Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Musuh yahudi di purwakarta

Salim bakran bawazier digugat hussein fathi isyta- yah ke pn purwakarta dalam perkara utang-piutang dan penipuan (pidana). kasus ucapan yahudi dalam proses untuk diajukan ke pengadilan.

6 Juli 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMULA Salim Bakran Bawazier merupakan kawan bisnis Hussein Fathi Isytayah. Pada 1988, pemilik pabrik genting di Purwakarta ini mengajak Hussein berkongsi. Di depan notaris, Hussein menyuntikkan modal Rp 17,5 juta. Ia dijanjikan Rp 1,2 juta tiap bulan. Ternyata, Salim tak pernah memberi sepeser pun. Pada 1989 ia merayu kawan dagangnya itu agar membuka praktek pengobatan tradisional di Depok, Jawa Barat. Hussein, 32 tahun, ahli juga menyembuhkan bermacam penyakit secara tradisional. Ia merogoh lebih dari Rp 200 juta untuk membangun balai pengobatan dan membeli obat-obatan. Balai itu berdiri di Jalan Margonda Raya, dengan nama Taj Mahal Group. Waktu itu Hussein bahkan menyerahkan 120 batu permata senilai Rp 50 juta. Salim mengaku sanggup menjualnya dengan harga lebih tinggi. Dalam perjanjian yang mereka teken, Salim diwajibkan menyetor penghasilan praktek itu kepada Hussein. Namun, Salim mungkir. "Jangankan menyetor, permata itu pun lenyap," kata Hussein pada Achmad Taufik dari TEMPO. Karena tak tahan lagi dikibuli, lalu Salim digugat ke Pengadilan Negeri Purwakarta, Jawa Barat -- dalam perkara utang-piutang, selain menuduhnya melakukan penipuan (pidana). Entah merasa tidak bakal menang, Februari silam, Salim mengadu ke Kepolisian Wilayah (Polwil) Purwakarta. Ia bilang, Hussein bukan orang Arab, melainkan Yahudi. Keruan, Hussein jadi repot. Apalagi ia dituding "warga asing dari negara asal penjahat internasional". Selain Hussein dipanggil Kapolwil Purwakarta, juga Pengadilan Negeri Purwakarta hampir menolak gugatannya pada Salim itu. Hussein, yang pernah hidup di AS dan belajar di King Abdul Aziz University, Jeddah, kemudian membentangkan surat keterangan dari Kedutaan Besar Yordania di Jakarta. Di situ dijelaskan: ia warga Yordania kelahiran Yerusalem. Hussein juga membawa surat kewarganegaraan Indonesia yang diperolehnya pada 1989. Setelah menjadi WNI, namanya ditukarnya menjadi Syekh H. Syarif Hussein Hidayatullah. "Orangtua saya masih di Palestina," katanya. Pada 1980, ia masuk Indonesia. Sejak 1981 ia bermukim di Purwakarta dan kawin dengan perempuan pribumi. Istrinya kini panitera di Pengadilan Negeri Purwakarta. Mereka punya dua anak, lelaki dan perempuan. Dengan bukti itu, gugatan perdata Hussein akhirnya disidangkan. Lanjutannya berlangsung Rabu tengah Juni lalu. Belakangan Salim diadukannya ke polisi lantaran melontarkan "Yahudi" kepadanya. "Saya merasa terhina dan difitnah. Yahudi itu musuh orang muslim. Sedangkan saya ini muslim," kata Hus- sein. Ia merasa lebih terhormat bila disebut keturunan Arab. Kasus ucapan "Yahudi" itu sedang diproses, untuk diajukan ke pengadilan. Apa kata Salim, WNI yang juga berdarah Arab? "Saya nggak mau menjawab apa-apa," ujarnya enteng.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus