Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kado Pemilu untuk Warga Tionghoa

28 Juni 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KINI, WNI keturunan Ti-onghoa tak lagi memerlukan surat bukti kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) untuk mengurus administrasi kependudukan. Surat itu dinyatakan tak berlaku lagi. Kamis pekan lalu, jaminan itu disampaikan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno saat bertemu ratusan warga keturunan Tionghoa di kantornya. "Jika masih ada yang mempersulit, itu bukan kebijakan pemerintah. Atas nama pemerintah yang bertanggung jawab dalam pembinaan aparatur negara, saya mohon maaf atas tindakan itu," ujarnya.

Selama ini, untuk berbagai urusan administrasi kependudukan, dari KTP, paspor, masuk sekolah, hingga rekening bank, WNI keturunan Tionghoa harus menunjukkan SBKRI. Bahkan Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti, pasangan pebulu-tangkis Indonesia yang membawa obor pada Olimpiade Athena, Yunani, masih mengalaminya. Aturan ini sebenarnya sudah dicabut dua tahun lalu, tapi diabaikan aparat terkait.

Apakah pencabutan SBKRI demi suksesnya calon presiden yang kini berkuasa untuk memenangi pemilu presiden, 5 Juli ini? "Tak ada hubungannya dengan pemilu," Hari membantah.

Ciputra, yang pengusaha keturunan, tak terlalu peduli apakah pencabutan SBKRI terkait dengan pemenangan pemilu seorang kandidat presiden. "Bagi saya, yang penting SBKRI dihapus," ujarnya.

Puspom TNI Divalidasi

PADA usia ke-58 tahun, Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI bersalin rupa. Lembaga yang sebelumnya membawahkan TNI Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), Angkatan Udara (AU), dan Kepolisian itu kini divalidasi. Lembaga ini hanya akan mengurusi warga AD, dan nama resminya menjadi Polisi Militer Angkatan Darat (Pomad). "Validasi itu bagian dari restrukturisasi TNI," kata Komandan Pusat Polisi Militer, Mayjen Sulaiman A.B., di kantornya, Rabu pekan lalu.

Sejak 1984, tugas pokok Puspom TNI menegakkan hukum di tiga angkatan di ABRI dan Kepolisian. Namun, sejak pemisahan TNI dan Polri, tugas Puspom menjadi tak relevan. Sebelumnya, TNI AU juga telah memvalidasi Dinas Provost AU menjadi Polisi Militer AU. Demikian juga Dinas Provost AL divalidasi menjadi Polisi Militer AL. Selanjutnya, menurut Sulaiman, TNI akan membentuk staf khusus polisi militer di lingkungan Markas Besar TNI Cilangkap. Perwira khusus POM berbintang tiga yang memimpinnya akan menangani penyidikan tindak pidana lintas angkatan.

10 Tahun Pembredelan

PERINGATAN 10 tahun pembredelan Majalah Editor, TEMPO dan Tabloid Detik diselenggarakan sederhana di Kedai Tempo, Jalan Utan Kayu, Jakarta Pusat, Senin malam pekan lalu. Direktur Imparsial Munir, aktivis buruh Dita Indah Sari, serta mantan Pemimpin Redaksi majalah ini, Goenawan Mohamad, tampak di antara seratusan tamu—dan berorasi.

Kemerdekaan pers dan hak asasi manusia, kata Goenawan, harus terus-menerus diperjuangkan. "Yang diperingati bukan pembredelannya, tetapi perlawanan terhadap pembredelan itu," ujarnya.

Munir mengakui, perjuangan memelihara kebebasan masyarakat sipil jauh lebih sukar ketimbang merebut kebebasan itu sendiri.

Dita prihatin akan sifat cepat lupa bangsa ini. Kekejaman akibat militerisme yang dilawan enam tahun lalu dengan mudah dilupakan, terbukti tiadanya penentangan masyarakat saat darurat militer diberlakukan di Aceh. Saat darurat militer disahkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan Menteri Susilo Bambang Yudhoyono, sangat sedikit masyarakat bereaksi.

Kivlan Laporkan Wiranto

EPISODE perseteruan Kivlan-Wiranto memasuki babak baru. Jumat pekan lalu, Kivlan mengadukan Wiranto ke Polda Metro Jaya, dengan tuduhan telah mencemarkan nama baiknya.

Menurut mantan Kepala Staf Kostrad tersebut, tudingan pencemaran nama baik itu terkait sebuah wawancara dengan Jenderal (Purn.) Wiranto yang dimuat majalah Gatra edisi 30, 12 Juni lalu. Dalam tulisan ini, Kivlan menilai Wiranto telah menyerang pribadinya dengan mengatakan dirinya (Wiranto) mengasihani istri Kivlan yang menurut dia tengah dilanda banyak masalah bisnis.

Pemberitaan itu, kata Kivlan, telah membuat bisnis batu baranya merugi sekitar Rp 180 miliar.

Pihak Wiranto tampaknya masih sibuk berkampanye menghadapi pemilu presiden, pekan depan. Mereka belum merespons.

Gus Dur Kritik Petinggi PKB

KETUA Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, tak cuma gencar menyerang Hasyim Muzadi, yang dianggap mempolitisasi Nahdlatul Ulama. Ia juga gusar atas sikap tiga sekondannya: Alwi Shihab, A.S. Hikam, Arifin Djunaedi, yang lebih mengembangkan kepentingan pribadinya ketimbang memperjuangkan partai.

Tudingan lewat artikel "Mengayuh Antara Dua Karang" itu dimuat di harian Duta Masyarakat dan Koran Tempo, edisi 15 dan 19 Juni. Mereka dianggap abai menangani masalah internal Partai, serta "terbawa" permainan orang dan "lupa" memperjuangkan kepentingan PKB saat berada di kandang lawan. "Solidaritas terhadap pasangan yang diajukan PKB sendiri, yang ditolak sebagai calon presiden oleh Komisi Pemilihan Umum, sedikit pun tidak pernah ditunjukkan," tulis Gus Dur.

Alwi tegas menampik tuduhan sohibnya sejak 30 tahun lalu itu. Atas nasihat kiai Langitan, Abullah Faqih, dia pun menemui Gus Dur di kantor PKB, Senin pekan lalu. Ternyata pangkal kegusaran Gus, kata Alwi, dirinya dianggap telah mendahului keputusan KPU. Ketika komisi ini belum resmi menolak pencalonan Gus Dur sebagai calon presiden PKB, Alwi telah menyatakan mendukung Wiranto. Ditegaskannya, semua upaya memperjuangkan Gus Dur telah ditempuh, termasuk menggugat lewat PTUN. Hal-hal menyangkut koalisi dengan Partai Golkar pun dilaporkan semua ke Gus. "Saya tak mau persahabatan berakhir tragis begini," ucapnya.

OPM Dalang Penyerangan di Timika

Setelah 21 bulan dirundung curiga, akhirnya misteri kasus penyerangan di Mile 62-63 Timika, 31 Agustus 2002 lalu, pun terkuak. Dari hasil penyelidikan Federal Bureau of Investigation (FBI) Amerika Serikat, ternyata Organisasi Papua Merdeka (OPM) berada di balik penyerangan itu.

Jumat lalu, Duta Besar Amerika Serikat Ralph Boyce mengantarkan tim FBI untuk bertemu Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto di Markas Besar TNI, Cilangkap. Menurut Endriartono, penyerangan dilakukan oleh Antonius Wamang, anggota Tentara Papua Nasional pimpinan Kelly Kwalik. "FBI mendapat pengakuan anggota kelompok Kelly Kwalik, termasuk bukti surat perintah penyerangan itu," ujarnya.

Di Mabes Polri, Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Inspektur Jenderal Dadang Garnida, pun mengatakan bahwa, selain Antonius Wamang, masih ada 14 orang eksekutor penembakan yang diduga masih berada di Indonesia. "Mereka menjadi target tim Polri dan FBI," ujarnya.

Dalam penyerangan itu, tiga karyawan PT Freeport Indonesia tewas dan 12 orang terluka. Mereka yang tewas adalah dua warga negara Amerika Serikat, yakni Ted Burcon dan Rickey Spear. Sedangkan seorang lainnya warga negara Indonesia bernama F.X. Bambang Riwanto.

Dengan terungkapnya kasus ini, TNI kini menuntut Elsham Papua, yang dianggap telah memanfaatkan pengakuan palsu saksi Dicky Murib untuk menyudutkan TNI.

Gunawan Santosa Dihukum Mati

KAMIS yang gelap bagi Gunawan Santosa. Kamis pekan lalu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis mati dirinya. Ia dinyatakan terbukti bersalah merencanakan pembunuhan Direktur PT Asaba, Boedyharto Angsono, dan pengawalnya, anggota Kopassus Serka Siyep, di halaman GOR Pluit, Jakarta Utara, 19 Juli 2003. Dua anggota Marinir, Kopda Suud Rusli dan Letda Sam Ahmad Sanusi, ditugasi membunuh Boedyharto, yang juga mertua Gunawan.

Menurut ketua majelis hakim, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP junto Pasal 55 (1), yakni melakukan tindak pidana dan membujuk orang lain supaya melakukan pembunuhan berencana. Hukuman berat itu, kata majelis, juga karena Gunawan tak mengakui perbuatannya, berbelit-belit, dan memperalat aparat negara untuk melakukan tindak pidana. Sebelumnya, terdakwa tiga kali dihukum dalam kasus pembunuhan Direktur Keuangan PT Asaba, Paulus Tejakusuma, dan kepemilikan senjata api tanpa izin. Ia juga dua kali melarikan diri dari penjara. Vonis ini setara dengan tuntutan Jaksa Penuntut Andi Herman.

Gunawan tertunduk lesu. "Saya minta banding, Pak Hakim," ujarnya. Gunawan alias Acin alias Indra Amapta alias Andrew Martin alias Dustin Bakrie sempat memprotes saat digelandang petugas ke luar ruangan. "Hakimnya enggak bener, tuh," tuturnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus