Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Itu Perintah Konstitusi

1 Mei 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Syafruddin Arsyad Temenggung, sebagai tersangka karena mengeluarkan surat keputusan lunas (SKL) untuk Sjamsul Nursalim, pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia. Dalam penyelidikan perkara ini, Komisi juga pernah memeriksa Laksamana Sukardi, Menteri Badan Usaha Milik Negara yang juga anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) semasa pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Kepada Syailendra Persada dari Tempo, Laksamana menjelaskan latar belakang keluarnya SKL, sekaligus membantah mendapat keuntungan pribadi dari penerbitan surat tersebut.

Sumber kami menyebutkan Anda termasuk yang ngotot mendukung keluarnya surat keterangan lunas untuk sejumlah obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia….

Itu tidak benar. Kedudukan semua anggota KKSK sama dan keputusan diambil secara kolektif. Ada ketua, Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Keuangan, dan menteri lain. Tidak ada yang dominan. Setiap anggota KKSK melakukan judgement untuk mengambil keputusan. Judgement itu tak bisa dikatakan salah atau benar. Setelah KKSK mengambil keputusan, saya teruskan ke BPPN untuk dilaksanakan.

Bagaimana proses penerbitan keterangan lunas itu?

Sebelum mengambil keputusan, KKSK juga mendengarkan masukan dan pendapat dari tim pengarah bantuan hukum yang terdiri atas kejaksaan dan kepolisian serta tim bantuan hukum yang terdiri atas sejumlah pengacara. Di samping itu, ada oversight committee atau ombuds­man. Beberapa hal penting, sebelum KKSK mengambil keputusan mengenai SKL, dibahas dulu di sidang kabinet. Se­ingat saya, sidang kabinet yang memutuskan menghapus kewajiban petani tambak Dipasena.

Perdebatan di KKSK waktu itu seperti apa?

Nuansa perdebatan waktu itu adalah ini dalam rangka pemulihan dan percepatan pertumbuhan ekonomi. Penyelesaiannya melalui out of court settlement. Keputusan tersebut merupakan amanat ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sejak 1998.

Mengapa dipilih penyelesaian di luar jalur pengadilan?

Penyelesaian out of court settlement merupakan keputusan politik yang diperkuat oleh ketetapan MPR sejak 1998 dan diteruskan oleh keputusan MPR setiap tahunnya. Itu dilaksanakan Presiden Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati, sebagai mandataris MPR. Dengan demikian, sangat berbeda jika kita menggunakan jalur hukum yang hitam-putih.

Sejauh mana KKSK mengecek aset yang dijaminkan obligor sebelum mengeluarkan keterangan lunas?

Itu tugas BPPN. Standard operating procedure-nya sudah jelas. Itu sudah dilaksanakan sejak perjanjian kewajiban pemegang saham (MSAA) dibuat pada 1998. Valuasi aset dan lain-lain dilakukan berdasarkan asumsi kondisi ekonomi normal dan dilakukan oleh konsultan independen. Bahkan, pada waktu penyerahan asset tersebut, BPPN telah mengeluarkan release and discharge kepada obligor.

Faktanya, banyak aset yang dijaminkan obligor belakangan diobral sangat murah….

KKSK pernah berusaha mengubah perjanjian kewajiban pemegang saham, tapi sidang kabinet memutuskan tetap konsisten melaksanakan MSAA sesuai dengan ketetapan MPR yang mengamanatkan perlu diberikan kepastian hukum melalui SKL. Waktu itu, ketetapan MPR mengamanatkan untuk tidak mengubah keputusan yang bisa membuat tidak adanya kepastian hukum dan mempersulit pemulihan ekonomi.

Sekarang, keputusan KKSK dan BPPN pun dipersoalkan lagi….

Jadi harus diperhatikan kondisi perekonomian pada saat itu. Berhasilnya pemulihan ekonomi tidak lepas dari selesainya kinerja BPPN dan kebijakan yang diambil pemerintah saat itu. Kalau diperdebatkan lagi saat ini, dengan kondisi yang berbeda, itu akan mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum. Apalagi asumsi, situasi, dan kondisinya jauh berbeda.

Ada tudingan Anda mendapat keuntungan dari penerbitan SKL itu....

Penerbitan SKL adalah perintah konstitusi untuk mencapai pemulihan ekonomi yang dilandasi kepastian hukum berdasarkan kaidah restrukturisasi utang. SKL adalah produk kebijakan pemerintah dalam rangka menjalankan amanat MPR, yaitu memberikan kepastian hukum kepada obligor yang kooperatif.

Perlakuan bagi obligor yang tidak kooperatif seperti apa?

Banyak obligor yang tidak kooperatif dan lari. Mereka kembali setelah Ibu Mega kalah dalam pemilihan presiden. Tapi kepada mereka tidak dilakukan tindakan hukum yang berarti. Dengan demikian, ada anggapan bahwa lebih baik tidak kooperatif karena toh tidak ada sanksi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus