ADA lagi kisah salah langkah sepasang anak manusia. Kali ini dari Desa Madugondo, Kabupaten Sukohardjo, Jawa Tengah. Ambar, bukan nama sebenarnya, 25 tahun, gadis manis berkulit bersih, bertetangga dengan Tarmo, juga bukan nama asli, 36 tahun. Saban hari bertemu mata, saat Ambar masih duduk di kelas II SMA, mulailah cinta itu ditata. Tarmo, yang sehari-hari guru bahasa Inggris sebuah SMA di sana, mengajaknya ke Solo dan Wonogiri. Mereka kencan di losmen. "Saya merelakan kegadisan saya karena dia janji mau mengawini saya. Malah dia pernah sumpah di makam ayahnya," tuturnya. Sampai suatu hari Ambar terlambat haid. Tarmo menyuruh Ambar minum pil agar urung hamil. Setelah hanyut dalam rayuan gombal, lambatlaun Ambar menyesal. Merasa berdosa, ia lalu bercerita kepada orang tuanya. Ribut. Ketua RT setempat turun tangan mendamaikan. Setelah kejadian itu Tarmo ke Jakarta. "Dia bilang mau cari kerja agar punya uang untuk ongkos kawin. Saya percaya dan setuju," cerita Ambar. Dan awal Juni lalu Tarmo mudik. Bukan membawa uang sekarung, melainkan cewek yang sudah jadi istrinya. Dari salah langkah, Ambar jadi salah tingkah. Campur aduk: sewot, bingung, patah hati, dendam, sampai akhirnya ia mengadukan Tarmo ke polisi awal Agustus barusan. Sementara itu, Tarmo sudah balik ke Jakarta. Kini Ambar membuka warung keperluan sehari-hari di rumahnya. Cuma, warung itu sering tutup. Sebab yang empunya sedang sibuk mengadukan nasibnya. Ia menyatakan ingin membawa urusannya ke pengadilan. "Mas Tarmo harus memberi ganti rugi Rp 5 juta. Itu untuk ongkos operasi plastik memulihkan kegadisan saya di Jakarta atau di Jepang," kata Ambar kepada Kastoyo Ramelan dari TEMPO. Kok tahu operasi plastik? "Saya lulusan SMA. Saya langganan koran. Ongkos operasinya saya baca Rp 5 juta," jawabnya bersemangat. Atau, mungkin, suntuk, hingga dia lupa menghitung tiket pesawat pulang pergi dan biaya lainnya di samping sekadar ongkos operasi. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini