Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Laga Bersenjata Suku dan Agama

Djarot-Sihar versus Edy-Musa hampir seimbang di Sumatera Utara. Sama-sama menggunakan isu primordial.

23 Juni 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Laga Bersenjata Suku dan Agama

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI hadapan peserta diskusi bertema "Lebih Dekat dengan Mas Djarot" di Hotel Candi, Medan, Kamis tiga pekan lalu, Djarot Saiful Hidayat mengklaim sudah sah menjadi warga Medan. Calon Gubernur Sumatera Utara itu memperlihatkan kartu tanda penduduknya yang baru. Di KTP bertanggal 4 Juni 2018 itu, tempat tinggal Djarot beralamat di Jalan RA Kartini Nomor 6, Kelurahan Madras Hulu, Medan Polonia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua tim pemenangan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Pangihutan Hamonangan Sitorus (Djoss), Trimedya Panjaitan, mengatakan ada dua alasan yang melatari keputusan Djarot pindah domisili dari Jakarta: ingin menunjukkan kesungguhan dalam membangun Sumatera Utara dan hendak menepis isu tak enak. Djarot dituding datang ke Medan hanya untuk "mengantarkan" Sihar sebagai gubernur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bila terpilih, Djarot disebut lawan politiknya bakal mundur dari posisi gubernur dengan alasan masuk kabinet Joko Widodo periode berikutnya. Maka, kata Trimedya, Djarot pun memutuskan membuat KTP baru. "Keputusan pindah alamat ini atas inisiatif Djarot," ujar Trimedya, Kamis pekan lalu.

Menurut Trimedya, pindah domisili hanya bagian kecil dari taktik mereka memenangi pemilihan gubernur. Cara lain adalah mengerahkan kader partai pengusung, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan, sampai ke desa-desa. PDIP mewanti-wanti kadernya agar bersungguh-sungguh memenangkan jagoannya. Sebab, kerja mereka akan dipertimbangkan dalam penyusunan daftar calon legislator dari PDIP. "Mereka diberi target agar menang di daerah pemilihan masing-masing," tutur Trimedya.

Kader banteng yang tinggal di luar Sumatera Utara tapi memiliki jaringan di sana juga dimobilisasi. Misalnya Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Eriko Sotarduga. Beberapa pekan lalu, ia berkeliling ke sejumlah perkebunan untuk mempromosikan Djarot-Sihar. "Kebetulan saya punya beberapa kenalan di perkebunan," kata Eriko, Kamis pekan lalu.

Mesin lain adalah "relawan". Ada delapan organisasi pendukung Djarot-Sihar yang bahu-membahu dengan kelompok penyokong Joko Widodo, seperti Pro Jokowi (Projo) dan Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi. Menurut Trimedya, tim "relawan" bergerak tanpa berkoordinasi dengan tim partai.

Djarot-Sihar menyasar pemilih dari etnis Jawa dan Batak. Djarot memang bersuku Jawa dan Sihar berdarah Batak. Kedua suku ini merupakan pemilih terbesar di Sumatera Utara, yang mencapai 70 persen dari 9 juta orang di provinsi itu yang memiliki hak pilih.

Eriko Sotarduga mengatakan suara mereka akan dikail dengan mendekati organisasi paguyuban, seperti Putera Jawa Kelahiran Sumatera (Pujakesuma), Persatuan Pemuda Jawa (Pendawa), dan Persatuan Anak Transmigran Indonesia (Patri). "Kalau mereka bersatu memilih Djarot-Sihar, peluang menang makin besar," ujarnya.

Lawan Djarot-Sihar, Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah, tidak melihat asal suku rival mereka sebagai penghalang untuk menggaet pemilih dari etnis Jawa dan Batak. Wakil ketua tim pemenangan Edy-Musa (Eramas), Sugiat Santoso, mengatakan pasangan Edy-Musa justru memiliki banyak pendukung dari keturunan Jawa dan Batak. "Yang kami khawatirkan justru kampanye negatif terhadap Eramas," ujar Sugiat, Jumat pekan lalu.

Menurut Sugiat, Edy-Musa difitnah melancarkan politik uang berupa bagi-bagi kupon zakat Ramadan atas nama "Eramas". Kepada setiap pemilik kupon, dijanjikan uang tunai Rp 500 ribu-1 juta. Ada pula kupon zakat yang mengatasnamakan orang tua Musa, Anif Shah. Sugiat mengatakan kupon zakat itu dibagikan secara sembunyi-sembunyi di masjid-masjid oleh orang tak dikenal, bukan oleh tim Eramas.

Sugiat juga menyebutkan isu Edy mengalami stroke pada akhir Mei lalu diembuskan lawannya. Padahal bekas Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat itu sehat walafiat dan sedang menunaikan ibadah umrah di Mekah.

Kabar miring juga menerpa Musa Rajekshah, yang digosipkan menjadi tersangka suap kepada bekas Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Komisi Pemberantasan Korupsi. Pada April lalu, Musa memang diperiksa sebagai saksi dalam perkara tersebut.

Di sela kegiatan pembekalan antikorupsi yang digelar Komisi Pemilihan Umum pada akhir April lalu, Musa menjelaskan, pemeriksaannya di KPK tidak terkait dengan suap Gatot dan anggota DPRD. Pengusaha perkebunan dan otomotif ini mengatakan hanya ditanyai penyidik soal nota pinjaman uang pemerintah provinsi kepada perusahaannya.

Dalam "perang darat" berebut pemilih, Edy-Musa juga mengerahkan semua pengurus partai penyokong, yakni Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Golkar, Hanura, NasDem, dan Demokrat, serta pendukung dari luar partai. Sugiat mengatakan ada 180 kelompok pendukung Edy-Musa yang bergerak ke desa-desa. "Satu orang diharapkan merekrut 25-30 pemilih," ujarnya.

Di luar mereka, kata Sugiat, ada barisan ulama yang mendapat tugas mendekati pemilih muslim. Tapi Sugiat menyangkal kabar bahwa mereka memasang spanduk di sejumlah masjid yang berisi ajakan memilih pemimpin muslim. "Bukan dari tim kami yang memasangnya," ucapnya. Menyadari pentingnya tokoh agama, Edy-Musa juga mengandalkan pendeta dan biksu untuk mendekati umat.

Kubu Edy-Musa pun menyerukan agar masyarakat beramai-ramai menggelar salat subuh berjemaah pada hari pencoblosan. Dari masjid, mereka diminta datang berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara. Seruan ini tersebar secara berantai melalui pesan pendek dan percakapan di grup WhatsApp.

Sugiat mengatakan pesan tersebut bukan disebarkan oleh tim Edy-Musa, melainkan oleh masyarakat yang menghendaki pemilihan "berjalan jujur dan damai". Tapi ia mengakui bahwa timnya memang mengajak masyarakat menggunakan hak pilih. "Satu-satunya cara melawan kecurangan adalah mengajak masyarakat datang ke TPS," kata Sugiat.

Ketua tim kampanye Djarot-Sihar, Jumiran Abdi, menyebutkan kubunya tidak merisaukan kampanye lawannya yang membawa-bawa agama. Sebab, Djarot juga seorang muslim. "Djarot sudah haji," ujarnya.

Berbeda strategi dalam mendekati pemilih, kedua pasangan sama-sama menaruh perhatian lebih pada tiga daerah dengan pemilih terbesar, yaitu Medan, Langkat, dan Deli Serdang. Total pemilih di tiga kota itu mencapai 3,38 juta atau 37,5 persen. Menurut Trimedya Panjaitan, Djarot-Sihar lebih banyak turun ke sana ketimbang ke kabupaten atau kota lain.

Kampanye terakhir kedua pasangan juga digelar di daerah tersebut pada Sabtu pekan lalu. Pasangan Edy-Musa menggelar doa bersama di Medan. Sedangkan Djarot-Sihar mengadakan kampanye akbar di Deli Serdang.

Kedua pasangan optimistis memenangi pertarungan dengan selisih suara dua persen. Dalam survei Indo Barometer yang dilakukan pada 26 Mei-2 Juni lalu, Djarot-Sihar unggul 0,9 persen. Tapi angka ini belum aman karena ada 25,4 persen responden yang belum menentukan sikap.

Rusman Paraqbueq, Sahat Simatupang

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus