Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Kebocoran Dokumen Rahasia: Menguji Sistem Pengamanan Data AS

Sebuah laporan pemerintah pada 2017 menemukan bahwa lebih dari 1,2 juta pegawai pemerintah memiliki akses ke dokumen rahasia dan "sangat rahasia".

18 April 2023 | 10.27 WIB

Chelsea Manning, Edward Snowden, Reality Winner dan Jack Teixeira. REUTERS, Facebook
Perbesar
Chelsea Manning, Edward Snowden, Reality Winner dan Jack Teixeira. REUTERS, Facebook

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Senator Demokrat, Kirsten Gillibrand, dari New York, Minggu, 16 April 2023, mengatakan, ia memiliki “banyak pertanyaan” untuk pemerintahan Presiden Joe Biden tentang lingkungan di sekitar kebocoran dokumen-dokumen Pentagon yang sangat rahasia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Saya punya banyak pertanyaan tentang: Mengapa dokumen-dokumen ini tergeletak begitu saja? Mengapa orang ini memiliki akses? Di mana pengamanan dokumen-dokumen itu dan untuk siapa?” kata Gillibrand dalam sebuah wawancara dengan Jake Tapper dari CNN di “State of the Union.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintahan Biden menghabiskan sebagian besar minggu lalu berusaha keras memperbaiki kerusakan Jack Teixeira, seorang pilot di Garda Nasional Udara Massachusetts yang memegang izin keamanan sangat rahasia, mengepos dokumen secara online yang mengungkapkan detail tentang penilaian intelijen AS atas perang di Ukraina, serta sejauh mana AS menguping sekutu-sekutu utama.

Pertanyaan Senator Gillibrand tentu menjadi pertanyaan banyak orang. Negara sebesar dan sehebat Amerika Serikat bisa kebocoran dokumen rahasia yang seharusnya dijaga rapat-rapat. Dan ini bukan yang pertama. Kebocoran ini setidaknya sejak 2010 sudah terjadi empat kali oleh Chelsea Manning, Edward Snowden, Reality Winner, dan yang terakhir Jack Teixeira.

Yang mencengangkan, keempat nama ini bukan berposisi penting dalam badan-badan intelijen di sana. Mereka adalah orang-orang yang bekerja di posisi yang relatif rendah dan hampir tak diperhatikan siapa pun tetapi menikmati akses istimewa ke dokumen-dokumen rahasia.

Para Pembocor dan Motif Mereka

Chelsea Manning adalah seorang analis intelijen Angkatan Darat berusia 23 tahun pada 2010 ketika dia mencuri dan membocorkan lebih dari 700.000 dokumen rahasia, termasuk laporan medan perang tentang Irak dan Afghanistan serta kabel Departemen Luar Negeri. Manning, yang mengatakan dia memberikan dokumen ke Wikileaks sebagai bentuk protes, dinyatakan bersalah, dijatuhi hukuman 35 tahun penjara, sempat mendekam selama empat tahun sebelum diampuni oleh Presiden Barack Obama.

Pada 2013, Edward Snowden, 29 tahun, kontraktor intelijen Badan Keamanan Nasional di Hawaii, membocorkan banyak sekali dokumen rahasia yang mengungkapkan rincian tentang program pengumpulan dan pengawasan intelijen AS yang sangat rahasia. Snowden, yang didakwa berdasarkan Undang-Undang Spionase, tidak pernah menjalani sidang karena melarikan diri ke Rusia, tempat ia tinggal hari ini sebagai buronan dari peradilan AS. Menurut pengakuannya, dia membocorkan dokumen untuk memprotes kebijakan dalam negeri dan luar negeri AS.

Pada 2017, Reality Leigh Winner yang berusia 25 tahun, seorang ahli bahasa untuk kontraktor intelijen NSA di Georgia, ditangkap dan didakwa memberikan laporan rahasia pemerintah AS kepada organisasi media tentang upaya peretasan Rusia yang menargetkan informasi pendaftaran pemilih AS. Dia menjalani sekitar tiga tahun dari hukuman penjara lima tahun dan dibebaskan pada Juni 2021. Tindakannya menjelaskan seberapa jauh intelijen Rusia menyusup ke perusahaan perangkat lunak pemungutan suara AS. Informasi itu, yang diremehkan oleh pemerintahan Trump, membuktikan bahwa inti demokrasi Amerika mudah terancam oleh agen asing.

Dan kemudian muncul Jack Teixeira, seorang pemuda berusia 21 tahun. Menurut catatan militer, Teixeira bergabung dengan Garda Nasional pada 2019 dan bekerja di Pangkalan Garda Nasional Udara Otis. Nama pekerjaannya: pekerja harian sistem transportasi dunia maya.

Selama dekade terakhir, Edward Snowden, Chelsea Manning, dan Reality Winner adalah contoh menonjol pegawai dan kontraktor pemerintah AS yang bermotivasi ideologis yang secara ilegal mengambil dokumen rahasia dan mempublikasikannya dalam upaya untuk mengubah kebijakan atau praktik AS. Dalam kasus Snowden, misalnya, ia memprotes tindakan pengawasan AS terhadap rakyatnya yang ia anggap sebagai pelanggaran berat terhadap hak konstitusional.

Tetapi, Teixeira tidak membuat klaim seperti para pendahulunya. Setidaknya itu menurut teman-teman yang menghabiskan waktu bersamanya di ruang obrolan di Discord. Teixeira memang kerap mengkritik beberapa kebijakan AS, tetapi tindakan pembocorannya diduga bukan didorong oleh ideologi maupun aktivitas politik, melainkan hasrat untuk membuktikan diri pada teman-teman onlinenya.

Akses yang Terlalu Mudah

Sebuah laporan pemerintah pada 2017 menemukan bahwa lebih dari 1,2 juta pegawai pemerintah memiliki akses ke materi-materi yang tergolong “sangat rahasia”, seperti halnya banyak dokumen yang bocor.

“Jelas, terlalu banyak orang yang memiliki akses ke terlalu banyak informasi rahasia yang sangat rahasia,” kata Evelyn Farkas, seorang pejabat Departemen Pertahanan di bawah pemerintahan Obama.

Setelah setiap kasus, pihak berwenang telah berjanji untuk menindak kebocoran. Itu termasuk kontrol yang lebih ketat atas siapa yang memiliki akses ke intelijen, dan apa yang dapat diunduh atau dicetak oleh beberapa orang dari komputer pemerintah tertentu.

Namun, janji itu tampaknya belum pernah bisa terwujud. Dalam kasus terbaru, dokumen yang dipermasalahkan – beberapa di antaranya diposting di Twitter – tampak seperti fotokopi dokumen cetak.

Secara berkala, pihak berwenang juga meningkatkan program "Ancaman Orang Dalam" di agensi masing-masing yang dirancang untuk menangkap karyawan yang tidak puas yang mungkin ingin mencuri informasi dan menggunakannya untuk keuntungan finansial atau politik.

Satu masalah adalah Kantor Direktur Intelijen Nasional, yang mengawasi 18 badan intelijen AS, memiliki sedikit kemampuan untuk membatasi pembagian informasi antara atau di dalam badan. Faktanya, tugasnya adalah untuk mempromosikan penghubung semacam itu.

Mengingat tambal sulam unit militer dan intelijen besar dan kecil, tidak mungkin mengambil pendekatan 'satu ukuran cocok untuk semua' untuk masalah ini, kata Gavin Wilde, mantan pejabat keamanan informasi senior di NSA dan Dewan Keamanan Nasional di Gedung Putih kepada USA TODAY.

Akibatnya, upaya untuk benar-benar menghentikan pencurian informasi rahasia di sumbernya, termasuk meneliti siapa yang sebenarnya mengunduh dokumen elektronik atau mencetaknya, hanya dilakukan secara bertahap dan tidak dalam skala massal, kata Wilde.

Pengamat Pertahanan dari dalam negeri, Beni Sukadis, menyebut faktor manusia sebagai penyebab utama kebocoran dokumen rahasia.

“Kebocoran dari orang dalam hal yang sering terjadi,” kata Beni saat dihubungi Tempo pada Senin, 17 April 2023.

Karena persoalan yang paling banyak disorot adalah pengelolaan data dan sistem security clearance, Beni setuju bahwa perlu adanya evaluasi mekanisme pengelolaan dan penyimpanan data. Beni sendiri melihat dampak politik jangka pendek kebocoran data ini berpengaruh pada hubungan antara negara yang kurang harmonis. Tapi tidak ada dampak serius dalam jangka panjangnya.

Berawal dari Teror 9/11

Akses yang lebih luas ke dokumen-dokumen rahasia adalah warisan dari serangan teror 9/11, kata pensiunan Kolonel Angkatan Darat AS Mark Cancian dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional.

“Salah satu kritik dari komunitas intelijen sebelum 9/11 adalah bahwa mereka terlalu 'menyiapkan' dan tidak berbagi informasi yang cukup,” katanya. “Akibatnya, agensi tidak memiliki gambaran lengkap dan tidak dapat meramalkan apa yang akan terjadi.

“Itu diperkuat dalam perang (pasca-9/11) ketika ada dorongan untuk mendapatkan lebih banyak informasi ke tingkat yang lebih rendah karena kontra-pemberontakan pada dasarnya merupakan aktivitas unit kecil. Sisi negatifnya, tentu saja, semakin banyak orang mendapatkan akses, risiko kompromi meningkat.”

Namun, analis lain percaya kasus tersebut merupakan kegagalan yang lebih serius yang seharusnya menghasilkan perubahan pada praktik kelembagaan.

“Birokrasi intelijen Amerika membengkak dengan terlalu banyak orang dan terlalu banyak informasi yang mengalir deras,” kata analis keamanan Inggris Edward Lucas. “Sistem izin keamanan di Amerika benar-benar rusak… dan ini menyoroti perlunya pemikiran ulang yang radikal.

CNN | USA TODAY | THE WASHINGTON POST | I NEWSPAPER

Daniel Ahmad Fajri

Bergabung dengan Tempo pada 2021. Kini reporter di kanal Nasional untuk meliput politik dan kebijakan pemerintah. Bertugas di Istana Kepresidenan pada 2023-2024. Meminati isu hubungan internasional, gaya hidup, dan musik. Anggota Aliansi Jurnalis Independen.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus