Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Miris Pencemaran Limbah Domestik Jakarta

Beberapa permukiman padat penduduk di Jakarta masih membuang air limbah domestik langsung ke sungai. Sejumlah pihak berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bertindak tegas menyetop aktivitas pencemaran sungai tersebut. Relokasi hunian dan industri dari bantaran sungai menjadi pilihan konkret untuk menyelamatkan sungai Jakarta.

22 Maret 2022 | 00.00 WIB

Warga mencuci piring di bantaran Kali Ciliwung, Bukit Duri, Jakarta, 9 September 2020. TEMPO/Subekti
Perbesar
Warga mencuci piring di bantaran Kali Ciliwung, Bukit Duri, Jakarta, 9 September 2020. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Beberapa permukiman padat penduduk di Jakarta masih membuang air limbah domestik langsung ke sungai.

  • Sejumlah pihak berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bertindak tegas menyetop aktivitas pencemaran sungai tersebut.

  • Relokasi hunian dan industri dari bantaran sungai menjadi pilihan konkret untuk menyelamatkan sungai Jakarta.

JAKARTA – Sejumlah rumah berdiri berderet membelakangi sebuah kali kecil di Kampung Kramat Cikini, RT 7 RW 1, Kelurahan Pegangsaan, Menteng, Jakarta, ketika Tempo berkunjung, kemarin, 21 Maret 2022. Menariknya, hampir semua rumah memiliki "ekor" yang menjulur ke badan kali yang lebarnya tak sampai 3 meter tersebut.
Ekor yang dimaksudkan itu adalah pipa paralon yang mengalirkan air buangan dari dalam rumah. Tampak salah satu rumah mengalirkan air berbusa dari pipa ke kali. Salah seorang warga, Rahmad, mengatakan pembuangan air limbah rumah tangga langsung ke kali merupakan hal yang wajar di lingkungannya.
 
Aliran kali kecil berair keruh itu mengarah ke Sungai Ciliwung. "Ke mana lagi (air limbah rumah tangga dialirkan) kalau enggak ke kali," kata pria berusia 30-an tahun itu. 
 
Hal serupa terjadi di perkampungan padat penduduk yang tak jauh dari Stasiun Tanah Abang. Deretan rumah membuang air limbah rumah tangga ke kali kecil yang ujungnya mengalir ke Kali Ciliwung. Lagi-lagi warga menganggap hal tersebut lumrah. "Kalau di sini, biasanya dari rumah airnya langsung ke kali kecil begitu," kata Rizal, salah seorang warga di lokasi tersebut, kemarin.
 
Situasi inilah yang mendorong Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya, bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) guna membantu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang tengah mempersiapkan pembangunan sistem pengelolaan air limbah domestik (SPALD). Langkah itu merupakan upaya mengatasi masalah sanitasi dan air limbah di DKI Jakarta, salah satunya pencemaran air sungai akibat sampah dan masih adanya praktik buang air besar sembarangan.
 
Menteri PUPR Basoeki Hadimoeljono mengatakan persepsi masyarakat untuk menjaga kesehatan lingkungan masih belum menjadi kebutuhan. "Praktik buang air besar sembarangan juga masih terjadi di beberapa tempat," kata Basoeki.
 

 

Warga menyeberangi sungai di bantaran Sungai Ciliwung, Jakarta, 9 Maret 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Di wilayah perkotaan seperti Jakarta, yang memiliki jumlah dan kepadatan penduduk lebih tinggi dibanding wilayah perkotaan lainnya, kata dia, dibutuhkan sistem sanitasi yang baik. Basoeki mengatakan masalah sanitasi bukan semata persoalan ketersediaan infrastruktur, tapi juga sangat bergantung pada pola perilaku hidup sehat dan upaya menjaga kebersihan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Diharapkan pembangunan ini dapat meningkatkan akses sanitasi di DKI Jakarta dan melindungi kualitas air dari pencemaran limbah domestik, seperti mandi, cuci, kakus, dan aktivitas rumah tangga lainnya," ujarnya.

Berdasarkan hasil review master plan Proyek untuk Pengembangan Kapasitas Sektor Air Limbah Melalui Peninjauan Master Plan Pengelolaan Air Limbah di DKI Jakarta di Republik Indonesia Tahun 2012, telah ditetapkan 15 zona wilayah pembangunan. Prioritas pembangunan pertama adalah zona 1 dan 6, yang meliputi wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Barat, serta Jakarta Utara.
 
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, Suci Fitria Tanjung, mengatakan perilaku masyarakat Ibu Kota membuang air limbah domestik ke aliran sungai nyatanya mencemari lingkungan. Menurut Suci, setidaknya air limbah tersebut membawa bakteri Escherichia coli yang berasal dari kotoran manusia dan detergen dari penggunaan sabun. "Di daerah aliran Sungai Ciliwung saja terdapat 120 titik pencemaran yang didominasi E. coli dan detergen," kata dia ketika dihubungi, kemarin. 
 
Menurut Suci, bakteri E. coli dan detergen membuat air sungai menjadi berbahaya bagi kesehatan manusia. Limbah kotoran manusia dan sisa detergen juga berisiko merusak air sungai. Walhasil, Sungai Ciliwung semakin beracun dan mengakibatkan masalah. "Bisa timbulkan eutrofikasi, memicu over populasi eceng gondok dan ganggang," kata dia. 
 
Walhasil, Suci berharap pemerintah serius menyetop pencemaran sungai di Jakarta. Salah satunya dengan membangun sistem pengelolaan air limbah yang benar hingga membuat larangan bagi masyarakat yang masih membuang air limbah domestik ke sungai. "Harus membatasi sumber-sumber pencemaran," ujarnya.
 
Pakar tata kota Yayat Supriatna juga menyebutkan air limbah domestik masyarakat Jakarta telah mencemari semua sungai di Ibu Kota. Faktanya, bukan cuma warga Jakarta yang mencemari sungai. Pencemaran sudah terjadi di wilayah hulu sungai, dari limbah domestik hingga industri. "Air yang sudah tercemar sampai di Jakarta dicemari lagi. Semakin parah saja sungainya," kata Yayat ketika dihubungi, kemarin. 
 
Yayat menambahkan, selain sungai, air tanah di Jakarta sudah tercemar oleh bakteri E. coli. Sebab, air sungai dan permukaan yang sudah tercemar ikut terserap ke tanah. Belum lagi perilaku masyarakat Jakarta yang serampangan dalam menggunakan septic tank
 
Salah satu contohnya, pembuatan septic tank yang berdekatan dengan sumur air tanah. Walhasil, air limbah kotoran manusia bisa merembes ke sumur tersebut. "Padahal masih ada warga yang pakai air tanah untuk kebutuhan mandi dan minum," kata Yayat. 
 
Adapun pengamat tata kota Nirwono Joga mengatakan pemerintah provinsi harus memikirkan solusi jitu guna menyehatkan kembali aliran sungai di Ibu Kota. Sebab, sebagai kota modern, sudah sewajarnya Jakarta punya sistem pengelolaan air yang ciamik, dari mengurus air limbah rumah tangga, tempat usaha, dan industri; hingga menyediakan sumber air bersih bagi masyarakat. 
 
"Besok (hari ini) adalah hari air internasional. Sangat disayangkan Jakarta masih saja berkutat pada banjir, pencemaran air, dan minimnya ketersediaan air bagi masyarakat," kata Nirwono, kemarin. 
 
Menurut dia, Jakarta seharusnya bisa mencontoh Singapura yang cerdas dalam mengelola air. Ia menilai Negeri Singa memiliki kondisi yang lebih sulit dibanding Jakarta dalam hal ketersediaan air bersih. Namun Singapura sudah bisa menyediakan air minum langsung dari keran. 
 
Nirwono mendesak Pemprov DKI segera berbenah, dari membereskan pengelolaan air limbah sampai menyulap sungai-sungai di Jakarta menjadi sumber air baku masyarakat. "Jakarta kebanjiran saban tahun itu bukti bahwa DKI sebenarnya punya banyak sumber air baku," ujarnya. 
 
Jika saja Pemprov DKI bisa memperbaiki kualitas air sungai hingga layak dijadikan air baku, seluruh warga Jakarta bisa menikmati air bersih dengan mudah. Namun faktanya hingga saat ini masyarakat yang tinggal di utara Jakarta saja masih kesulitan mendapatkan air bersih. 
 
Menurut Nirwono, salah satu cara menyulap air sungai menjadi air baku ialah menyetop pencemaran sungai. Untuk menghentikan aliran air limbah, pemerintah harus lebih dulu menertibkan bantaran sungai dari masyarakat. "Idealnya, tidak ada permukiman yang berada di bantaran sungai," ucapnya.
 
Selain itu, pemerintah harus menertibkan industri rumah tangga dan pabrik yang berdiri di sepanjang aliran sungai. Sebab, biasanya mereka membuang limbah sisa produksi usaha langsung ke sungai. "Mereka harus dilarang dan direlokasi," kata Nirwono. 
 
INDRA WIJAYA | STEFANUS BAYU WIRATSONGKO (MAGANG)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Indra Wijaya

Indra Wijaya

Bekarier di Tempo sejak 2011. Alumni Universitas Sebelas Maret, Surakarta, ini menulis isu politik, pertahan dan keamanan, olahraga hingga gaya hidup.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus