Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta -Abdul Halim Perdanakusuma menjadi salah satu Marsekal muda yang sudah sudah menginjakkan kakinya di empat benua—Gibraltar (Eropa), Australia (Australia), Canada (Amerika), dan Indonesia (Asia). Hal ini ia lakukan ketika bergabung dengan RACF (Royal Air Canadian Force).
Halim Perdanakusuma menjadi salahsatu Marsekal muda yang wafat dalam usia tergolong cukup muda yaitu, 25 tahun. Abdul Halim Perdanakusuma berpulang meninggalkan istrinya Koesdalina yang pada waktu itu tengah mengandung empat bulan.
Sebelum beranjak pada kisah gugurnya Halim Perdanakusuma, perlu diketahui hal yang melatarbelakangi tragedi tersebut.
Awalnya Halim diserahi tugas sebagai Perwira Operasi Udara. Ia bertanggung jawab atas pelaksanaan operasi udara.
Berdasarkan kanal tni-au.mil.id, tugas itu meliputi banyak bidang, antara lain menembus blokade udara Belanda, mengatur siasat serangan udara atas daerah lawan, operasi penerjunan pasukan di luar Jawa dan penyelenggaraan operasi penerbangan dalam rangka pembinaan wilayah. Selain itu juga diserahi tugas sebagai instruktur navigasi di sekolah penerbangan yang didirikan dan dipelopori oleh Agustinus Adisutjipto.
Sebagai perwira operasi, Halim Perdanakusuma diberi perintah untuk menyusun serangan udara balasan atas peristiwa Agresi Militer I yang dilakukan oleh pihak Belanda.
Berikutnya: Serangan tersebut dilancarkan pada...
Serangan tersebut dilancarkan pada 29 Juli 1947 dini hari. Adapun kota yang akan diserang yaitu, Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.
Keberhasilan penyerangan ini melambungkan nama AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) atau kini TNI AU dan membuat pihak Belanda murka.
Sebelumnya pihak Belanda selalu meremehkan kemampuan armada perang Indonesia. Lebih lanjut, keberhasilan tersebut harus dibayar tuntas setelah gugurnya tiga perintis dan pelopor AURI yaitu Komodor Muda Udara A. Adisutjipto, Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdulrahman Saleh, dan Juru Radio Opsir Udara Adisoemarmo Wiryokusumo dalam peristiwa ditembaknya pesawat.Seorang pengunjung berjalan disamping lokomotif uap C 2821 buatan Henschel and Senncaddel 1921, yang digunakan membawa Presiden RI pertama, Soekarno-Hatta dari Jakarta menuju Yogyakarta saat pemindahan ibu kota ke Yogyakarta akibat agresi militer Belanda, tersimpan di Museum Kereta Api Stasiun Willem I Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah, Rabu, 25 Desember 2019. TEMPO/Imam Sukamto
Tidak lama setelah itu Halim Perdanakusuma ditugaskan untuk menggantikan posisi Adisutjipto sebagai Wakil Kepala Staf AURI. Pada masa ini pula, tepatnya pada 24 Agustus 1947 ia menikah dengan pasangannya, Koesdalina.
Memasuki 2 bulan usia pernikahan, Halim Perdanakusuma mendapatkan mandat untuk membangun angkatan udara di Sumatera, hal ini bertujuan untuk menghubungkan
Pulau Jawa dan Sumatera dalam menembus blokade udara Belanda. Lebih lanjut, strategi ini bertujuan sebagai basis perjuangan apabila pangkalan-pangkalan udara di Pulau Jawa dikuasai oleh Belanda. Didampingi oleh Opsir Udara II Iswahjudi, Halim berangkat menuju Sumatera.
Ketika berada di AURI Sumatera Halim ditugaskan bersama Iswahjudi untuk mencari bantuan ke luar negeri. Adapun bantuan tersebut seperti logistik, hingga senjata dan amunisi.
Berikutya: Untuk mencari bantuan amunisi dan senata, Halim...
Untuk mencari bantuan amunisi dan senjata, Halim dan Iswahjudi berangkat ke Muangthai, Thailand pada Desember 1947.
Halim berangkat bersama Iswahjudi dan Keegan—warga Australia yang menjual pesawat Avro Anson RI-003.
Setelah menyelesaikan tugas di Muangthai, RI-003 berangkat menuju Singapura.
Dalam perjalanannya, Halim dan Iswahjudi terjebak dalam cuaca buruk di Perak Malaysia. Ketika itu kabut tebal juga menjadi penghalang bagi mereka dan mengganggu jarak pandang.
Cuaca buruk tersebut menimbulkan pesawat jatuh di Labuhan Bilik Besar, antara Tanjung Hantu dan Teluk Senangin di Pantai Lumut.
Masih dari kanal resmi TNI AU, Laporan pertama tentang kecelakaan diterima oleh polisi Lumut dari 2 orang warga China penebang kayu bernama Wong Fatt dan Wong Kwang pada sekitar pukul 16.30 pada tanggal 14 Desember 1947.
Berita jatuhnya pesawat RI-003 ini mendapat perhatian luar biasa dan disiarkan oleh surat kabar berbahasa Inggris The Times dan Malay Tribune yang terbit pada tanggal 16 Desember 1947. Di Indonesia, peristiwa tersebut diumumkan secara resmi oleh Kasau Komodor Soerjadi Soerjadarma di Markas Besar AURI di Jalan Terban Taman No. 1 Yogyakarta.
Untuk menghormati jasa Halim Perdanakusuma, pemerintah mengabadikan namanya di Pangkalan Udara Cililitan berdasarkan Surat Penetapan Kasau nomor Kep/76/48/Pen.2/KS/1952 tanggal 17 Agustus 1952.
Selain itu ia dianugerahi kenaikan pangkat luar biasa menjadi Marsekal Muda Udara Anumerta. Hingga 9 Agustus 1975, Marsda TNI Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 063/TK/1975.
GERIN RIO PRANATA
Baca : Halim Perdanakusuma, Marsekal Muda Penerbang yang Melalang hingga Eropa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini