Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Rata-rata jumlah pesepeda yang melintas di Jalan Sudirman-Thamrin pada hari kerja mencapai 3,1 ribu orang per hari.
Komunitas sepeda di Jabodetabek sudah menembus 100 organisasi.
Jalur pembatas permanen di Jalan Sudirman-Thamrin hanya terpasang sepanjang 11,2 kilometer atau dari Bundaran Senayan hingga Bunderan HI.
JAKARTA – Jumlah pengguna sepeda terus meningkat selama masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Peningkatan itu ditandai dengan tumbuhnya jumlah komunitas pesepeda di Ibu Kota dan sekitarnya. Bahkan Ketua Bike to Work (B2W) Indonesia, Poetoet Soedarjanto, mengatakan hampir setiap hari dia memenuhi undangan pertemuan dengan komunitas pesepeda di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sudah mencapai ratusan komunitas sepeda yang ada di Jabodetabek," kata Poetoet, kemarin. "Di perumahan saya saja, belum sampai satu tahun, sudah ada tiga komunitas sepeda."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poetoet tidak memiliki data pasti tentang jumlah komunitas sepeda yang anggotanya beraktivitas di kawasan Ibu Kota. Namun, secara kasatmata, ia menilai jumlah orang yang menggunakan sepeda untuk sarana mobilitas pribadi semakin meningkat. Pada jam-jam tertentu, selalu terlihat pesepeda yang menuju kawasan Jakarta atau sebaliknya.
Dengan meningkatnya jumlah pengguna sepeda, kata Poetoet, seharusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempercepat pembangunan 587 kilometer jalur khusus sepeda yang ditargetkan rampung sebelum 2030.
Saat ini, pemerintah provinsi baru merampungkan jalur sepeda sepanjang 63 kilometer. Itu pun masih dalam proses penyempurnaan dengan pemasangan pembatas permanen berupa planter box sepanjang 11,2 kilometer pada ruas Bundaran Senayan hingga Bundaran Hotel Indonesia.
"Justru ketika pembatas permanen selesai dan semua jalur sepeda terhubung, orang-orang akan semakin tertarik menggunakan sepeda di jalanan DKI," ujar Poetoet. "Karena kami merasa aman, terlindungi, dan nyaman."
Pemprov DKI memang telah berulang kali merilis peningkatan jumlah pesepeda yang melaju di kawasan Ibu Kota sejak Maret 2020. Bahkan Dinas Perhubungan DKI Jakarta telah mencatat riset Traffic Committee Pop-up Bike Lane, yang menunjukkan pertumbuhan jumlah pengguna sepeda di jalur khusus Sudirman-M.H. Thamrin sepanjang Juni 2020-Januari 2021.
Pesepeda menggunakan jalur khusus sepeda di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, 14 Maret 2021. TEMPO/M Taufan Rengganis
Pemerintah DKI memperkirakan, pada hari kerja, rata-rata penggowes yang melintas di rute tersebut dalam sehari mencapai 3.121 orang. Sedangkan pada akhir pekan atau Sabtu dan Ahad, jumlahnya melambung hingga 23.464 orang per hari. Angka ini jauh melonjak dibanding data sebelum masa pandemi Covid-19, yang berkisar 200-300 orang per hari. "Akan ada pembuatan prasasti sebagai monumen bagaimana sepeda menjadi transportasi masif selama masa pandemi di Jakarta," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo.
Salah satu pegawai gedung World Trade Centre (WTC), Kory, 30 tahun, mengatakan sebenarnya banyak rekan kerja dan kenalannya yang juga tertarik menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi menuju tempat kerja dan kuliah. Namun, kata dia, rekan-rekannya itu masih ragu akan keamanan jalur sepeda di Ibu Kota yang sebagian besar hanya ditandai dengan cat putih pada aspal jalan. Di sejumlah titik pun, pesepeda masih harus bersatu dan berbagi jalur dengan kendaraan bermotor.
"Kalau lagi macet juga, masih sedikit petugas yang jaga jalur sepeda. Masih banyak, tuh, sepeda motor yang nyalip masuk," kata pria yang indekos di kawasan Fatmawati tersebut.
Berdasarkan pantauan Tempo, jumlah pesepeda di Jalan Sudirman-Thamrin memang cukup banyak ketika jam berangkat atau pulang kantor, yakni pukul 07.00-09.00 dan 16.00-18.00. Namun jumlah pelaju sepeda itu tak sebanding dengan animo saat akhir pekan. Padahal Dishub DKI meletakkan puluhan unit sepeda rental melalui aplikasi Gowes nyaris di semua muka stasiun MRT dan halte Transjakarta.
Berbekal sepeda merah dari aplikasi rental Gowes, Tempo menyusuri ruas jalur khusus sepeda, yang menurut pemerintah provinsi paling ramai di Ibu Kota. Meski disiplin berada di jalur yang ditandai dengan cat putih dan boks hijau, Tempo tetap merasa khawatir bersenggolan dengan kendaraan bermotor.
Hampir 90 persen jalur sepeda di rute tersebut belum memiliki pembatas permanen. Pemprov DKI baru menyelesaikan pengadaan pembatas tersebut beberapa ratus meter, yang tersebar di sejumlah titik, dari Karet hingga Dukuh Atas. Itu pun hanya di beberapa muka gedung perkantoran besar, seperti Menara Topas, Mayapada, dan WTC.
Sisanya, pembatas jalur sepeda masih menggunakan traffic cone dan fiberglass road barrier yang memiliki celah sekitar 40-50 sentimeter. Jalur sepeda di rute ini pun terputus-putus oleh jalur masuk-keluar kendaraan bermotor ke gedung-gedung, juga oleh halte bus di bahu jalan.
Tempo pun melihat kondisi serupa dengan cerita para pesepeda tentang penerobosan jalur sepeda oleh pengemudi sepeda motor. Hal ini masif terjadi pada jalur macet, seperti Karet-Semanggi dan Polda Metro Jaya-Bursa Efek Jakarta. Di rute tersebut, jalur sepeda masih diterobos meski pemerintah DKI telah meletakkan belasan traffic cone sebagai penanda.
Ketua Komisi B Bidang Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Abdul Aziz, menilai parlemen Kebon Sirih bisa memberikan rekomendasi penundaan proyek jalur sepeda di Ibu Kota. Menurut dia, beberapa legislator menilai DKI mengeluarkan anggaran terlalu besar untuk sebuah proyek yang digunakan segelintir masyarakat. Salah satu contohnya pengadaan planter box di ruas Bundaran Senayan hingga Bundaran HI yang menghabiskan dana hingga Rp 30 miliar.
"Anggarannya besar kalau yang menggunakan sangat sedikit. Berarti sebenarnya warga DKI tak butuh-butuh amat jalur sepeda. Lebih baik dialokasikan pada kebijakan lain. Jadi, pembangunan jalur sepeda itu dasarnya jangan tren, melainkan kebutuhan," kata Abdul.
FRANSISCO ROSARIANS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo