Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Makin Jauh dari Terang

5 Januari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK hanya lamban, hasil pengusutan kasus tewasnya Munir ternyata jauh dari harapan. Setelah Pollycarpus divonis 20 tahun penjara oleh Mahkamah Agung, sepercik harapan memang sempat tumbuh: hakim akan menjebloskan Muchdi—yang dituntut 15 tahun—ke bui. Ternyata harapan itu tinggal harapan. Empat tahun sejak Munir tewas diracun dalam perjalanan ke Belanda di dalam perut pesawat Garuda nomor GA-974 pada 7 September 2004, sejumlah kejanggalan muncul dalam pengusutan kasus ini.

Yang Kandas Ditembakkan ke Muchdi
Jaksa menjerat Muchdi dengan pasal 55 ayat 1. Menurut pasal ini, mereka yang menyuruh melakukan kejahatan dihukum sebagai orang yang melakukan suatu tindak pidana. Dalam kasus Munir, jaksa menyatakan posisi Muchdi sebagai penganjur. Tapi bukti yang dibeberkan jaksa di persidangan kandas.

Menyalahgunakan Kewenangan
Surat rekomendasi agar Pollycarpus ditugasi sebagai aviation security diduga atas inisiatif Muchdi.
Bukti:

  • Penyidik mendapat kloning surat rekomendasi tanpa tanggal pada Juni 2004 yang ditandatangani Wakil Kepala BIN M. As’ad.
  • Keterangan saksi Budi Santoso yang dibacakan di persidangan menyatakan dia pernah mengoreksi surat rekomendasi tersebut.
  • Kesaksian mantan Direktur Utama Garuda Indra Setiawan yang mengaku mendapatkan surat dari BIN supaya Garuda menugasi Pollycarpus sebagai aviation security.

Pendapat hakim:
Rekomendasi menugasi Pollycarpus bukanlah tindak pidana atau bentuk permufakatan jahat yang diatur undang-undang. Menurut hakim, tidak ada fakta yang menunjukkan peran Muchdi dalam pembuatan surat tersebut.

Menyuruh Melakukan
Tercatat ada hubungan per telepon antara Muchdi dan Pollycarpus. Jumlahnya sekitar 40 kali.
Bukti:

  • Catatan hubungan telepon (call data record) antara Pollycarpus dan Muchdi.

    Pendapat hakim:
    Bukti itu tidak ditunjang dengan data apakah yang menggunakan telepon itu benar-benar Pollycarpus dan Muchdi. Lagi pula, tidak diketahui apa isi pembicaraan tersebut.

    Menyalahgunakan Kekuasaan
    Muchdi diduga memberikan imbalan kepada Pollycarpus untuk membunuh Munir.
    Bukti:

    • Kesaksian Budi Santoso yang mengaku pernah memberikan Rp 10 juta kepada Pollycarpus.
    • Catatan pengeluaran keuangan dalam buku kas kuarto yang dibuat Budi.

    Pendapat hakim:
    Keterangan Budi tidak didukung bukti yang cukup dan sempurna. Baik Pollycarpus maupun Muchdi membantah keterangan Budi.

    Motif Dendam
    Muchdi diduga dendam karena Munir menyebabkan dia dicopot dari jabatan sebagai Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus dalam kasus penculikan aktivis oleh Tim Mawar.
    Bukti:

    • Kesaksian Suciwati: Munir pernah mengatakan Muchdi orang yang paling sakit hati karena pengungkapan kasus penculikan aktivis oleh Tim Mawar.
    • Suciwati pernah mendapat teror dengan cara dikirimi ayam mati.
    • Dalam kesaksian, agen Badan Intelijen Negara, Muhammad Patma Anwar, mengatakan pernah diperintahkan membunuh Munir, tapi bukan oleh Muchdi.

    Pendapat hakim:
    Ucapan Munir hanya menggambarkan kekhawatirannya dan belum jelas siapa yang menteror Suciwati.

    Satu Kasus Beda Lokasi
    Ada perbedaan antara dakwaan jaksa dan putusan hakim perihal tewasnya Munir.

    Dakwaan terhadap Pollycarpus:
    Munir diracun di pesawat Garuda saat perjalanan ke Belanda melalui orange juice.

    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat:
    Munir diracun di pesawat melalui mi goreng.

    Putusan Kasasi Mahkamah Agung:
    Munir tidak diracun di pesawat melalui mi goreng.

    Peninjauan Kembali Jaksa terhadap Pollycarpus:
    Munir diracun di Coffee Bean Bandara Changi, Singapura, melalui segelas kopi.

    Putusan Peninjauan Kembali:
    Munir diracun di Coffee Bean Bandara Changi, Singapura, melalui segelas kopi yang dibawa Pollycarpus dari counter untuk disuguhkan kepada Munir.

    Dakwaan Jaksa terhadap Muchdi:
    (mengutip putusan peninjauan kembali) Munir diracun di Coffee Bean.

    Munir

    Kiprahnya sebagai pembela hak asasi manusia sudah dimulai saat duduk di bangku Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Awalnya, pria kelahiran Malang, 8 Desember 1965, ini aktif sebagai sukarelawan di Lembaga Bantuan Hukum Surabaya. Di Surabaya, ia pernah aktif dalam Komite Solidaritas untuk Marsinah.

    Pada 1997 bekerja di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. Pada 20 Maret 1998 mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Pada 2004 menjadi Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia (Imparsial).

    Saat menjabat Koordinator Kontras, namanya melambung karena aktivitasnya membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar Komando Pasukan Khusus.

    Pada Oktober 1999, majalah Asiaweek menobatkannya sebagai salah satu tokoh politik muda Asia. Pada 8 Desember 2000, ia juga memperoleh Right Livelihood Award—penghargaan di bidang hak asasi dan kontrol terhadap militer—dari Swedia.

    Mereka Menyebut Muchdi

    Sejumlah saksi yang diperiksa polisi menyebutkan keterkaitan Muchdi dengan Pollycarpus. Kesaksian itu tertuang dalam berita acara pemeriksaan.

    Budi Santoso
    Bekas Direktur Perencanaan dan Pengendalian Operasi BIN

    • Budi kerap menjadi penghubung antara Pollycarpus dan Muchdi.
    • Pada Agustus-September 2004, Budi sering menerima telepon dari Pollycarpus yang menanyakan keberadaan Muchdi.
    • Pada hari kematian Munir, Pollycarpus dua kali menelepon Budi untuk menanyakan Muchdi.
    • Budi pernah menyerahkan uang kepada Pollycarpus Rp 10 juta, Rp 3 juta, dan Rp 2 juta atas perintah Muchdi.
    • Budi pernah mendengar Pollycarpus mengatakan akan menghabisi Munir.

    Budi tidak pernah didengar kesaksiannya di depan sidang. Pengacara Muchdi menyatakan mendapat surat dari Budi yang kini bertugas di luar negeri yang menyatakan mencabut pengakuannya dalam berita acara pemeriksaan.

    Raden Muhammad Patma Anwar alias Ucok
    Agen BIN

    • Pernah melihat Pollycarpus di pelataran parkir kantor BIN saat dia masih menjadi anggota BIN, sekitar tahun 2004.
    • Pernah menteror Munir melalui telepon.
    • Ditugasi membunuh Munir oleh seorang pengendali di BIN, Sentot Waluyo.

    Di persidangan, Patma mencabut pengakuannya.

    Indra Setiawan
    Bekas Direktur Utama Garuda Indonesia, divonis satu tahun penjara

    • Pollycarpus menyerahkan surat penugasan menjadi aviation security atas permintaan BIN.
    • Menerbitkan surat yang isinya menugasi Pollycarpus pada corporate security.
    • Dua kali bertemu dengan Muchdi di kantor BIN dan Hotel Mulia sekitar Oktober atau November 2004 dan 3 Maret 2005.
    • Dalam rekaman pembicaraan Indra dengan Pollycarpus, disebutkan kata sandi Asmini untuk As’ad, Bu Avi untuk Muchdi, dan Joker untuk A.M. Hendropriyono.

    Mereka yang Mencabut Kesaksian
    Sejumlah saksi yang dihadirkan dalam sidang Muchdi juga mencabut pengakuan mereka. Ada pula yang tak hadir.

    Zondy Anwar dan Aripin Rachman
    Staf Tata Usaha Deputi V BIN

  • Dalam berita acara pemeriksaan mengaku pernah melihat Pollycarpus di ruangan Muchdi.
  • Di persidangan mencabut keterangan itu.

    Kawan
    Bekas Kepala Seksi Administrasi dan Logistik BIN

  • Dalam berita acara pemeriksaan mengaku pernah melihat Pollycarpus di ruangan Budi Santoso.
  • Di persidangan mencabut keterangannya.

    Suradi dan Imam Mustofa
    Sopir Muchdi

  • Dalam berita acara pemeriksaan mengaku pernah melihat Polly­carpus di lingkungan kantor BIN.
  • Di persidangan mencabut keterangannya.

    M. As’ad
    Wakil Kepala BIN

  • Dalam berita acara, ia menyatakan mengenal Indra Setiawan (mantan Direktur Utama Garuda), mengetahui adanya surat yang isinya merekomendasikan Pollycarpus di corporate security. Menyatakan konseptor surat itu Deputi Penggalangan, yang saat itu dijabat Muchdi.
  • As’ad tidak hadir di persidangan karena sedang bertugas ke luar negeri. Muchdi tidak menanggapi kesaksian As’ad.)

    Pollycarpus Budihari Priyanto
    Dihukum 20 tahun penjara

  • Di persidangan menyatakan tidak pernah mengenal Muchdi. Sebaliknya, Muchdi juga menyatakan tidak mengenal Pollycarpus.

    Muchdi

    Pria kelahiran Yogyakarta, 15 April 1949, ini adalah lulusan Akademi Angkatan Bersenjata RI tahun 1970. Jabatan bergengsi yang pernah disandangnya: Kepala Staf Kodam V/Brawijaya, Panglima Daerah Militer VI/Tanjung Pura, Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus 1998, dan perwira tinggi Markas Besar TNI tahun 1999.

    Pria yang memiliki hobi bermain golf ini juga menjadi Ketua Harian Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia periode 2007-2011. Kini dia juga berkecimpung di dunia politik: Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus