Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Karena Tak Ingin Menjadi Fosil

7 Maret 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO 40 tahun—dan ini pasti bukan semata-mata takdir. Sekitar tiga puluh wartawan dan seniman muda pada 1971 rasanya tidak sekadar mengikuti garis nasib ketika mulai bekerja di majalah Tempo di gedung tua 10 x 30 meter bekas Apotek Ban An. Mereka memilih, meskipun pilihan itu jauh dari kesan heroik.

Mulanya barangkali hanya tempat mencari kerja atau menulis novel, cerita pendek, drama, esai, puisi, atau merampungkan skripsi kesarjanaan. Kesamaan tujuan agaknya hanya pada satu hal: setiap pekan mesti menyumbang naskah untuk diterbitkan dalam satu jilid majalah.

Dari kantor yang lantainya bergoyang ketika ada yang menaiki tangga—tempat wartawan suka berteriak memesan makanan, kopi, atau rokok—mereka memulai satu tradisi jurnalistik yang hidup sampai sekarang: lugas dalam menyampaikan gagasan dan pendapat.

Pada 2011 ini keadaan kantor kami sedikit lebih baik. Lantai rumah toko atawa ruko yang ditempati majalah Tempo dan Koran Tempo—di Jalan Proklamasi 72 dan Kebayoran Centre—tidak bergoyang ketika tangganya dinaiki, kendati bocor masih di sana-sini. Kemewahan berkantor di Kuningan, ”segitiga emas” Jakarta, seperti era sebelum pembredelan 1994 memang bukan milik kami lagi. Pembredelan oleh Orde Baru merampas semuanya, hak hidup sekaligus kemampuan finansial kami.

Maka, ketika sebagian awak majalah memilih hidup kembali ketimbang menjadi sejarah pada Oktober 1998, itu artinya menyadari bahwa kerja mesti diawali lagi dari titik paling bawah. Segalanya menjadi lebih berat. Begitu banyak orang turun ke jalan memprotes pembredelan, begitu banyak orang yang merasa kehilangan, menunjukkan Tempo sudah menjadi milik umum.

Media ini juga telanjur ditabalkan sebagai semacam simbol perlawanan, sehingga ekspektasi pembaca sangat tinggi ketika ia hidup kembali. Tak semua awak redaksi bisa bergabung kembali. Beruntung kawan-kawan yang datang setelah era bredel dengan cepat menambal kekurangan ini. Mereka begitu lekas melebur.

Dalam zaman yang lebih bebas, keberanian menuliskan fakta dan pendapat bukan lagi daya tarik bagi pembaca. Semua media melakukannya. Maka mengembangkan jurnalisme yang mengandalkan argumen kuat, data tepercaya, dan kejelasan merupakan keharusan pascapembredelan. Jurnalisme argumentatif mengharuskan wartawan lebih banyak belajar dan lebih keras menggali bahan yang tidak tampak di permukaan.

Keterampilan meramu data dan fakta menjadi berita yang meyakinkan merupakan keharusan. Wartawan sekarang lebih dituntut menjadi pengklarifikasi informasi ketimbang penulis berita bergaya orator jalanan.

Rubrik Investigasi di Tempo dan Selusur di Koran Tempo, yang hadir setelah pembredelan, merupakan hasil kerja menggali bahan yang tak tampak di permukaan, atau sengaja disembunyikan pelakunya. Di era yang disebut reformasi ini, tak dinyana tugas mela­yani hak informasi masyarakat terasa semakin pelik.

Perubahan politik sejak 1998 ini belum tuntas. Pertarungan barisan pembaru dan pendukung status quo masih berlangsung. Dampaknya kelihatan di semua bidang. Kongkalikong pengusaha dan penguasa—satu ”warisan” penting Orde Baru—masih terus dipraktekkan, misalnya dalam soal pajak. Korupsi merajalela. Kekuatan uang sering kali membuat penegakan hukum berpihak kepada yang mampu membayar. Kepemimpinan negeri yang kurang kukuh melahirkan banyak komplikasi: pemaksaan kehendak sekelompok orang, keberanian melawan aturan, dan pelanggaran tanpa tindakan setimpal.

Beruntung pers masih sanggup mempertahankan kebebasan—walau sejumlah peraturan dan undang-undang bersemangat membatasinya. Suka atau tak suka, wartawan tak hanya harus melaporkan apa yang terjadi, tapi juga membantu publik memilah-milah informasi yang sahih dan yang isapan jempol. Mengungkap yang sengaja disembunyikan bukan tanpa risiko. Tugas ini perlu dijalani bukan untuk menjadi yang paling benar, melainkan merupakan alasan mutlak mengapa media hadir di tengah publiknya.

Usaha melakukan investigasi itu tak pernah mudah. Kalaupun informasi yang tersembunyi dapat diungkapkan, biasanya ada ekses lain: gugatan hukum. Tak ada yang suka kegiatan ”kerang-keroh”-nya dibuka. Maka tugas pemimpin redaksi, terutama di Tempo, belakangan ini bertambah: menjalani pemeriksaan polisi—yang melayani si penggugat. Para pemimpin redaksi di Tempo—sekarang ada empat pemimpin redaksi—suka berseloroh: dalam komponen gajinya, selain ada tunjangan pemeriksaan kesehatan, ada tunjangan ”pemeriksaan” polisi.

Tak ada jalan lain melayani gugatan ini selain memperkuat penggalian bahan berita di lapangan, check dan recheck, menjaga keseimbangan berita, serta berpegang pada kode etik. Sampai sekarang resep ini manjur untuk menjelaskan pengaduan sumber berita melalui Dewan Pers, juga menjawab gugatan lewat polisi. Itu juga cara kami menghadapi gugatan yang melaju ke pengadilan.

Ada ancaman lain, sekaligus peluang besar, di zaman Internet ini: kemajuan teknologi informasi. Media yang tak mempedulikan tren dunia digital mesti bersiap-siap menjadi fosil atau sejenis satwa langka yang menanti punah. Orang tak lagi hanya membaca berita di media cetak, lewat siaran televisi dan radio, tapi lewat komputer personal dan perangkat yang bisa dibawa ”bergerak”, seperti BlackBerry, iPhone, iPad, PlayBook, serta berbagai tablet digital.

Media cetak tiba-tiba terasa kuno dan mulai ditinggalkan pembaca di negara-negara maju. Tren itu juga mulai terasa di sini. Anak-anak muda yang gandrung telepon seluler dan gadget lainnya semakin jarang menyentuh koran atau majalah. Mereka mengakses informasi lewat perangkat digital yang hampir selalu melekat di tangan mereka. Artinya, informasi tetap dibutuhkan, hanya medium yang mengantarnya berbeda, dan tugas menyiapkan berita tetap perlu dijalankan.

Bahkan muatan berita—di samping hiburan—tetap menjadi bagian penting dalam setiap platform itu. Hanya berita tak lagi semata disampaikan lewat platform cetak, tapi mesti ”dicetak” dalam beberapa format, yang nantinya disebarluaskan melalui masing-masing saluran yang membutuhkan ”kemasan” khusus itu.

Kami membentuk tim yang khusus mengerjakan urusan digital ini. Tim itu menyumbangkan kado istimewa di usia 40 tahun: majalah Tempo dan Tempo English Edition sudah tampil di iPad—bisa diunduh lewat aplikasi Scoop di ”toko” khusus aplikasi iPad, yakni ­iTunes. Koran Tempo dan media lain di grup kami segera menyusul.

Sesungguhnya kami sudah lama menyadari pentingnya penyebaran informasi melalui media digital ini. Ketika majalah dibredel, terasa betul pentingnya Internet sebagai sarana penyebaran informasi. Maka kami membangun Tempo Interaktif—www.tempointeraktif.com—pada 6 Maret 1996. Sekarang, dengan meng-online-kan sekitar 450 berita setiap hari, Tempo Interaktif semakin tahun semakin menjadi tujuan pencari berita.

Kemampuan mengintegrasikan semua platform—cetak, online, audio, dan video—diyakini akan menentukan masa depan sebuah media. Integrasi itu akan mendatangkan efisiensi. Era konvergensi tak bisa dielakkan jika media tetap ingin eksis. Kami percaya itu dan tak punya pilihan selain menyiapkan diri.

Tahun ini kami merombak ­newsroom dan mulai mencoba mengintegrasikan beberapa kompartemen. Kompartemen Ekonomi di Tempo dan Koran Tempo, yang selama ini bekerja hanya untuk ”induk semang” masing-masing, barangkali akan disatukan dalam satu lokasi kerja.

Tahun depan, kami berharap kantor baru kami berdiri. Dengan begitu, kami tak perlu bekerja terpisah-pisah di tiga lokasi di Jakarta seperti saat ini. Ketika itu konsep newsroom tersebut diperkirakan sudah matang dan siap dijalankan. Percetakan Temprint juga sedang meremajakan semua mesin-mesinnya. Tapi betapa mencemaskan bicara perubahan dan kantor baru ini bila mengingat kejadian pahit pada 1994 itu: Tempo ditutup justru ketika kantor baru disiapkan.

Masa lalu perlu dikenang, tapi tak lantas tersandera dengan terus-menerus meratapinya. Sedikit-banyak pilihan kami untuk terbit kembali ternyata tak salah. Di antara semua perbaikan itu, di tahun ke-40 media ini, bila Anda merasa jurnalisme kami tetap pada ”garis” yang diawali di kantor dengan lantai bergoyang di Senen Raya 83, itu sudah merupakan kado terbaik bagi kami.


TIM KECAP DAPUR

Penanggung Jawab Produksi: Hermien Y. Kleden

Kepala Proyek: Budi Setyarso, Yos Rizal Suriaji

Penulis: Toriq Hadad, Hermien Y. Kleden, Budi Setyarso, Wahyu Dhyatmika, Stefanus Pramono, Bagja Hidayat, Yostinus Tomi Aryanto, Yosep Suprayogi, Muchamad Nafi, Arif Zulkifli, Qaris Tajudin, Anton Septian, Fajar Wahyu Hermawan, Sunudyantoro, Philipus Parera, Andari Karina Anom, Ijar Karim, Ahmad Taufik, Kurniawan, Retno Sulistyowati, Ignatius Yophiandi Kurniawan, Dwidjo U. Maksum, Uu Suhardi, Setri Yasra, Yandi M. Rofiyandi, Poernomo Gonta Ridho, Anne L. Handayani, Nunuy Nurhayati, Purwani Diyah Prabandari, Padjar Iswara

Penyunting: Toriq Hadad, Amarzan Loebis, Leila S. Chudori, Wahyu Muryadi, Gendur Sudarsono, Mardiyah Chamim, Nugroho Dewanto, Idrus F. Shahab, Arif Zulkifli, M. Taufiqurohman, L.R. Baskoro, Bina Bektiati, Yos Rizal Suriaji, Purwanto Setiadi, Seno Joko Suyono, Sri Malela Mahargasarie, Daru Priyambodo, Padjar Iswara, Hermien Y. Kleden

Riset Naskah: Priatna (Kepala), Dina Andriani, Driyandono, Soleh, Dani Muhadiansah

Riset Foto: Aryus P. Soekarno (Kepala), Bismo Agung

Editor Bahasa: Uu Suhardi (Kepala), Sapto Nugroho, Dewi Kartika Teguh

Desain: Eko Punto Pambudi (Kepala), Ehwan Kurniawan, Aji Yuliarto, Ki Agoos Auliansyah, Hendy Prakasa, Bonita Kaulitz, Agus Darmawan Setiadi, Tri Watno Widodo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus