohon izin, mereka melampirkan mitra operator pengisapan sedimen beserta rencana pemanfaatannya. Mereka juga telah memiliki calon pembeli, antara lain untuk keperluan reklamasi di sekitar Pulau Bintan, Kepulauan Riau.
Kapal tongkang membawa batu granit di perairan Pulau Karimun Besar, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepri, 24 Maret 2024. TEMPO/Yogi Eka Sahputra
Meski ada pasar di dalam negeri, para pengusaha mengakui ekspor pasir laut lebih menguntungkan. Pasar utamanya adalah Singapura. Seorang pengusaha yang mengajukan permintaan izin pemanfaatan pasir laut bercerita, harga pasir laut ekspor lebih tinggi ketimbang dijual di dalam negeri. Tapi mereka wajib membayar sebagian tagihan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di muka atau sebelum beroperasi. Nilainya diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.
Kementerian Kelautan dan Perikanan membuat ketentuan bahwa setiap pelaku usaha yang memperoleh persetujuan izin pemanfaatan pasir laut wajib melakukan pembayaran tahap awal 5 persen dari PNBP yang harus disetor. Apabila tagihan itu tak dipenuhi, izin pemanfaatan pasir laut bakal dibatalkan.
Kendati telah ada aturan yang menjadi landasan dibukanya keran ekspor pasir laut, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Victor Gustaaf Manoppo menegaskan bahwa pihaknya akan mengutamakan permintaan dalam negeri. Karena itu, dia menambahkan, setiap pengusaha yang mengajukan permohonan izin harus menyertakan calon pembeli untuk keperluan domestik. “Kalau ia enggak punya demand dalam negeri, enggak boleh ekspor,” tuturnya.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan saat sesi wawancara dengan Tempo di kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin, 23 September 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis
Menurut Victor, saat ini angka permintaan dalam negeri yang terdata Kementerian Kelautan dan Perikanan mencapai 26 juta meter kubik. Kebutuhan itu antara lain ditujukan untuk mereklamasi di beberapa wilayah. Dia memperkirakan permohonan izin pemanfaatan hasil sedimentasi laut mencapai 3 miliar meter kubik. Asumsinya, setiap perusahaan meminta pemanfaatan minimal 50 juta meter kubik sedimen.
Ihwal ekspor pasir laut, Menteri Zulkifli Hasan menegaskan bahwa pihaknya akan mengizinkan kalau berbagai prasyarat, seperti adanya izin lingkungan, izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta IUP penjualan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, sudah dipenuhi. “Saya enggak bisa menghambat kalau sudah lengkap,” ujarnya.
•••
KETIKA pemerintah menggelar karpet merah untuk peminat ekspor pasir laut, penolakan datang dari politikus Senayan. Pada Sabtu, 21 September 2024, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat yang juga Sekretaris Jenderal Partai Gerakan Indonesia Raya, Ahmad Muzani, meminta ekspor pasir laut ditunda. Sebab, dia menerangkan, manfaat dan mudarat kebijakan tersebut mesti dikaji lagi. Menurut Muzani, meskipun ekspor pasir laut dapat memberikan pendapatan kepada negara, tindakan itu berpotensi membebani lingkungan.
Pernyataan Muzani muncul beberapa hari setelah pada Selasa, 17 September 2024, Presiden Joko Widodo buka suara tentang ekspor pasir laut. Menurut Jokowi, yang diizinkan adalah ekspor sedimen laut yang mengganggu alur pelayaran. "Sekali lagi, itu bukan pasir laut, ya, yang dibuka adalah sedimen. Sedimen yang mengganggu alur jalannya kapal," katanya. Menurut Jokowi, sedimen berbeda dengan pasir laut, meskipun wujud bahan endapan itu juga berbentuk pasir.
Menyitir Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023, hasil sedimentasi di laut yang dapat dimanfaatkan berupa pasir laut dan material lain seperti lumpur. Sedimen berupa pasir laut bisa digunakan untuk pembangunan di dalam negeri dan infrastruktur pemerintah serta prasarana oleh pelaku usaha, juga diekspor. Adapun material berupa lumpur hanya dapat dimanfaatkan untuk rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.
Reaksi juga datang dari Sudin, Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi sektor pertanian, lingkungan hidup dan kehutanan, serta kelautan dan perikanan. Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu, rencana ekspor belum pernah disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono secara resmi. "Tidak ada rapat pembahasan soal ekspor pasir laut. Kami pikir baru wacana, maka kami berfokus bahas anggaran. Padahal DPR harus tahu dampak penyedotan sedimen itu seperti apa terhadap lingkungan, terhadap masyarakat pesisir," ujarnya.
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Daniel Johan, meminta pemerintah mengkaji kembali aturan ekspor pasir laut. “Apabila terjadi bencana ekologi, kerugiannya berkali lipat dibanding keuntungan yang didapat,” katanya. Sedangkan anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Amin Ak, meminta kebijakan itu dibatalkan atau ditunda sampai mekanisme pengawasannya siap. Apalagi tak ada jaminan komoditas yang diangkut adalah hasil sedimentasi seperti pernyataan Jokowi dan bukan pasir laut.
Menanggapi kontroversi seputar aturan ekspor pasir laut, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, "Kalau mau ribut soal pasir, dulu saja, kenapa sekarang?" tuturnya. Menurut Zulkifli, penerbitan aturan ekspor adalah kelanjutan regulasi yang terbit lebih dulu. "Bukan saya berkuasa sendiri. Semua aturan sudah selesai, masak, saya harus bilang tidak boleh?" ucapnya.
Tempo berupaya mendapatkan jawaban dari Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Ketika ditemui dalam sejumlah kesempatan, antara lain acara Silaturahmi Masyarakat Kelautan dan Perikanan di Sentul, Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, 26 September 2024, dia tak bersedia memberi jawaban.
Suasana kantor PT Tuah Selat Durian yang terdapat digedung yang sama dengan Kantor PPP Kabupaten Karimun, Provinsi Kepri, Selasa, 17 September 2024. TEMPO/Yogi Eka Sahputra
Tanggapan datang dari staf khusus Menteri Kelautan, Wahyu Muryadi. Wahyu membantah tuduhan bahwa tak ada pembahasan bersama DPR. "Komisi IV siapa? Mention the name. Kemarin ada tiga orang dari Komisi IV, semua tidak ada masalah. Istilah mereka ini pasir mudharot, ini memang harus dijelaskan," katanya pada Jumat, 27 September 2024.
Menurut Wahyu, penerbitan aturan ekspor pasir atau sedimen laut tidak tergesa-gesa, mengingat pembahasannya sudah lebih dari dua tahun. "Awalnya inisiatif Kementerian Kelautan, terus dibuat aturan turunannya. Ekspor urusan Menteri Perdagangan," ujarnya.
Di tengah kontroversi ini, pemerintah masih memproses perizinan perusahaan-perusahaan yang tengah memohon izin untuk menyedot sedimen laut. Berdasarkan penelusuran Tempo, ada nama pengusaha hingga politikus di balik perusahaan-perusahaan itu. Salah satunya Chandra Astan, pengusaha dan calon anggota legislatif dari PDIP dalam Pemilihan Umum 2024. Nama Chandra tertulis dalam akta PT Tuah Selat Durian.
Tempo mendatangi kantor Tuah Selat Durian di Kelurahan Sungai Lakam Timur, Kecamatan Karimun, pada Selasa, 17 September 2024. Kantornya berada di lokasi yang sama dengan markas Partai Persatuan Pembangunan Kabupaten Karimun. Saat itu tidak terlihat aktivitas di luar ataupun di dalam kantor itu. Hanya ada sebuah sepeda motor dan papan bertulisan "PT Tuah Selat Durian pengelola kemaritiman dan supplier".
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ghoida Rahmah, Erwan Hermawan, Han Revanda, Oyuk Ivany, Ihsan Reliubun, Yogi Eka Sahputra dari Batam dan Karimun, Muhammad Iqbal dari Tangerang, dan Ahmad Suudi dari Banyuwangi berkontribusi pada penulisan artikel ini. Di edisi cetak artikel ini terbit di bawah judul "Buka Keran di Akhir Jabatan"