Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Kemiskinan Ekstrem Masih Ada di Jakarta, Heru Budi Ungkap Kendala Pengentasannya

Kemiskinan ekstrem seharunsya sudah tidak ada di Jakarta karena jumlah bantuan yang besar dari pemerintah

4 Februari 2023 | 15.09 WIB

Potrait kehidupan di kp. Dao, Pademangan, Jakarta Utara, Kamis, 10 Maret 2022. Dengan adanya Tim Kordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) wakil gubernur DKI Ahmad Riza Patria berharap dapat menurunkan tingkat kemiskinan di jakarta secara efektif. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Perbesar
Potrait kehidupan di kp. Dao, Pademangan, Jakarta Utara, Kamis, 10 Maret 2022. Dengan adanya Tim Kordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) wakil gubernur DKI Ahmad Riza Patria berharap dapat menurunkan tingkat kemiskinan di jakarta secara efektif. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan pemerintah provinsi sudah menetapkan Program Intervensi Kemiskinan Terpadu dalam percepatan penanganan kemiskinan ekstrem di wilayah Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Hal ini disampaikan Heru Budi Hartono saat menghadiri acara Guyub Ketua Rukun Warga (RW) se-Jakarta Barat di Grand Ballroom Hao Di Fang, Gedung Season City, Tambora, Jakarta Barat pada Sabtu, 4 Februari 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu program tersebut adalah dengan memberikan bantuan atau layanan sosial kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Dengan adanya program tersebut, sejatinya dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk Jakarta.

Hanya saja, menurut Heru Budi, pengentasan kemiskinan ekstrem di Jakarta terkendala sejumlah hal, satu di antaranya adalah adanya pertambahan pendatang baru ke Ibu Kota. Untuk itu, Heru Budi meminta Camat dan Lurah bersama dengan RT dan RW membantu penanganan pendatang baru tersebut.

“Ini Camat dan Lurah perlu dibantu oleh RT dan RW dalam menangani pendatang baru," kata Heru Budi dikutip Tempo dari keterangan tertulis, Sabtu, 4 Februari 2023.

Heru Budi meminta seluruh pihak dapat bersinergi, termasuk antarpengurus RT/RW dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), sebagai upaya menurunkan angka kemiskinan ekstrem dan stunting di DKI Jakarta.

"Kita perlu bersinergi dan koordinasi antara RT, RW, Pemprov DKI Jakarta, Polri dan TNI. Sesuai arahan Presiden kepada Pemerintah Daerah untuk menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem menjadi 0 persen dan tingkat stunting berada di bawah 14 persen pada tahun 2024. Sinergi dibutuhkan dalam upaya menjadikan Jakarta sebagai percontohan untuk penurunan angka kemiskinan ekstrem dan stunting," ucap dia.

Selanjutnya: Kemiskinan ekstrem di Jakarta harusnya sudah tidak ada

Kemiskinan Ekstrem di Jakarta Harusnya Sudah Tidak Ada

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta mencatat angka kemiskinan ekstrem di Jakarta mencapai 95.668 jiwa per Maret 2022. Jumlah ini mengalami kenaikan 0,6 persen menjadi 0,89 persen. 

Menanggapi hal ini, Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Tavip Agus Rayanto mengatakan seharusnya sudah tidak ada kemiskinan ekstrem di Jakarta mengingat jumlah bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah.

"Dari jumlah bantuan yang ada, logikanya harusnya sudah tidak ada penduduk miskin ekstrem jika tidak ada pertambahan penduduk baru lagi. Karena sebetulnya orang-orang yang ada di DKI sudah diintervensi dengan berbagai skema (bantuan) yang ada. Inilah justru sedang dicari akar persoalannya," kata Tavip usai Rapat Terbatas di Balai Kota, Senin, 30 Januari 2023.

Hal senada juga disampaikan Kepala Bagian Umum BPS DKI Jakarta Suryana. 

"Posisi kemiskinan ekstrem di Jakarta 2022 mencapai 0,89 persen. Pj Gubernur menyampaikan fenomena-fenomena di DKI Jakarta yang pada prinsipnya, jika warga DKI telah menerima seluruh treatment pengentasan kemiskinan seharusnya miskin ekstrem di DKI sudah tidak ada," kata Suryana.

Namun, faktanya BPS masih menemukan sampel-sampel keluarga miskin ekstrem.

Perlu diketahui bahwa terdapat perbedaan antara kemiskinan secara umum dan kemiskinan ekstrem. 

Untuk kemiskinan umum, penghitungannya dilakukan menggunakan garis batas yang disebut garis kemiskinan. Sementara garis kemiskinan ekstrem itu angkanya lebih rendah (dari garis kemiskinan umum) lagi di angka setara US$1,9 (Purchasing Power Parity) atau keseimbangan kemampuan berbelanja.

Untuk kriteria kemiskinan ekstrem sendiri, menurut Suryana adalah jika warga memiliki pengeluaran kurang dari US$ 1,9 dolar atau sekitar Rp11.633 per hari atau kurang dari Rp350 ribu per bulan.

"Orang akan terkategori sebagai penduduk miskin ekstrem kalau pengeluaran per kapita per hari di bawah Rp11.633, atau secara akumulasi rumah tangga di bawah Rp350 ribu per kapita per bulan," kata Suryana.

Lebih lanjut, ia memaparkan karakteristik dari penduduk kemiskinan ekstrem itu sendiri. "Misalnya rata-rata kepala rumah tangganya berusia 45,5 tahun, lulusan SMA. Kemudian ada juga lansia, balita," ujarnya. Selain itu, kondisi tempat tinggalnya juga belum layak dengan kondisi luas lahan per kapita di bawah 8 meter persegi.

AMI HEPPY SETYOWATI

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus