Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mengenang Tragedi Bintaro, Kecelakaan Maut Kereta 37 Tahun Lalu

Tragedi Bintaro, yang terjadi pada 19 Oktober 1987, merupakan salah satu kecelakaan kereta api terburuk dalam sejarah Indonesia.

19 Oktober 2024 | 12.38 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pasca-Tragedi Bintaro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Tragedi Bintaro, yang terjadi pada 19 Oktober 1987, merupakan salah satu kecelakaan kereta api terburuk dalam sejarah Indonesia. Tabrakan tragis 37 tahun silam ini terjadi di Stasiun Sudimara, Bintaro, Tangerang, dan melibatkan dua kereta api, yakni KA 255 jurusan Rangkasbitung-Jakarta dan KA 220 jurusan Tanah Abang-Merak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kronologi Kejadian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kejadian dimulai ketika KA 255 berangkat dari Rangkasbitung pada pukul 05.05. Kereta ini membawa sekitar 700 penumpang. Banyak di antaranya berada di atap gerbong atau bertengger di lokomotif. Pukul 06.50, kereta tiba di Stasiun Sudimara untuk melakukan perhentian singkat guna menurunkan dan menaikkan penumpang.

Namun, kebingungan terjadi ketika petugas Pemimpin Perjalanan Kereta Api (PPKA) memberikan perintah langsir. PPKA meniupkan semboyan 46, yang seharusnya menunjukkan bahwa KA 255 harus melakukan perpindahan jalur.

Sayangnya, masinis KA 255, Slamet Suradio, salah paham dan melanjutkan perjalanan tanpa melakukan langsir. Petugas PPKA berusaha keras untuk menghentikan kereta, tetapi Slamet Suradio tetap melanjutkan perjalanan.

Delapan kilometer setelah meninggalkan Stasiun Sudimara, sekitar 10 menit kemudian, KA 255 menabrak KA 220 yang sudah berangkat dari Stasiun Kebayoran Lama. Tragedi ini menewaskan sedikitnya 153 orang dan melukai 3.000 penumpang lainnya.

Slamet Suradio, masinis KA 255, kemudian dijatuhi hukuman 5 tahun penjara. Sementara Adung Syafei, kondektur KA 255, harus mendekam di penjara selama 2 tahun 6 bulan. PPKA Stasiun Kebayoran Lama, Umrihadi, juga dipenjara selama 10 bulan.

Korban Tragedi

Tragedi Bintaro yang tragis ini menelan korban jiwa yang sangat besar. Setidaknya 153 orang tewas dan 300 orang lainnya mengalami luka-luka. Jumlah pastinya sulit ditentukan karena banyak penumpang gelap yang tidak tercatat.

Para korban dilarikan ke tujuh rumah sakit terdekat, termasuk RS Cipto Mangunkusumo, yang dijadikan tempat rujukan. Presiden Soeharto bahkan sampai mengunjungi para korban di rumah sakit tersebut.

Tak cukup sekali, tragedi yang sama terulang kembali. Tragedi Bintaro II yang terjadi pada 9 Desember 2013 menyebabkan lima orang tewas dan puluhan lainnya terluka.

Berdasarkan Koran Tempo Edisi 13 Desember 2013, peristiwa ini terjadi ketika kereta Commuter Line menabrak truk tangki bahan bakar minyak, mengakibatkan sebagian gerbong kereta terguling dan memicu kebakaran hebat.

Diduga truk tersebut memaksa menerobos palang pintu yang sedang diturunkan oleh petugas. Pintu kereta di Bintaro, seperti banyak perlintasan kereta di Jabodetabek, termasuk yang rawan bahaya, dengan banyaknya titik perlintasan yang saling memotong tanpa pengawasan.

Tingginya frekuensi perjalanan kereta komuter di Jabodetabek, yang mencapai setiap 3 menit sekali di beberapa palang pintu, semakin meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Meskipun undang-undang telah mengamanatkan pembenahan perlintasan kereta, realisasi pembenahan ini masih terhambat.

10 tahun berlalu, Tragedi Bintaro II seharusnya menjadi cambuk bagi pemerintah untuk segera membenahi titik-titik perlintasan kereta yang rawan kecelakaan. Serta untuk mengawasi perlintasan ilegal yang memotong jalur kereta. Keselamatan masyarakat dalam penggunaan transportasi umum harus menjadi prioritas utama.

PUTRI SAFIRA PITALOKA | TIM TEMPO

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus