Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, menuturkan, pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB seharusnya diberlakukan di seluruh Indonesia atau minimal se-Jawa. Sebab, pergerakan penduduk menjadi faktor utama penularan virus Corona.
"Selama manusianya masih boleh bergerak, kemungkinan penularannya masih terus terjadi," kata dia saat dihubungi, Kamis, 24 September 2020.
Pandu menyampaikan, efek pengetatan PSBB Jakarta terhadap penurunan kasus hingga risiko terendah akan tampak jika manusia tidak bergerak sama sekali. Artinya, penduduk memang harus tinggal dan berkegiatan di dalam rumah.
Tak cuma soal regulasi, kepatuhan masyarakat menjalankan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 juga menentukan efektivitas pengetatan PSBB. Sayangnya, saat pelonggaran pembatasan di Ibu Kota, protokol itu dilanggar.
Pandu Riono mencontohkan pembatasan jumlah orang di dalam kantor yang maksimal 50 persen dari kapasitas. "Hampir satu persen semuanya kembali untuk bekerja, ya terang aja meningkat," tutur dia.
Demikian juga dengan ketentuan selalu menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah. Dia mengatakan tidak ada yang mengetahui apakah semua orang memang patuh memakai masker.
"Pakai masker juga memang mengurangi risiko, tapi seberapa banyak orang pakai masker, kita tidak tau sekarang," ujarnya.
Jumlah pasien positif Covid-19 Ibu Kota masih terus meningkat setiap harinya. Penambahan kasus baru menembus lebih dari seribu orang per hari. Total kasus Covid-19 di Jakarta per 23 September sebanyak 66.505 dengan persentase pasien positif atau positivity rate dalam sepekan ini mencapai 12 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini