Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Lewat Eksepsi, Tom Lembong Minta Bebas dari Tahanan

Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong mengajukan keberatan atas dakwaan jaksa dalam kasus korupsi impor gula. Dia minta dibebaskan.

6 Maret 2025 | 15.44 WIB

Terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula Thomas Lembong (tengah) mengikuti sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 6 Maret 2025. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula Thomas Lembong (tengah) mengikuti sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 6 Maret 2025. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa dalam perkara korupsi impor gula. Nota keberatan ini dibacakan oleh penasihat hukumnya,

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penasihat hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, mengawali pembacaan eksepsi dengan menyatakan Indonesia adalah negara hukum. Salah satu pilarnya adalah peradilan bersih dan akuntabel. Tanpa peradilan bersih, hukum ibarat ditulis di atas air. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ari menuturkan, peradilan adalah benteng terakhir bagi para pencari keadilan dan siapa saja warga negara yang diperlakukan sewenang-wenang. "Termasuk kesewenang-wenangann aparat hukum yang mendakwa seseorang tanpa adanya tindakan yang melanggar hukum," ujarnya di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 6 Maret 2025.

Hal ini lah yang dialami oleh Tom Lembong. Ari menuturkan, semua mengenal Tom sebagai orang yang baik dan profesional, serta telah berkontribusi nyata untuk negara. "Tapi justru dirampas kemerdekaannya dengan dijadikan terdakwa dengan dakwaan yang tidak jelas, tidak cemat, dan tidak lengkap." ucap Ari. 

Bahkan dalam dakwaan, kata dia, Tom Lembong dipaksa untuk bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain. Menurut Ari, ini menunjukkan jaksa penuntut umum telah error in persona.

"Pasal-pasal dalam undang-undang yang ditujukan untuk menjerat terdakwa tidak ada sama sekali yang terkait dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana lex specialis," tutur Ari. 

Beleid yang dia maksud adalah: 
- Pasal 36 ayat (1) dan (2) Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan; 
- Pasal 15 ayat (1), (2), (3) UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan Pemberdayaan Petani; 
- Pasal 26 ayat (1) dan (3) serta Pasal 27 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan; 
- Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah; 
- Pasal 5 ayat (1), (3), (7), (8) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting;
- Pasal 2 ayat (3), Pasal 3 ayat (2) huruf f, Pasal 7 ayat (2) dan (6), Pasal 8, serta Pasal 9 ayat (1) Keputusan Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Nomor 527/Mpp/Kep/9/2004 tentang Ketentuan Impor Gula; serta
- Pasal 9 ayat (1), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 117/M-DAG/PER/12/2015.

"Tapi terkait undang-undang lain yang bukan menjadi kompetensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk mengadilnya," tutur Ari.

Oleh sebab itu, penasihat hukum Tom Lembong memohon agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat memberi putusan sebagai berikut:

1. Menerima dan mengabulkan eksepsi dari penasihat hukum terdakwa;
2. Menyatakan pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat tidak berwenang secara absolut mengadili perkara a quo;
3. Menyatakan surat dakwaan penuntut umum disusun secara tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap;
4. Menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum;
5. Menyatakan surat dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima;
6. Membebaskan terdakwa dari tahanan seketika setelah putusan sela dibacakan;
7. Memerintahkan penuntut umum membebaskan terdakwa dari tahanan seketika setelah putusan sela dibacakan;
8. memerintahkan penuntut umum melakukan rehabilitasi dan memulihkan nama baik kedudukan hukum terdakwa;
9. Membebankan biaya perkara ini kepada negara.

Amelia Rahima Sari

Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus