Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kota Bekasi Antisipasi Permukaan Tanah Turun, Caranya?

Pemerintah Kota Bekasi mulai mengantisipasi menyusutnya cadangan air akibat pembangunan yang masif dan yang bisa memicu ancaman permukaan tanah turun.

31 Januari 2019 | 19.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Bekasi - Pemerintah Kota Bekasi mulai mengantisipasi menyusutnya cadangan air akibat pembangunan yang masif di wilayah setempat dan bisa makin memicu ancaman permukaan tanah turun.

Salah satu antisipasi berupa pembuatan sejuta sumur resapan atau drainase vertikal untuk menampung air hujan agar meresap ke dalam tanah.
Baca : UI: Permukaan Tanah di Jakarta Utara Ambles 11 Cm Per Tahun

"Sudah saatnya kelebihan air tidak dibuang ke laut," kata Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, Kota Bekasi, Arief Maulana, Kamis, 17 Januari 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arief mengatakan semakin menyusutnya air tanah mengancam penurunan muka tanah. Bahkan, di Jakarta setiap tahun mencapai 12 sentimeter. Menurut dia, di Kota Bekasi bisa jadi seperti di Jakarta mengingat pembangunan cukup masif seiring berkembangnya wilayah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arief mengatakan, instansinya menginisiasi menampung air hujan yang selama ini membanjiri permukiman warga. Sejauh ini, kata dia, air hujan dialirkan menuju saluran sekunder hingga saluran primer lalu dibuang ke laut. "Yang ditampung masih cukup sedikit melalui polder air," kata dia.

Arif mengatakan, pemerintah baru memiliki belasan polder air yang dibangun sejak lima tahun lalu. Sejumlah tempat penampungan air itu di antaranya Polder Pengasinan (Rawalumbu), Arenjaya (Bekasi Timur), Danita (Bekasi Timur), VIP (Bekasi Utara), Rawapasung (Medansatria), IKIP (Jatiasih), Nasio (Jatiasih), Galaxi (Bekasi Selatan), Bendung Koja (Jatiasih), Kalimati (Bekasi Timur), Kalibaru (Bekasi Barat).

"Kami juga akan membangun polder di Ciketing Udik (Bantargebang)," ujar Arief.

Menurut dia, pembangunan polder di Kota Bekasi terkendala keterbatasan lahan. Sebab, lahan yang dibutuhkan cukup luas, minimal 1000 meter. Sedangkan, pengadaan lahan membutuhkan dana yang besar, karena itu sejauh ini memanfaatkan lahan fasilitas sosial dan umum.

Untuk menunjang polder air, kata dia, pemerintah daerah segera menerapkan kebijakan drainase vertikal. "Tahap awal di lingkungan pemerintahan, kemudian area komersil, lalu merembet ke lingkungan sampai ke rumah-rumah," katanya.

Ia mengatakan, drainase vertikal atau sumur resapan yang direncanakan berdiameter mulai 15 sentimeter, dengan kedalaman mulai tiga meter. Drainase vertikal ini merujuk pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI Nomor 12 tahun 2014 tentang penyelenggaraan sistem drainase perkotaan. "Bisa diturunkan menjadi perwal," ujar dia.

Simak pula :
Prediksi Jakarta Tenggelam, Menteri PUPR Sepakat Pendapat Prabowo

Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah (IPW) pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bekasi, Erwin Gwinda mengatakan, sejauh ini pemerintah daerah belum melakukan penelitian terhadap penurunan permukaan tanah di Kota Bekasi. "Tapi menurut saya harus ada kajian juga soal ini," kata Erwin.

Alasannya, kata dia, letak geografis Kota Bekasi tak jauh dari laut dengan tingkat kemiringan mencapai 2 derajat atau cenderung datar, adapun titik terendah berada di wilayah Pondok Ungu Permai (PUP) Bekasi Utara yaitu 4 meter di atas permukaan laut.

Menurut dia, penelitian ini dibutuhkan sebagai langkah antisipasi penurunan permukaan tanah atau permukaan tanah turun akibat pembangunan yang masif. "Karena Kota Bekasi berpotensi seperti Jakarta," ujar dia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus